Komisi A Klarifikasi ke Pemkot
BALAI KOTA- Komisi A DPRD Kota Semarang segera mengklarifikasi kepada Pemkot perihal upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang mengumpulkan data karena adanya dugaan pelanggaran pengadaan lahan untuk jalan Tol Semarang-Solo tahap I (Semarang-Ungaran).
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota, Wisnu Pudjonggo menyatakan, setidaknya Dewan ingin mencari kejelasan dari pembebasan lahan untuk tol. ”Dulu itu (P2T) pernah kami undang dalam rapat kerja. Hasilnya, pembebasan lahan khususnya di Kota Semarang tidak ada masalah. Tidak banyak warga yang komplain dengan pembayaran itu. Kalau sekarang tiba-tiba KPK memeriksa soal itu, berarti ada masalah baru lagi. Makanya kami undang untuk mendapatkan kejelasan,” ujar dia, Jumat (5/8).
Dewan ingin masalah tersebut supaya ada kejelasan. Ia yakin prosedur pembebasan lahan tidak ada yang menyimpang termasuk pembayarannya. ”Saya kira Pemkot tidak akan main-main soal ini. Nilai pembebasan lahan itu berdasarkan penghitungan tim apraisal sehingga harganya pembebasan lahan tidak ada yang kurang dan lebih,” lanjutnya.
Kemarin, sudah tidak ada lagi kegiatan dilakukan KPK di ruang kerja Wakil Wali Kota di Lantai 2. Selama dua pekan ini ada empat orang dari KPK sedang mengumpulkan bukti keterangan (pulbuket) soal pembebasan lahan tol Semarang-Solo.
Seperti diberitakan (SM, 5/8), KPK sedang menyelidiki dugaan penyimpangan anggaran pengadaan tanah. Pengumpulan bukti itu seputar pembebasan lahan mulai dari Kecamatan Tembalang sampai Ungaran Timur (Kabupaten Semarang). Setidaknya tim KPK menanyakan soal prosedur, payung hukum, perencanaan hingga realisasinya.
Koordinator Komite Pendidikan Anti Korupsi (KPAK) Jateng, BS Wirawan mengungkapkan, pemeriksaan KPK bermula adanya laporan dugaan mark up penyusunan Amdal dan detail engineering design (DED) yang dibuat PT Virama Karya (Jakarta). Pembuatan dokumen tersebut senilai Rp 1,6 miliar namun yang dilaporkan Rp 3,8 miliar.
Dalam perkembangannya, ditemukan lagi adanya alokasi perjamuan dan hiburan pejabat dari PT Trans Marga Jateng (TMJ) lewat dana entertainment yang nilainya Rp 100 juta/bulan. Dana itu diambuilkan dari anggaran pengadaan tanah pada 2009 dan 2010, masing-masing Rp 250 miliar dan Rp 400 miliar.
Indikasi penyimpangan lain yakni deviden atau pembagian keuntungan atas sisa anggaran pengadaan tanah. Ternyata dalam laporan keuangan dinyatakan Rp 0. Padahal mengacu aturan berlaku, dana tersebut harusnya tersisa minimal 50% dari total deviden. ”Kita lihat dulu hasil pengumpulan buktinya,” tandas Wirawan. (H37,J9-52)
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota, Wisnu Pudjonggo menyatakan, setidaknya Dewan ingin mencari kejelasan dari pembebasan lahan untuk tol. ”Dulu itu (P2T) pernah kami undang dalam rapat kerja. Hasilnya, pembebasan lahan khususnya di Kota Semarang tidak ada masalah. Tidak banyak warga yang komplain dengan pembayaran itu. Kalau sekarang tiba-tiba KPK memeriksa soal itu, berarti ada masalah baru lagi. Makanya kami undang untuk mendapatkan kejelasan,” ujar dia, Jumat (5/8).
Dewan ingin masalah tersebut supaya ada kejelasan. Ia yakin prosedur pembebasan lahan tidak ada yang menyimpang termasuk pembayarannya. ”Saya kira Pemkot tidak akan main-main soal ini. Nilai pembebasan lahan itu berdasarkan penghitungan tim apraisal sehingga harganya pembebasan lahan tidak ada yang kurang dan lebih,” lanjutnya.
Kemarin, sudah tidak ada lagi kegiatan dilakukan KPK di ruang kerja Wakil Wali Kota di Lantai 2. Selama dua pekan ini ada empat orang dari KPK sedang mengumpulkan bukti keterangan (pulbuket) soal pembebasan lahan tol Semarang-Solo.
Seperti diberitakan (SM, 5/8), KPK sedang menyelidiki dugaan penyimpangan anggaran pengadaan tanah. Pengumpulan bukti itu seputar pembebasan lahan mulai dari Kecamatan Tembalang sampai Ungaran Timur (Kabupaten Semarang). Setidaknya tim KPK menanyakan soal prosedur, payung hukum, perencanaan hingga realisasinya.
Koordinator Komite Pendidikan Anti Korupsi (KPAK) Jateng, BS Wirawan mengungkapkan, pemeriksaan KPK bermula adanya laporan dugaan mark up penyusunan Amdal dan detail engineering design (DED) yang dibuat PT Virama Karya (Jakarta). Pembuatan dokumen tersebut senilai Rp 1,6 miliar namun yang dilaporkan Rp 3,8 miliar.
Dalam perkembangannya, ditemukan lagi adanya alokasi perjamuan dan hiburan pejabat dari PT Trans Marga Jateng (TMJ) lewat dana entertainment yang nilainya Rp 100 juta/bulan. Dana itu diambuilkan dari anggaran pengadaan tanah pada 2009 dan 2010, masing-masing Rp 250 miliar dan Rp 400 miliar.
Indikasi penyimpangan lain yakni deviden atau pembagian keuntungan atas sisa anggaran pengadaan tanah. Ternyata dalam laporan keuangan dinyatakan Rp 0. Padahal mengacu aturan berlaku, dana tersebut harusnya tersisa minimal 50% dari total deviden. ”Kita lihat dulu hasil pengumpulan buktinya,” tandas Wirawan. (H37,J9-52)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar