javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Selasa, 31 Agustus 2010

Blokade Warga di Proyek Tol Dibuka


* PT Istaka Karya Bekerja Kembali



UNGARAN - Blokade yang dibuat warga pada Minggu (29/8) siang sebagai bentuk protes ganti untung yang belum selesai di area proyek tol Semarang-Solo di Sarowo, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Senin (30/8) dinihari sudah dibuka
oleh petugas kepolisian.


Dari informasi yang diperoleh, blokade tersebut dibuka oleh petugas Reskrim Polda Jateng. Dengan dibukanya palang bambu ini, PT Istaka Karya kembali bisa bekerja membuat jalan tol ruas Kalirejo-Beji. Manajer Istaka Karya Ir Herman Soeprijadi mengatakan, pihaknya tidak tahu siapa yang membuka palang tersebut.

’’Tadi pagi saya cek di lapangan sudah dibongkar, saya tidak tahu yang membongkar siapa. Pekerjaan proyek tol sudah bisa dimulai lagi,’’ kata Herman, kemarin.

Ditambahkan, meski palang bambu telah terbuka dan alat berat kembali bekerja, pihaknya terganggu dengan turunnya hujan kemarin. ’’Kalau hujan begini, alat berat berhenti total. Kami harus menunggu setelah hujan reda, karena jalan di bukit yang sedang dikepras masih licin,’’ terang Herman.

Ia mengatakan, tahun kemarin, pada bulan Agustus sudah memasuki kemarau. ’’Saya ingat Agustus tahun lalu kami dikomplain karena banyak debu,’’ jelasnya.
Dengan adanya hambatan cuaca dan masalah di lapangan, ruas Semarang-Ungaran diperkirakan bisa digunakan pada Oktober mendatang.
Belum Selesai Herman mengatakan, sembilan bulan terakhir ini pihaknya kehilangan momen bekerja karena ganti untung di Jetis, Leyangan, juga baru selesai. ’’Jetis tak bisa dilalui karena ganti untung belum selesai. Akibatnya pekerjaan mundur sembilan bulan,’’ imbuh Herman.

Dalam hal aksi demo warga, pihaknya tidak ingin mencari siapa yang salah dan yang benar. Menurutnya, warga bersedia menjual rumah dan tanahnya yang terkena proyek, namun belum ada kesesuaian harga. ’’TPT, P2T, TMJ, dan warga yang difasilitasi Pemprov diharapkan bisa duduk satu meja membahas persoalan ganti untung ini,’’ ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, puluhan warga Sarowo, Kalirejo, pada Minggu siang lalu menutup proyek tol dengan palang bambu. Aksi ini buntut ganti untung sembilan warga terkena proyek (WTP) yang belum selesai.

Minggu, 29 Agustus 2010

Warga Blokade Proyek Tol Seksi III

gara-gara Pembayaran Ganti Untung 9 WTP Belum Selesai



Ungaran. Sedikitnya 25 warga memblokade jalan tol Semarang-Solo ruas semarang-bawen seksi III yang sedang dikerjakan PT Istaka Karya (Persero)di dsn. Sarowo, Kelurahan Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, siang ini. Mereka membuat palang dari bambu sekaligus memasang tenda di tengah proyek jalan tol ini. Aksi ini sebagai bentuk protes sembilan warga terkena proyek (WTP) yang proses ganti untungnya belum ada kesepakatan sejak akhir 2008. Dari sembilan WTP, tujuh di antaranya adalah pemilik rumah dan tanah yang sudah dibongkar paksa pada 30 Juli 2009.

Dengan ditutupnya ruas jalan di proyek tol ini,kegiatan proyek tol terganggu. sejumlah truk pengangkut tanah dari bukit cemoro sewu dan alat berat lainnya tidak bisa beroperasi. rencana pengecoran jembatan pedestrian di sta. 9+850, pemasangan concrete barrier, pemasangan saluran dll. terhenti karena seluruh armada proyek tidak dapat melewati blokade warga tersebut. Maskoni (44) salah satu WTP yang rumahnya dirobohkan oleh tim pengadaaan tanah (TPT) mengatakan, luas tanah 153 meter persegi dan sebuah rumah diganti TPT Rp 288 juta. Dana tersebut sudah dititipkan di Pengadilan Negeri (PN) Ungaran namun Maskoni dan delapan WTP lain enggan mengambil karena merasa belum sesuai dengan harga yang dikehen daki.

Pihaknya saat ini menuntut ganti untung tanah dan bangunan Rp 1,6 juta/meter ditambah kerugian imateriil sehingga totalnya Rp 965 juta. "Aksi ini terus berjalan hingga dipenuhinya tuntutan warga. Ini seolah-olah kami menantang pemerintah, padahal tidak. Kami hanya menuntut keadilan," tegas Maskoni.

Menurut warga, tanah tersebut masih hak milik (HM) warga belum tanah negara. Selama ini, dia dan keluarga hidup menumpang di rumah adiknya karena rumahnya sudah dirobohkan. Budiono (38) WTP lainnya mengatakan, tanahnya seluas 125 meter persegi dan bangunan rumah 115 meter persegi (dua lantai). Pihaknya diberi ganti untung Rp 2,43 juta/meter. Budino menuntut Rp 3,147 juta/meter.

WTP atas nama Iranawati melalui suaminya, Beny, menjelaskan, sertifikat tanah 274 meter dan bangunan diganti Rp 760 juta. "Proposal yang kami ajukan Rp 1,4 miliar. Saya menganggap pemerintah setuju karena sudah berani merobohkan rumah kami," tegasnya.

Muhammad (57) selaku pemilik lahan 509 meter persegi menegaskan, tuntutan warga harus dipenuhi. "Untuk tanah kebun pingir jalan, saya minta Rp 750 ribu/meter. Yang dititipkan ke PN Rp 271 juta tidak saya ambil," tandas Muhammad.

Kamis, 26 Agustus 2010

Pembebasan Lahan Tol Dipercepat

SEMARANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng tengah mengupayakan percepatan pembebasan lahan untuk jalan tol seksi II Ungaran-Bawen agar segera mencapai 75%. Diharapkan proyek itu bisa segera dilelang paling lambat November mendatang.

Ketua Tim Pembebasan Tanah (TPT) Jalan Tol Semarang-Solo Suyoto menyatakan, pihaknya mengupayakan pendekatan intensif terhadap pemilik tanah. Menurutnya, Ungaran-Bawen membutuhkan lahan seluas 133,5 hektare yang terdapat di sepuluh desa/kelurahan.

Hingga saat ini, 60% lahan di tujuh desa yang kesemuanya berada di Kabupaten Semarang berhasil dibebaskan. Ketujuh wilayah tersebut meliputi Kelurahan Beji, Karangjati, Ngempon, Desa Gedanganak, Wringin Putih, Klepu, dan Derekan. Sedangkan pemilik lahan di tiga desa yang masih belum mau menerima ganti untung adalah Desa Lemahireng, Kandangan, dan Kelurahan Bawen.

“Kami masih terus mengupayakan pendekatan dan musyawarah dengan pemilik lahan di tiga desa itu. Upaya pembebasan terus dilakukan agar bisa segera rampung sehingga proyek fisik bisa segera dimulai,” katanya.
Untuk sisa lahan tersebut, masih dibutuhkan dana sedikitnya Rp 145 miliar. Pihaknya optimistis dana pembebasan lahan dari APBN akan segera cair agar bisa secepatnya digunakan membayar tanah kepada pemilik.

Minimal 75 Persen

Terpisah, Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmodjo menyatakan, setelah lahan terbebaskan minimal 75%, maka proyek pembangunan fisik baru bisa dimulai.

Melihat progres pembebasan lahan yang kini telah mencapai 60%, Danang juga optimistis target tercapai 75% bisa segera terealisasi. “Semoga saja jalan tol seksi II bisa dilelang paling lambat November mendatang. Harapannya akhir tahun pengerjaan konstruksi bisa segera dimulai,” tuturnya.

Meski belum bisa melakukan lelang, namun hingga kini Danang mengakui sudah mulai menyiapkan sejumlah dokumen dan persyaratan lelang, termasuk persiapan tim lelang. Persiapan dilakukan sejak dini, apabila pembebasan sudah 75%, proses lelang bisa segera dilakukan.

“Pokoknya semakin cepat lelang akan semakin baik. Mohon doa restunya,” harapnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jateng Sri Rahayu Amin Soedibyo mengharapkan, pemilik lahan yang tanahnya terkena proyek jalan tol bisa memahami kepentingan yang lebih besar. Dia berharap proses negosiasi penggantian tanah bisa berlangsung transparan agar tak merugikan masyarakat. Menurutnya, proyek jalan tol ditujukan bagi percepatan kemajuan perekonomian Jateng secara umum, selain sebagai salah satu upaya mengatasi kemacetan. “Mohon masyarakat bisa memahami arti penting proyek jalan tol, karena untuk kepentingan bersama yang lebih besar,” terangnya

Selasa, 24 Agustus 2010

Tol Ungaran-Bawen, Tiga Desa Belum Terbebaskan

Pemprov Upayakan Percepatan Pembebasan Lahan


Semarang. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng tengah mengupayakan percepatan pembebasan lahan untuk jalan tol Seksi II Ungaran-Bawen agar segera mencapai 75% dengan harapan proyek bisa segera di lelang paling lambat November mendatang. Proyek jalan tol itu membutuhkan lahan seluas 133,5 hektare yang terdapat di sepuluh desa/kelurahan.

Ketua Tim Pembebasan Tanah (TPT) jalan tol Semarang-Solo, Suyoto menyatakan pihaknya tengah mengupayakan pendekatan intensif terhadap pemilik tanah. Hingga saat ini, 60% lahan di tujuh desa yang kesemuanya berada di Kabupaten Semarang telah berhasil dibebaskan. Ketujuh wilayah tersebut meliputi Kelurahan Beji, Karangjati, Ngempon, Desa Gedanganak, Wringin Putih, Klepu, dan Derekan.

Sedangkan pemilik lahan di tiga desa yang masih belum mau menerima ganti untung adalah Desa Lemahireng, Kandangan, dan Kelurahan Bawen. "Kami masih terus mengupayakan pendekatan dan musyawarah dengan pemilik lahan di tiga desa itu. Upaya pembebasan terus dilakukan agar bisa segera rampung dan proyek fisik bisa segera dimulai," katanya.

Diakuinya hingga saat ini baru 60% dari total lahan yang dibutuhkan yang telah terbebaskan. Untuk sisa lahan tersebut, masih dibutuhkan dana sedikitnya Rp 145 miliar. Pihaknya optimistis dana pembebasan lahan dari APBN Pusat akan segera cair agar bisa secepatnya digunakan untuk pembayaran tanah kepada pemilik.

Terpisah, Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmodjo menyatakan, setelah lahan terbebaskan minimal 75% maka proyek pembangunan fisik baru bisa dimulai. Menilik progress pembebasan lahan yang kini telah mencapai 60%, Danang optimistis target tercapai 75% bisa segera terealisasi. "Semoga saja jalan tol Seksi II bisa dilelang paling lambat November mendatang. Harapannya akhir tahun pengerjaan konstruksi bisa segera dimulai," katanya.

Meski belum bisa melakukan lelang, namun hingga kini Danang mengakui sudah mulai menyiapkan sejumlah dokumen dan persyaratan lelang, termasuk persiapan tim lelang. Dikatakan, persiapan sejak dini dilakukan agar apabila pembebasan lahan sudah mencapai 75%, proses lelang bisa segera dilakukan. "Pokoknya semakin cepat lelang diadakan akan semakin baik. Mohon doa restunya," harapnya.

Minggu, 22 Agustus 2010

Waspadai, Banyak Penyakit di Balik Mode Busana Bekas





MEMILAH BAJU BEKAS: Seorang pembeli sedang memilah baju impor bekas di awul-awul Jalan Setyabudi Banyumanik, Semarang Selatan. (SM CyberNews/ Diantika PW)

SECARA tidak langsung, baju impor bekas ternyata turut serta membentuk subkultural gaya anak muda saat ini yang hendak tampil unik dan nyentrik. Selain karena baju-baju tersebut banyak yang bermerek ternama, model pakainan-pakaian itu pun bisa dipastikan tak banyak yang serupa. Terang saja, sebab keberadaannya tidak seperti baju baru yang diproduksi secara massal.

Kendati Menteri Perindustrian dan Perdagangan sudah melarang impor pakaian bekas, namun pada kenyataannya, saat ini pasaran pakaian bekas impor tetap marak bahkan makin laris manis, terlebih di kota-kota besar. Sebut saja di Jogja, Semarang, Bandung, Jakarta dan Batam. Di Semarang, toko maupun lapak baju import bekas ini biasanya di sebut awul-awul. Dinamakan demikian, konon karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja sehingga jadi awul-awulan (berantakan).

Jika jeli memilih, konsumen awul-awul akan mendapatkan busana trendi bermerek dengan harga yang sangat murah. Tetapi, pernahkan para konsumen baju bekas yang didominasi mahasiswa ini menyimak bahaya penyakit yang dibawa baju-baju bekas tersebut? Sebab, ada anggapan bahwa baju-baju bekas itu sebenarnya sampah buangan dari negara-negara yg lebih sejahtera seperti Korea, Jepang, Cina, Singapore, dan Amerika. Maka, secara medis barang-barang itu dapat menjadi biang perantara penyakit menular.

Jangankan baju bekas, baju baru saja juga banyak terdapat bakterinya. Peneliti Departemen Microbiology and Immunology Universitas New York menemukan jejak partikel ragi, feses, bekas ludah, bakteri kulit, dan bakteri vagina melekat pada baju-baju baru. "Paling banyak ditemukan di daerah ketiak dan pangkal paha," kata Dr Phillip Tierno, yang memimpin penelitian itu.

Kuman Tumbuh Subur

Sudah barang tentu, baju-baju awul-awul menjadi sarang kuman yang jumlahnya berlipat-lipat lebih banyak dibanding baju baru. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr Retno Indrastiti Sp KK mengatakan, kemungkinan besar jamur-jamur itu tumbuh subur di pakaian bekas ini, apalagi jika pemiliknya terdahulu memiliki penyakit kulit.

"Orang-orang di luar negeri aja nggak mau barang itu, lha kok kita malah nerima, kasian benar bangsaku. Padahal pakaian lokal yang masih gres (baru-red) dengan kualitasnya bagus dan harganya terjangkau saja juga masih banyak," tuturnya.

Memang konsumen bisa mencuci dan mensetrika baju-baju itu terlebih dahulu. Namun sayangnya, tidak semua orang mau mencuci dan menyetrika secara benar. Jika di baju bekas itu terdapat kutu atau serangga, maka dapat menyebabkan Si pemakainya terinfeksi aneka penyakit kulit, hingga sistem pernafasannya pun bisa terganggu.(sumber : SM 21 Agt 2010)

Proyek Tol Ungaran-Bawen Ditarget Mulai Akhir Tahun

Semarang, CyberNews. Pemprov Jateng menargetkan pengerjaan konstruksi jalan tol Seksi II Ungaran-Bawen bisa dimulai paling lambat akhir tahun 2010. Proyek konstruksi jalan tol sepanjang 9 km tersebut diperkirakan memakan waktu sedikitnya 18 bulan pengerjaan.

Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmodjo menyatakan, proyek fisik belum bisa dilakukan dalam waktu dekat karena pembebasan lahan baru mencapai 60%. Sesuai ketentuan, proyek fisik baru bisa dimulai apabila pembebasan lahan sudah mencapai minimal 75%. "Kami tengah berupaya agar pembebasan lahan bisa dikebut dan segera mencapai 75% supaya proyek fisik bisa segera dimulai," terangnya.

Menurut Danang, pembangunan jalan tol Ungaran-Bawen membutuhkan lahan total 133,5 ha. Sebanyak 60% diantaranya telah dibebaskan, yakni 50,8 ha atau 39,81% lahan milik penduduk sedangkan sisanya tanah milik pemerintah. Sisa 40% lahan yang belum dibebaskan diperkirakan akan menelan dana hingga Rp 145 miliar. Pemprov sendiri telah mengalokasikan dana Rp 60 miliar, sisanya sebanyak Rp 85 miliar baru diajukan ke pemerintah pusat.

Jalan tol Seksi II Ungaran-Bawen dengan panjang 9 km tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sekitar Rp 1 triliun. Pemprov Jateng saat ini sudah menyiapkan dokumen tender sehingga apabila pembebasan lahan telah tercapai 75% maka akan segera dilelang proyek fisiknya.

Terpisah, Ketua Tim Pembebasan Tanah (TPT) jalan tol Semarang-Solo Suyoto mengakui, proses negosiasi pembebasan lahan dengan warga terhenti sejak Mei lalu. Hal itu dikarenakan belum adanya dana dari pemerintah, sehingga pihaknya belum berani melanjutkan negosiasi dengan warga.

Lebaran, Tol Dipastikan Tak Selesai

* Gubernur Nilai Pekerjaan Menggembirakan

SEMARANG - Kendati jalan tol Semarang-Solo Seksi I (Semarang-Ungaran) tak bisa diselesaikan Agustus ini, namun banyak kemajuan dalam tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana proyek.

Hal itu diakui Gubernur Bibit Waluyo saat meninjau lokasi proyek, Kamis (19/8). Ia memberi apresiasi positif kepada PT Waskita Karya yang mengerjakan penggalan kedua yang dianggap sulit dengan baik.

Menurut Bibit, perkembangan jalan tol Semarang-Ungaran dari hari ke hari makin menggembirakan. Sejumlah kendala dan masalah yang muncul di lapangan bisa direspons dengan baik oleh pelaksana proyek.

“Memang Lebaran belum bisa digunakan. Namun, ada respons yang positif dari pihak Waskita Karya sebagai pelaksana proyek, karena memang hambatan yang dihadapi pada rute ini cukup berat.” Dari tiga penggalan jalan tol Semarang-Ungaran, ditemukannya lahan jurang labil yang masuk pada penggalan kedua.

Dari hitung-hitungan para ahli, untuk pemancangan paku bumi dan cor-coran membutuhkan waktu hingga satu bulan. Pelaksana proyek telah menambah alat berat dan pekerja untuk mempercepat penyelesaian.
Sementara pada pengerjaan penggalan pertama yang digarap PT Adhi Karya sepanjang 3,525 km tidak ditemukan masalah yang berarti dan selesai sesuai target.

Rute itu sudah siap untuk digunakan dan tempat pembayaran tiket sedang dalam tahap penyelesaian. Sementara untuk paket pekerjaan yang digarap PT Waskita Karya, pengerjaan masih terfokus menangani tanah labil di jurang tersebut. Bibit berharap, penyelesaian jalan tol Semarang-Ungaran itu diharapkan dapat secepatnya selesai, sehingga pengerjaan Seksi Kedua (Ungaran-Bawen), bisa dilanjutkan.

Selasa, 17 Agustus 2010

Mandiri Langgar Aturan BI

* Tudingan Anggota Dewan soal Kasus Jatirunggo : Polres-Kejati Bisa Sama-sama Mengusut

SEMARANG - Bank Mandiri diduga melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam kasus overbooking dana jual-beli tanah warga Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Peraturan yang dilanggar itu adalah PBI Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Antipencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) bagi Bank Umum.

Anggota Komisi D DPRD Jateng Hj Gatyt Sari Chotijah mengungkapkan, sesuai ketentuan tersebut, bank umum harus melakukan customer due dilligence (CDD), yaitu berupa kegiatan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sesuai dengan profil nasabah.

Bank umum, kata dia, juga harus melaksanakan enhanced due dilligence (EDD), yaitu tindakan lebih mendalam yang dilakukan bank pada saat berhubungan dengan nasabah yang tergolong berisiko tinggi, termasuk terhadap kemungkinan pencucian uang.

“Harusnya bank umum mempunyai ketentuan yang memberi rambu-rambu menyangkut peringatan wajar atau tidak wajarnya suatu transaksi keuangan yang mencurigakan, yang ada indikasi tindak pidana pencucian uangnya, atau terhadap rekening yang hanya kelewatan saja,” tandas Gatyt.

Dalam kasus pemindahbukuan pembayaran dari pemerintah kepada 99 warga Jatirunggo melalui rekening Bank Mandiri, dan sehari kemudian terjadi pemindahbukuan dari rekening warga ke sejumlah rekening broker dan spekulan, ia menilai hal itu sebagai kejanggalan dan harus dicurigai. “Bank harus mempunyai kehati-harian pada setiap transaksi, tidak bisa lepas tangan seperti itu,” ucapnya.

Bank Mandiri belum dapat dimintai tanggapan atas tuduhan tersebut.
Ketika dihubungi beberapa kali, kemarin, handphone Vice President Regional VII Semarang Bank Mandiri, Arnold, tidak diangkat. Sebelumnya, dalam beberapa kali kesempatan Arnold mengatakan bahwa dalam overbooking itu Bank Mandiri telah menempuh prosedur yang benar. Bank hanya bertindak sejauh perintahnya valid. Bank Mandiri telah mendapat instruksi dari nasabah untuk melakukan overbooking, dan data mereka valid.

Ia juga menegaskan bahwa Bank Mandiri sudah melakukan asas kehati-hatian dengan melakukan verifikasi terhadap sejumlah dokumen sebelum melakukan overbooking.

Lebih lanjut Gatyt menyatakan, jika terjadi pembiaran seperti dalam kasus overbooking pembelian tanah-tanah di Desa Jatirunggo yang digunakan untuk pengganti lahan hutan yang terkena proyek tol itu, maka Bank Mandiri dapat dianggap telah turut bekerja sama (dalam hilangnya dana nasabah). Sebab, bank mengetahui transaksi awal sampai akhir kepada nasabah. Namun, bank tidak memberi pemahaman dan pengetahuan yang cukup terhadap nasabah terkait.

Politikus dari Partai Hanura itu mengemukakan, terhadap transaksi di atas Rp 100 juta, ada ketentuan di bank tentang knowledge your customer (KYC). Jadi, ujarnya, bank tidak bisa hanya melihat dengan ’’kacamata kuda’’.

“Saya menyarankan supaya meminta penjelasan saksi ahli, apakah ia (bank) turut bekerja sama atau melakukan pembiaran yang dapat diartikan turut bekerja sama. Pembiaran ini sudah termasuk kategori tindak pidana Pasal 52 dan Pasal 55 KUHP.”

Gatyt menambahkan, ia menengarai eksekutif, entah pusat atau daerah, melakukan jual-beli informasi tanah kepada spekulan. “Ini seperti ada desain besar, ada yang sejak dua tahun silam menjual informasi ke spekulan dan broker sehingga mereka yang terhitung orang jauh di luar provinsi itu bisa bergentayangan ke desa melakukan pengkondisian-pengkondisian. Saya menduga ada oknum TPT (Tim Pembebasan Tanah) atau orang pusat yang bersekongkol.”

Dia mengungkapkan, baik Bank Mandiri, TPT, maupun kades Jatirunggo harus diklarifikasi dan dimintai tanggung jawab secara tuntas atas kerugian warga.
“Jadi tidak bisa uncal-uncalan (saling lempar). Semuanya harus bertanggung jawab dan diusut tuntas.”

TPT Jalan Tol Semarang-Solo, katanya, dari awal sudah mendengar ada broker, sehingga seharusnya melakukan penyelidikan lebih jauh terlebih dahulu.
Misalnya, memberitahu bahwa tanah seluas 27,8 ha kepunyaan 99 warga Desa Jatirunggo yang dibeli pemerintah, telah dibrokerkan. Dewan, kata dia, lebih jauh akan mendalami tugas pokok dan fungsi TPT dalam jual-beli tanah tersebut.

“Kalau jeli, negara sebetulnya dapat membeli Rp 20 ribu/m2, namun kenapa dinaik-naikkan menjadi Rp 50 ribu/m2. Tetapi TPT mengaku tidak mendalami masalah itu lebih jauh. Kalau ini sebuah keteledoran, itu merupakan pelanggaran hukum,” tandas dia.
Mata Rantai Terputus Ketua Komisi D DPRD Jateng Rukma Setia Budi mengatakan, pekan ini anggota Komisi akan terjun ke lapangan guna menghimpun data dan bahan keterangan lebih jauh terkait dengan kasus overbooking itu. Sebab, kalau mengharapkan keterangan TPT dan Bank Mandiri, tetap akan ada mata rantai yang terputus.

“Harapan kami, dengan menghimpun data dan bahan keterangan langsung dari warga, akan dapat mengungkap hal-hal yang belum jelas, seperti mereka disuruh apa, dan lebih penting lagi adalah siapa yang memerintahkan mereka. Sebab, tidak mungkin overbooking itu keinginan warga sendiri,” ucap politikus PDIP itu.

Rukma berpendapat, warga dan pendampingnya, baik kades maupun LSM, harus berani melapor ke polisi terkait dengan tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencucian uang.

“Kejati pun harus mengusut korupsinya. Kalau korupsi, jelas tanpa pengaduan pun jaksa bisa bergerak sendiri. Jadi dalam hal ini, Polres dan Kejati bisa sama-sama mengusut.”

Kajati Jateng Salman Maryadi mengatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut informasi yang berkembang belakangan. Ia enggan banyak berkomentar mengenai penyelidikan yang dilakukannya.

Menurutnya, masalah Jatirunggo tampak seperti akal-akalan, mengakali aturan hukum, untuk meraih keuntungan atas pembelian tanah warga desa. “Saya tidak boleh bicara terlalu jauh, kami akan dalami dulu. Tapi pengungkapan media soal saling lempar tanggung jawab itu bagus, menarik,” ujarnya.

Sementara itu, Polres Semarang mengaku kesulitan menyelidiki kasus itu. Warga dinilai tertutup kepada polisi. Kapolres Semarang AKBP Drs Hariyanta MSi melalui Kapospol Pringapus Iptu Parmin menjelaskan, dalam kasus ini polisi sudah berupaya mendampingi warga untuk menjelaskan duduk perkara.
“Sebagian warga keberatan dimintai data. Warga masih percaya pada LSM yang katanya menjamin 95 persen dana di Bank Mandiri bisa cair,” kata Iptu Parmin. Menurut dia, jika polisi akan melangkah lebih jauh juga kerepotan, karena tidak ada laporan dari warga.

“Memang tanpa laporan pun polisi bisa masuk. Tapi dasar kami kan harus kuat, sehingga bisa minta izin ke Bank Indonesia untuk memeriksa Bank Mandiri Undip,” imbuh Parmin.

Minggu, 15 Agustus 2010

Saling Lempar Tanggung Jawab

Antara TPT dan Bank Mandiri


* Kejati Harus Bertindak

SEMARANG - Antara Tim Pembebasan Tanah (TPT) Tol Semarang-Solo dan Bank Mandiri, saling lempar tanggung jawab dalam permasalahan overbooking pembelian tanah 99 warga Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang seluas 27,8 ha.

Ketua TPT Tol Semarang-Solo Suyoto bergeming. Alasannya, TPT hanya memerintahkan Bank Mandiri memindahbukukan ke warga, bukan memerintahkan overbooking sehingga mengakibatkan pemindahbukuan dari rekening warga penerima ganti untung ke sejumlah rekening orang lain lagi.

Apakah tahu ada aplikasi overbooking Bank Mandiri dari warga ke broker? “Itu ranahnya bank. Saya kan tidak boleh liat di dalamnya.”

Sementara, Vice President Regional VII Semarang Bank Mandiri, Arnold, mengatakan, langkah overbooking yang dilakukan bank bukan dalam konteks siapa yang mengisi dan siapa yang diisi. Dalam overbooking, bank hanya bertindak sejauh perintahnya valid, maka pihaknya dapat melakukan transaksi.

Bank Mandiri, katanya, dalam hal tersebut telah mendapat instruksi dari nasabah untuk overbooking. Data mereka itu valid.
Sampai sekarang, pihaknya masih confident melakukan langkah yang sesuai prosedur. Ia mengaku, Bank Mandiri pun sudah melakukan asas kehati-hatian, dengan memverifikasi sejumlah dokumen sebelum overbooking.

“Perlu diingat, dalam hal ini bank hanya bertugas melakukan transaksi. Sejauh instruksinya itu valid, instruksi itu dijalankan.”

Berkenaan pernyataan anggota Komisi D DPRD Jateng yang menudingnya berbohong karena merasa tak tahu tanah 99 warga desa itu sudah dibrokerkan, sementara Kades Jatirunggo Indra Wahyudin telah menginformasikan pembrokeran tersebut ke TPT, Suyoto akhirnya mengakui kalau dirinya pernah mendengar masalah broker itu.

Tetapi, ia menegaskan, dirinya hanya sebatas mendengar saja. “Masalahnya saya hanya mendengar. Mendengar kan boleh. Tapi benar tidaknya kan harus dibuktikan. Ini bukti yang ditunjukkan warga, tanah itu masih milik mereka masing-masing.

Yang penting, saya melanjutkan proses itu sesuai prosedur yang benar. Kecuali kalau saya bermusyawarah dengan broker, nah itu tidak benar,” kata dia kepada Suara Merdeka.
Menyangkut pembayaran yang seharusnya diberikan kepada pemilik terakhir dan ternyata broker, dia menegaskan, pemilik terakhir bukan broker, tapi masing-masing (warga), belum ada balik nama.

‘’Kalau tidak ada buktinya (milik broker, red), saya harus bayar ke mana? Kalau mau membayar ke broker kan tidak bisa. Makanya ketika terjadi overbooking, saya tidak tahu, sehingga tetap saya bayar ke pemilik langsung.”

Soal fakta dalam proses jual beli dari warga ke broker itu ada pencatatan di notaris Wahyu Wibawa SH, Suyoto mengaku, tidak tahu. ‘’Yang ada adalah pencatatan notaris pelepasan hak dari warga kepada pemerintah.”

Desain Besar

Ketua Komisi D DPRD Jateng Rukma Setia Budi mengatakan, masih ada satu hal yang belum terungkap dari forum audiensi. Yakni, tentang bagaimana mungkin warga mengisi aplikasi overbooking Bank Mandiri tersebut. Seharusnya, kata dia, pembayaran jual beli itu cukup dengan aplikasi pemindahbukuan dari pemerintah ke warga, bukan overbooking.

“Mestinya kan begitu. Aplikasinya cukup transfer saja, atau aplikasi pemindahbukuan dari pemerintah kepada 99 warga. Masalah setelah itu warga berurusan harga dengan broker, urusan nanti. Tapi ini kan warga diberikan aplikasi overbooking yang sepertinya warga tidak tahu apa akibat yang akan mereka tanggung setelah pengisian aplikasi tersebut. Saya yakin ini ada desain besar oleh orang-orang cerdas di balik peristiwa ini,” katanya.

Faktanya, kata dia, dalam kasus itu ada transfer ke warga dengan ganti untung Rp 50 ribu/m2. Tetapi sehari kemudian langsung ada pemindahbukuan dari rekening warga ke sejumlah rekening broker dan spekulan.
“Alasan pihak Bank Mandiri seperti itu, tapi TPT mengaku tidak memerintahkan pemindahbukuan rekening warga ke rekening broker. Tapi namanya overbooking itu kan dua kali transfer, makanya terjadi masalah ini. Ini aneh,” ujar politisi PDIP itu.

Rukma mengatakan, Dewan akan mencari data dan informasi langsung dari warga. Jika memang nantinya warga berkeinginan menempuh ke jalur hukum, Komisi D bersedia mendampinginya untuk membuat delik aduan.

Terpisah, Presidium Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, pada masa Orde Baru dulu, kasus overbooking sejenis telah terjadi di Boyolali. Waktu itu menganggap itu sebagai tindak pidana korupsi.

“Bagaimanapun, negara dalam hal ini kan rugi, masyarakat juga rugi. Pembayaran pembelian tanah warga dengan mendasarkan appraisal itu boleh-boleh saja. Namun appraisal pun kan ada harga minimal dan harga maksimalnya. Pembayaran kan tidak harus maksimal, di bawah maksimal pun kan bisa.

Negara sudah membayar Rp 50 ribu/m2, sementara sebetulnya negara bisa saja membayar Rp 20 ribu/m2.”
Sebab itu, tandas Boyamin, Kejaksaan Tinggi harus meneruskan pengusutan kasus ini untuk memproses korupsinya. Bukan hanya sekadar menyelamatkan duit negara atau mengecek duit itu sudah sampai ke masyarakat atau belum.

“Ini kan ada selisih Rp 30 ribu/m2 dalam pembelian lahan 27,8 hektare. Berarti jelas negara dirugikan. Terus terang saya curiga, dalam proses ini ada permainan oknum TPT dan pejabat bank.”

Lebaran, Tol Semarang-Ungaran Belum Beroperasi


Semarang. Jalan tol Semarang-Ungaran yang masih dalam proses pekerjaan konstruksi direncanakan bisa beroperasi sebelum masa mudik lebaran ini. Namun menilik perkembangan pembangunan yang lambat, jalan tol yang diharapkan bisa mengurangi kemacetan itu diperkirakan belum bisa beroperasi pada awal September nanti.
Anggota Komisi D DPRD Jateng Khayatul Maki, Selasa (10/9), menyatakan, sejak awal dirinya pesimis jalan tol Semarang-Ungaran bisa beroperasi sebelum lebaran. Pasalnya, beberapa persoalan menghadang proses pembangunan konstruksi, terutama sulitnya negosiasi pembebasan tanah.
Selain tanah, persoalan teknis dan cuaca juga menjadi faktor penghambat pelaksanaan proyek sepanjang 14,1 km tersebut. "Percepatan yang dilakukan pelaksana proyek ternyata belum optimal. Kalau mau mengejar beroperasi sebelum lebaran, harus mengerahkan lebih banyak tenaga dan alat berat. Apalagi cuaca akhir-akhir ini juga cenderung bagus, sudah jarang hujan," katanya. Dijelaskan, beberapa jembatan hingga kini belum tersambung sepenuhnya. Selain itu, jalan pun masih ada beberapa titik yang belum rampung proses pengerasan dengan sistem betonisasi.
Anggota Komisi D lainnya Heri Pudyatmoko meminta Pemprov Jateng bersikap tegas terhadap tiga pelaksana proyek tol Semarang-Ungaran. Pasalnya sejak awal Gubernur Jateng Bibit Waluyo telah menyatakan proyek bisa rampung Juli dan beroperasi pada Agustus.
Namun menilik perkembangan di lapangan, target itu pun diubah sehingga bisa dibuka sebelum lebaran. "Kalau pelaksana tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu, ya didenda. Pemberian sanksi salah satu upaya agar pelaksana
serius menyelesaikan proyek fisik," terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmojo menyatakan pihaknya masih berusaha menyelesaikan pengerjaan fisik jalan tol. Diakuinya, alat luncuran yang baru saat ini sudah mulai dirakit dan dipasang di lokasi guna menghubungkan jembatan di Susukan. Namun demikian diakuinya masih butuh proses dalam pelaksanaannya.
"Nantinya kalau alat sudah siap juga akan dibantu dengan crane agar penghubung jembatan bisa segera terpasang," katanya. Sementara pengeprasan bukit di Leyangan Kabupaten Semarang hingga kini juga belum rampung. Dari ketinggian awal sekitar 30 meter, baru separuhnya saja yang telah berhasil dikepras.
Masih adanya hujan, lanjutnya, menjadikan pengeprasan bukit kurang optimal karena kendaraan berat tidak berani mengangkut material. "Kami tetap berusaha bisa menyelesaikan sesuai jadwal, sebelum lebaran. Mohon doa restunya agar bisa selesai," terangnya.

Sabtu, 14 Agustus 2010

BATAL MELAYANI ARUS MUDIK 2010 ?


’’Jangan Salahkan Penggarap Tol’’
SEMARANG - Gubernur Bibit Waluyo meminta masyarakat tidak menyalahkan pemerintah dan penggarap, terkait dengan terhambatnya penggarapan proyek tol
Semarang-Solo Seksi 1 (Semarang-Ungaran).

Tol Semarang-Ungaran hampir dapat dipastikan tak bisa digunakan sebelum Lebaran tahun ini seperti target awal.

”Saya ini sudah malang-melintang ngurusi jalan tol. Tiap hari saya ngecek pekerjaan jalan tol itu. Namun seperti itu kenyataannya. Jadi aja dipaido terus, katanya inilah, itulah, seperti yang disampaikan di media. Nanti lama-lama di media aku ditulis, judulnya begini, gubernur nggedebus,” kata Bibit.

Ia menjelaskan, memang ada kendala-kendala yang mengadang proses pengerjaan jalur bebas hambatan itu. Dari tiga penggalan di Seksi Semarang-Ungaran tersebut, penggalan 1 yang dikerjakan Adhi Karya memang tidak ada masalah. Akhir Agustus sudah bisa rampung 100 persen. Bahkan, tiket-tiket tol juga sudah disiapkan.
”Tinggal dibagi saja kepada kendaraan yang akan lewat,” jelasnya.

Adapun di penggalan kedua yang dikerjakan Waskita Karya ternyata muncul masalah sulit, yaitu keberadaan jurang yang cukup dalam. Permasalahan itu tak gampang diatasi, sebab setiap kali diuruk tanah, selalu ambles. Solusinya yakni dengan pembuatan paku bumi yang membutuhkan waktu setidaknya satu bulan.
Kurang Matang Dengan segala kendala teknis pada penggalan kedua itu, Bibit tidak bisa menjamin bahwa pada saat Lebaran nanti jalan tol tersebut sudah rampung dan bisa digunakan.

Ia mengakui, kendala itu muncul akibat perencanaan teknis yang kurang matang. Selanjutnya, pada penggalan ketiga yang dikerjakan Istaka Karya, terkendala pengeprasan bukit. Di luar kendala teknis, muncul pula persoalan lain, yakni kasus pemindahbukuan ganti untung lahan pengganti hutan di Desa Jatirunggo, Kecapatan Pringapus, Kabupaten Semarang, senilai Rp 13,5 miliar.

Namun sebetulnya, menurut Bibit, persoalan tersebut bukan ranah Tim Pembebasan Tanah (TPT) Jalan Tol Semarang-Solo. Sebab, TPT sudah membeli tanah tersebut tanpa menyalahi aturan yang berlaku. (sumber : suara merdeka 14 agustus 2010)

Jumat, 13 Agustus 2010

Material Bukit Cemara Sewu Hambat Pengeprasan


Ungaran. Pengeprasan Bukit Cemara Sewu di Kalirejo, Ungaran, Kabupaten Semarang yang dilakukan oleh PT Istaka Karya (Persero)merupakan bagian dari proyek Jalan Tol Semarang-Solo Tahap I, terkendala kandungan material bukit dan cuaca yang menghambat pegerukan serta pemadatan tanah.

Beberapa kilo badan jalan menuju Bukit Cemara dan badan jalan selepas bukit, masih berupa tanah yang belum berbeton. Bukit Cemara Sewu, materialnya mengandung batu-batuan dalam ukuran besar dengan diameter sekitar 1 meter sampai 1,5 meter, sehingga harus dipecah-pecah dahulu.

Sampai hari ini, para pekerja masih nampak sibuk memecah bebatuan itu. Awal Juli lalu ketinggian Bukti Cemara Sewu sekitar 48 meter, dan setelah proses pengeprasan sekarang sudah turun menjadi sekitar 12 meter.

"Di samping itu cuaca hujan pun mengganggu proses pemadatan tanah. Akibat hujan tanahnya basah, tidak bisa untuk nimbun langsung. Pada gunung yang dikepras, keprasannya dimanfaatkan untuk mennguruk lembah menjadi badan jalan. Tapi pengurukan badan jalan ini kalau hujan terhambat, kalau tanahnya basah susah kan dipadatkan," kata Kepala Dinas Bina Marga Jateng Danang Atmodjo, Rabu (11/8).

Menurut Danang, kandungan material bukit yang berisi batu-batuan besar itu, tidak begitu menghambat proses pengeprasan. Menurutnya, cuacalah yang sangat mengganggu, sebab kalau nanjak sementara tanahnya basah, truk tidak berani ambil tanah-tanah yang dikeruk.

Sanksi Keterlambatan
Anggota Komisi D DPRD Jateng Khayatul Maki mengatakan, target akhir Agustus Jalan Tol Semarang-Solo Seksi I (Semarang-Ungaran), tidak realistis jika dipaksakan. Dari target yang semula harusnya selesai Juli 2010 dan kemudian diundur akhir Agustus,
sepertinya perampungannya harus diundur lagi selepas Lebaran. "Jika dipaksakan, khawatirnya akan berpengaruh terhadap kualitas."

Politisi PPP ini berujar, Pemprov semestinya memiliki prosedur pemberian sanksi terhadap keterlambatan pekerjaan. Sanksi itu dapat berupa denda keterlambatan. Dengan demikian, kinerja kontraktor yang menggarap akan benar-benar serius.

Khayatul berharap seharusnya terhadap proyek jalan tol itu ada koordinasi yang bai antara legislatif, eksekutif, dan kontraktor penggarap. Namun sejauh ini, kata dia, tidak pernah ada laporan dari kontraktor maupun eksekutif ke DPRD.

"Kalau ada masalah baru koordinasi dengan Dewan. Ini berarti kurang ada sinergi. Memang tidak ada kewajiban kontraktor melapor ke legislatif, namun ia mengharap setidaknya ada koordinasi dengan Dewan menyangkut perkembangan-perkembangannya, sehingga jika ada kendala-kendala, dapat dibicarakan bersama mengenai solusi-solusi alternatifnya," kata dia.

Warga Pertanyakan Ganti Untung Tol

UNGARAN - Tiga dari sembilan warga terkena proyek tol (WTP) di Kalirejo, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, untuk ke sekian kali mempertanyakan ganti untung lahan tol Semarang-Solo ke Pemkab Semarang, Senin (9/8).

Tiga warga tersebut adalah Maskoni (46), Muhammad 57), dan Iranawati (28). Mereka didampingi kuasa hukumnya dari Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (Gibas) DPC Jateng. Pada kesempatan ini, warga ditemui Ketua Tim Pengadaan Tanah (TPT) Suyoto dan Asisten I Setda Pemkab Semarang Endang Ani Suesti SH.

’’Kami mempertanyakan ganti untung selanjutnya bagaimana ini masih terbengkelai, padahal lahan sudah digunakan,’’ kata Muhammad, kemarin. Ia bingung lantaran belum ada kesepakatan harga antara warga dan TPT namun lahan sudah diuruk. Uang ganti untung yang dititipkan TPT ke pengadilan, oleh warga juga tidak diambil karena belum ada kesesuaian harga.

Ketua DPC Gibas Jateng Rohgianto mengatakan, pihaknya memediasi warga dengan Komnas HAM. ’’Yang membuat warga marah itu kan karena tuntutan ganti untung belum dipenuhi. Warga tidak berlebihan dalam hal ini karena sesuai harga pasaran,’’ jelas dia.

Menurut Rohgianto, apa yang dilakukan pemerintah sesuai prosedur dan konsinyasi. Namun hal itu tidak bisa dipaksakan tatkala belum ada kesepakatan harga. ’’Warga masih wajar meminta tambahan ganti untung. Nilainya variatif,’’ jelas dia.
Kerugian Nonmaterial Rohgianto menegaskan, dengan adanya kasus ini warga menuntut tambahan 50 % sebagai kerugian nonmaterial. Jadi misalnya tuntutan materi Rp 1 juta ditambah nonmaterial 50 % menjadi Rp 1,5 juta.’’Warga juga tidak mau ukuran tanahnya ditambahi dari 100 meter menjadi 150 meter. Mereka bilang itu haram,’’ tegasnya.

Selasa, 10 Agustus 2010

Konspirasi Broker Harus Dibongkar

• Kasus Raibnya Dana Tol di Bank
SEMARANG - Pemprov Jateng melalui Tim Pembebasan Tanah (TPT) Jalan Tol Semarang-Solo semestinya mengecek dahulu kepada siapa pembayaran lahan pengganti hutan seluas 27,8 hektare di Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang itu diberikan.

Pakar hukum Unissula Semarang, Rahmat Bowo Suharto mengatakan, konspirasi broker dalam masalah pemindahbukuan ganti ruhi lahan pengganti dari warga ke broker harus dibongkar tuntas. Menurut dia, hal itu mungkin dapat melibatkan TPT maupun Bank Mandiri serta perangkat desa.

Ia mengatakan, jika sebelumnya telah terjadi kesepakatan antara warga dengan broker menyangkut jual beli tanah di lokasi tersebut, patut dipertanyakan atas dasar apa pemerintah membayar kepada 99 keluarga itu.
Selain itu, tegas dia, pihak Bank Mandiri mestinya juga harus berhati-hati. Jangan hanya karena ada perjanjian pemindahbukuan dari warga atau para pihak, bank lantas melakukan pemindahbukuan ke rekening broker setelah mentransfer duit ganti rugi lahan pengganti hutan itu ke warga.

”Bank itu juga harus meneliti dalam konteks apa tanah dijual dan dalam konteks apa pemindahbukuan itu dilakukan. Kalau misal tanah itu dijual dalam konteks untuk kepentingan umum, bank itu harus hati-hati dengan cara mengecek silang cek dengan TPT.

Sementara itu, menanggapi desakan sejumlah pihak, TPT harus ikut bertanggung jawab atas hilangnya dana Rp 13,5 miliar milik 99 pemilik lahan kering di Jatirunggo Pringapus, di Bank Mandiri, TPT tetap bersikukuh hal itu di luar kewenangannya.

Sebab, apa yang dilakukan TPT terkait tukar guling lahan Jatirunggo dengan hutan Penggaron Ungaran yang terkena proyek Tol Semarang-Solo, menurut Ketua TPT Suyoto, sudah sesuai prosedur yang benar. ”Kalau dana di bank hilang, itu di luar kewenangan kami. Apa itu realistis kalau uang di bank hilang, TPT disuruh bertanggung jawab?” katanya kepadda wartawan di Ungaran, kemarin.
Miliki Bukti Menurut Suyoto, saat sosialisasi dan pembayaran, ada setidaknya 72 orang yang hadir. Pihaknya memiliki dukti-bukti dokumen, foto-foto warga yang hadir pada 15 September 2009, dan berita acara kegiatan. ”Kalau warga merasa tidak pernah ikut sosialisasi dengan TPT itu namanya plin-plan,” terangnya.

Dijelaskan, pihaknya mengetahui over booking setelah rekening diserahkan di Balai Desa Jatirunggo. Pengisian aplikasi, lanjutnya, juga dilakukan warga di balai desa ini. (sumber, Suara Merdeka_10-8-2010)

Senin, 09 Agustus 2010

Anggaran Box Traffic STA. 9+100 dari Pusat


UNGARAN - Anggaran penambahan box traffic atau terowongan tol Semarang - Solo di Ngemplak Susukan, Ungaran Timur, direncanakan tidak membebani Kabupaten Semarang. Dana penambahan satu unit box traffic ini dimungkinkan diambilkan dari pusat. Kepala Dinas Bina Marga SDA dan ESDM Kabupaten Semarang Ir Totit Oktoriyanto MM didampingi Kabid Pembangunan Jalan dan jembatan Ir Supratmono MT mengatakan ini, kemarin.

‘’Usulan Pemkab untuk menambah satu unit box culvert atau box traffic dipertimbangkan untuk disetujui oleh pusat,’’ jelasnya.

Ketua Komisi C DPRD Mas’ud Ridwan SE menegaskan, penambahan satu unit box traffic Sta 9+100 Susukan, disetujui pemerintah pusat. Penambahan box culvert ini penting untuk menghidupkan jalur lingkar Ungaran yang menghubungkan Susukan dengan Kalongan, Ungaran Timur.

‘’Penambahan itu sudah disetujui Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT). Kami sudah memegang surat persetujuan tersebut,’’ kata Mas’ud yang belum lama ini berkunjung ke Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurut pria yang biasa disapa Gus Ud ini, dalam waktu dekat box traffic akan dibuat di Ngemplak, Susukan sebelum jalan tol ruas Semarang-Ungaran jadi.
Dijelaskan, pertemuan di BPJT ini menindaklanjuti rapat koordinasi antara DPRD bersama Trans Marga Jateng (TMJ), Bina Marga Provinsi, perusahaan pelaksana tol, dan dinas terkait di Kabupaten Semarang.

‘’Soal penambahan traffic light dan peningkatan jalan di Jl Letjen Suprapto Ungaran depan DPRD juga sudah kami sampaikan ke BPJT,’’ terang Mas’ud yang ditemui Sekretaris BPJT di Gedung Kementerian Pekerjaan Umum.

Sebab, Jl Letjen Suprapto akan menjadi koridor utama sebagai pintu masuk tol. Saat ini kondisi jalan tersebut belum memenuhi syarat sebagai koridor utama dan harus mendapat sentuhan. ‘’Seperti penguatan jembatan, pengaspalan, dan sebagainya,’’ ucap Mas’ud yang datang ke Jakarta bersama Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, dan KPPT tersebut.
Terlalu Sempit
Diberitakan sebelumnya, box culvert tersebut dinilai terlalu sempit sehingga mengganggu jalur lingkar Ungaran. Terowongan dengan lebar tiga meter dan panjang 49 meter ini tidak memungkinkan kendaraan roda empat bersimpangan sehingga perlu satu unit lagi.

‘’Kami minta ada satu terowongan lagi agar kendaraan dari dua arah bisa berjalan lancar. Kalau satu terowongan sempit ini jelas mengganggu jalan tembus tersebut,’’ kata Bambang Kusriyanto warga Susukan yang juga Ketua DPRD Kabupaten Semarang.

Kepala Dinas Bina Marga SDA dan ESDM Kabupaten Semarang Ir Totit Oktoriyanto MM membenarkan box culvert terlalu sempit. Menurut dia, pada 2005 sudah ada pembuatan DED jalan tol tersebut. ‘’Dulu saat DED memang jalan lingkar Ungaran tersebut masih jalan setapak. Tapi sebelum pembebasan lahan tol September 2008, jalan tersebut sudah dibangun dengan lebar 8 meter,’’ terang Totit yang ikut ke Jakarta kemarin.

Menurut dia, jalan tembus Ngemplak - Kalongan itu sudah selesai dibangun Juni 2008. Hal ini mestinya diantisipasi dalam pembuatan terowongan. Sebelumnya Pemkab Semarang, sudah dua kali mengirim surat ke pusat melalui Surat Bupati bertanggal 29 Januari 2010 dan 23 Februari 2010 yang isinya permintaan penambahan box culvert

Warga Diminta Beberkan Kesepakatan dengan Broker

SEMARANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng telah membeberkan hasil penyelidikan tentang dana Rp 13,5 miliar milik warga Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, kemarin.

Kajati Salman Maryadi menyinyalir ada keterangan yang disembunyikan oleh sekelompok warga , berkaitan dengan masalah harga pengganti tanah mereka yang akan dipergunakan sebagai lahan pengganti hutan di Penggaron, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, yang terkena proyek Tol Semarang-Solo.

Ia menduga, ada sekelompok warga yang telah bermain, namun gagal mendapatkan keuntungan. Mereka mencoba memengaruhi warga lain yang kurang memahami persoalan, agar melakukan tindakan aksi seakan-akan masalahnya sesederhana rekening mereka hilang setelah Bank Mandiri mentranfer uang ganti rugi tanah.

Salman memaparkan, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Kejati, pihak Tim Pembebasan Tanah (TPT) Tol Semarang-Solo telah membeli tanah tersebut langsung dari 99 kepala keluarga warga Jatirunggo dan tidak melalui pihak ketiga atau broker.

Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan Perpres No 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Salah satu bukti tanah tersebut dibeli langsung dari warga, antara lain adanya bukti pembayaran dari pihak TPT kepada pemilik lahan.

Selain itu, proses pembayaran juga langsung disetorkan ke rekening para pemilik lahan. “Kecuali kalau TPT membeli dari broker nah itu baru melanggar. Kalau seperti itu langsung kita sidik,” ujar dia, di Kantor Kejaksaan Tinggi, Jumat (6/8).

Ia mengemukakan, sekarang justru warga yang harus terbuka pada semua pihak. Sebab, sebelum pembayaran dari TPT Rp 50 ribu berupa saldo rekening Bank Mandiri, warga sudah menerima uang pembayaran dari pihak ketiga Rp 20 ribu. “Kalau diistilahkan mereka ini menjual hingga dua kali,” katanya.

Kalau sudah dijual pada broker, lanjut dia, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa warga menjual lagi pada TPT. Menurut dia, hal itu dapat terjadi karena ada kesepakatan tertentu antara warga, broker, dan panitia desa yang mengurus jual beli itu.

Kesepakatan itulah yang menurut Kajati harus diselidiki. Ia berpendapat, kesepakatan tersebut mungkin dapat menjelaskan kenapa uang dalam rekening warga bisa dipindahbukukan ke rekening tiga orang yang bukan warga desa setempat.

“Pasti ada apa-apa, tidak mungkin 99 kepala keluarga kok tidak tahu semua, seperti di-sirep (perdaya) saja, warga harus jujur mengungkapkannya. Kesepakatan inilah yang menurut kami juga akan menjelaskan mengapa kasus tersebut baru ramai sekarang,” ujarnya.

Salman pun menduga, dapat saja mayoritas warga tidak tahu kesepakatan itu lantaran yang bermain hanya segelintir orang. Kalau demikian, maka yang terjadi adalah penipuan atau kongkalikong antara oknum warga dengan pihak ketiga atau broker.

Dari analisis tersebut, Kajati menyimpulkan bahwa kemungkinan adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut sangatlah kecil. Karena itu, Salman menyatakan, masalah tersebut kini bukan lagi ranah kejaksaan lagi melainkan ranah kepolisian.
Tidak Rugi Namun untuk sampai ke polisi, menurut dia, harus ada laporan dari warga. Jika melapor, ia memprediksi, warga akan kebingungan sendiri jika ditanya soal kerugian yang dideritanya. Sebab, menurut dia, sebetulnya warga tidak rugi karena telah menerima uang ganti rugi dari TPT Rp 50 ribu/m2.

Analisa Kajati itu, didasarkan pada kenyataan ada rentang jarak yang cukup lama antara pembayaran 29 April 2010 dengan mencuatnya kasus ini pada 2 Agustus lalu. “Empat bulan itu lama lo, mengapa baru ramai sekarang?”

Dia katakan, Kejati sebenarnya sudah sejak menyelidiki kasus sejak sebelum ganti rugi dibayarkan pada warga (sebelum 29 April). Saat itu terdapat laporan adanya dugaan penyimpangan dalam jual beli tanah warga. Belasan saksi diperiksa termasuk kepala Desa Jatirunggo, para warga, serta broker.

Namun penyelidikan itu dihentikan sementara, sebab saat itu tanah warga belum dibayar oleh pihak TPT. Lalu, ketika tanah tersebut dibayar pada 29 April ternyata memang tidak ditemukan adanya penyimpangan dalam kasus ini. Sebab pembebasan lahan seluas 27,8 hektare milik 99 warga Desa Jatirunggo tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku.

Berdasar hasil penyelidikan waktu itu, Kejati belum menemukan unsur kerugian negara atau dugaan penggelembungan harga (mark up) dalam pembebasan lahan untuk Tol Semarang-Solo ini. Harga yang dibayarkan TPT Tol Semarang-Solo kepada warga, dinilai juga sudah sesuai dengan harga yang ditetapkan tim appraisal, yakni Rp 50 ribu per meter persegi. Selain itu, pihaknya juga tidak menemukan dugaan adanya pemotongan harga dari nominal yang telah ditetapkan.

Meski demikian, menurut Kajati, penyelidikan yang dilakukan pihaknya, tidak berhenti sama sekali. Ia berujar, kendati kemungkinannya kecil, namun indikasi penyimpangan keuangan negara tetaplah ada. “Masih ada satu yang kami selidiki, tapi ini masih rahasia, nanti bisa bubrah penyelidikannya,” tandas dia.

Dalam kesempatan terpisah, menanggapi persoalan tukar guling lahan di Jatirunggo, mantan Ketua panitia pembebasan tanah (P2T) Kabupaten Semarang Ir H Warnadi MM mengatakan, pihaknya saat itu sempat diminta bantuan TPT untuk membebaskan lahan.
Menurut dia, karena tanah itu bukan untuk kepentingan umum di luar ketentuan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 3/2007, sehingga bukan wilayah P2T yang menangani. “P2T tidak punya kewenangan membebaskan lahan pengganti di Jatirunggo. Yang sosialisasi pertama hingga final tentu TPT,” jelasnya.

Warnadi menambahkan, pembebasan tanah untuk mengganti lahan Perhutani di hutan Penggaron Ungaran itu tentu tanggung jawab TPT dan Perhutani. Menurut dia, yang mengetahui proses ganti rugi tanah di Jatirunggo tentu Departemen Pekerjaan Umum melalui TPT dan Perhutani sendiri.

Sementara itu, Komisi D DPRD Jateng berencana melakukan pemanggilan kepada semua pihak yang terkait dalam proses pembayaran pengganti lahan hutan Rp 13,5 miliar milik warga desa Jatirunggo, yang sementara ini diduga raib dari rekening. Ketua Komisi D Rukma Setia Budi mengatakan, pemanggilan dilakukan untuk mengklarifikasi persoalan yang saat ini sedang terjadi.

“Kami jadwalkan pekan depan mengundang pihak-pihak terkait untuk dimintai penjelasannya berkenaan masalah ini. Yang ingin diundang kemungkinan dari Bank Mandiri, Tim Pembebasan Tanah, Dinas Bina Marga, Dinas Kehutanan, Perhutani, kepala desa, serta warga Jatirunggo,” katanya. Rukma mengatakan dirinya belum dapat menganalisa masalah tersebut, sebelum mengundang pihak-pihak terkait persoalan itu.

Kepala Biro Hukum Pemprov Jateng Prasetyo Ariwibowo berpendapat, sebaiknya warga Jatirunggo melaporkan persoalan yang mereka hadapi ke polisi, sebab persoalan itu menjadi ranah kepolisian.

Dia mengatakan, Pemprov melalui TPT selama ini telah bekerja sesuai mekanisme yang ditentukan. Jika ada dugaan warga kehilangan uang pengganti tanah mereka, dan ada keterlibatan pihak-pihak tim pengadaan lahan atas kejadian yang menimpa mereka, ia mempersilakan warga Jatirunggo menyelesaikan melalui jalur hukum.
Investigasi Terkait raibnya uang ganti rugi proyek jalan tol Semarang-Solo senilai Rp 13,5 miliar pada Bank Mandiri KCP Tembalang Semarang, Bank Mandiri hingga saat ini masih menginvestigasi permasalahan tersebut dengan cermat dan akan segera melaporkan hasilnya kepada pihak yang bersangkutan.

Hal itu diungkapkan Media Relations Bank Mandiri Pusat, Iskandar Tumbuan di Jakarta, semalam. Dalam hal ini, tegas dia, Bank Mandiri akan senantiasa mengutamakan hak nasabah dan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai berdasarkan hasil investigasi tersebut. ‘’Tentu saja, kami segera mengambil laporan kepada pihak terkait sesuai hasil investigasi, ‘’ungkapnya.

Dia menegaskan, sejak kasus itu muncul, pihaknya terus mengikuti progres perkembangan kasus tersebut.’’ Kita senantiasa koordinasi, dan selalu berusaha up date,’’katanya.

Untuk itu, karena masih tengah melakukan investigasi, pihaknya masih baru bisa menyampaikan informasi bila hasil investigasi tersebut telah memberikan gambaran atas kasus tersebut.’’ Untuk sementara jawaban inilah yang bisa diberikan Bank Mandiri, ‘’katanya.

Ganti Rugi Jalan Tol Rp 13,5 M Raib

Semarang, Hampir seratusan warga Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Senin (2/8), mendatangi Komisi Informasi Publik (KPI) Jateng di Jl Tri Lomba Juang Semarang, mengadukan kasus pembayaran ganti rugi lahan pengganti hutan yang terkena proyek Jalan Tol Semarang-Solo, raib dari rekening Bank Mandiri mereka.
Juru bicara warga, Trisno Nugroho, Alan Benardi, dan Puji Widianto, mengungkapkan, ada 98 kepala keluarga yang harusnya mendapat ganti rugi atas tanah mereka yang dibeli Tim Pembebasan Tanah (TPT) Jalan Tol Semarang-Solo. Luas lahan para warga yang terbeli adalah 27,8 hektare, dengan nilai total Rp 13,5 miliar.
Pembayaran tanah mereka, dilakukan pada 29 April lalu, di Balai Desa Jatirunggo. Masing-masing KK yang berhak menerima, diberi rekening Bank Mandiri Tembalang untuk transfer pembayaran. Namun belakangan, ketika warga ingin mengambil uang, rekening mereka kosong, tanpa tahu siapa yang mengambilnya.
Hanya dua warga yang rekeningnya masih utuh. Namun demikian, pihak bank juga tidak mau memberikan penjelasan terkait dengan hilangnya uang itu.
Suparno, warga Desa Jatirunggo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang mengatakan, lahannya yang luasnya mencapai seribuan meter persegi lebih dibeli oleh TPT Jalan Tol Searang-Solo, dengan harga Rp 50 ribu/meter atau dengan total harga Rp 61,5 juta. Pembayarannya tidak diberikan dengan tunai, namun mengunakan jasa Bank Mandiri KCP Undip Tembalang. Namun demikian, pada saat dicairkan ternyata uang itu sudah kosong.
Siti (28), salah seorang warga, tanah orang tuanya seluas 2.813 m2 dihargai Rp 127 juta, mengalami hal serupa. Informasi dari warga, harga ganti rugi masing-masing bervariasi, ada yang di bawah Rp 100 juta, ada yang antara Rp 100juta-Rp 200 juta, ada juga antara Rp 200juta-Rp 300 juta.
Menurut pengakuan mereka, ketika menanyakan ke bank siapa yang mengambil uang di rekening mereka, penduduk tidak mendapatkan informasi dan hanya diberi tahu si pengambil adalah orang yang bernama Agus. Dan ketika meminta rekening korannya, bank tidak bersedia memberikan.
Senin (2/8) warga mempertunjukkan buku rekening Bank Mandiri mereka ke KPI, yang dipergunakan sebagai transfer pembayaran ganti rugi tanah.
Menurut pengakuan warga, lahan mereka itu merupakan tanah-tanah yang dibeli TPT sebagai pengganti lahan hutan di Penggaron seluas 22,4 hektar yang digusur untuk proyek Jalan Tol Semarang-Solo. Sesuai aturan, lahan hutan yang dimakan untuk proyek harus diganti 1:2 atau 44,8 hektare.
Di Jatirunggo, lahan pengganti hanya seluas 27,8 hektar. Sedangkan kekurangannya seluas 17 hektare yang direncanakan di Desa Mluweh, Ungaran Timur, yang hingga kini belum selesai pembebasan lahannya.
Ketua KIP Jateng Rahmulyo Adi mengatakan, pihaknya akan segera memproses masalah tersebut. Diharapkan, Bank Mandiri nantinya mau memberikan keterangan dengan jelas dan gamblang, sebab KIP tidak bisa hanya mendapatkan informasi secara sepihak dalam mengusut hal itu. Wakil Ketua KIP Jateng Bona Ventura mengemukakan, jika dirasa perlu warga pun dapat perlu menempuh upaya pemolisian berkenaan masalah tersebut. (Soklin-8-2010)