javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Selasa, 17 Agustus 2010

Mandiri Langgar Aturan BI

* Tudingan Anggota Dewan soal Kasus Jatirunggo : Polres-Kejati Bisa Sama-sama Mengusut

SEMARANG - Bank Mandiri diduga melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dalam kasus overbooking dana jual-beli tanah warga Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.

Peraturan yang dilanggar itu adalah PBI Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Antipencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) bagi Bank Umum.

Anggota Komisi D DPRD Jateng Hj Gatyt Sari Chotijah mengungkapkan, sesuai ketentuan tersebut, bank umum harus melakukan customer due dilligence (CDD), yaitu berupa kegiatan identifikasi, verifikasi, dan pemantauan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sesuai dengan profil nasabah.

Bank umum, kata dia, juga harus melaksanakan enhanced due dilligence (EDD), yaitu tindakan lebih mendalam yang dilakukan bank pada saat berhubungan dengan nasabah yang tergolong berisiko tinggi, termasuk terhadap kemungkinan pencucian uang.

“Harusnya bank umum mempunyai ketentuan yang memberi rambu-rambu menyangkut peringatan wajar atau tidak wajarnya suatu transaksi keuangan yang mencurigakan, yang ada indikasi tindak pidana pencucian uangnya, atau terhadap rekening yang hanya kelewatan saja,” tandas Gatyt.

Dalam kasus pemindahbukuan pembayaran dari pemerintah kepada 99 warga Jatirunggo melalui rekening Bank Mandiri, dan sehari kemudian terjadi pemindahbukuan dari rekening warga ke sejumlah rekening broker dan spekulan, ia menilai hal itu sebagai kejanggalan dan harus dicurigai. “Bank harus mempunyai kehati-harian pada setiap transaksi, tidak bisa lepas tangan seperti itu,” ucapnya.

Bank Mandiri belum dapat dimintai tanggapan atas tuduhan tersebut.
Ketika dihubungi beberapa kali, kemarin, handphone Vice President Regional VII Semarang Bank Mandiri, Arnold, tidak diangkat. Sebelumnya, dalam beberapa kali kesempatan Arnold mengatakan bahwa dalam overbooking itu Bank Mandiri telah menempuh prosedur yang benar. Bank hanya bertindak sejauh perintahnya valid. Bank Mandiri telah mendapat instruksi dari nasabah untuk melakukan overbooking, dan data mereka valid.

Ia juga menegaskan bahwa Bank Mandiri sudah melakukan asas kehati-hatian dengan melakukan verifikasi terhadap sejumlah dokumen sebelum melakukan overbooking.

Lebih lanjut Gatyt menyatakan, jika terjadi pembiaran seperti dalam kasus overbooking pembelian tanah-tanah di Desa Jatirunggo yang digunakan untuk pengganti lahan hutan yang terkena proyek tol itu, maka Bank Mandiri dapat dianggap telah turut bekerja sama (dalam hilangnya dana nasabah). Sebab, bank mengetahui transaksi awal sampai akhir kepada nasabah. Namun, bank tidak memberi pemahaman dan pengetahuan yang cukup terhadap nasabah terkait.

Politikus dari Partai Hanura itu mengemukakan, terhadap transaksi di atas Rp 100 juta, ada ketentuan di bank tentang knowledge your customer (KYC). Jadi, ujarnya, bank tidak bisa hanya melihat dengan ’’kacamata kuda’’.

“Saya menyarankan supaya meminta penjelasan saksi ahli, apakah ia (bank) turut bekerja sama atau melakukan pembiaran yang dapat diartikan turut bekerja sama. Pembiaran ini sudah termasuk kategori tindak pidana Pasal 52 dan Pasal 55 KUHP.”

Gatyt menambahkan, ia menengarai eksekutif, entah pusat atau daerah, melakukan jual-beli informasi tanah kepada spekulan. “Ini seperti ada desain besar, ada yang sejak dua tahun silam menjual informasi ke spekulan dan broker sehingga mereka yang terhitung orang jauh di luar provinsi itu bisa bergentayangan ke desa melakukan pengkondisian-pengkondisian. Saya menduga ada oknum TPT (Tim Pembebasan Tanah) atau orang pusat yang bersekongkol.”

Dia mengungkapkan, baik Bank Mandiri, TPT, maupun kades Jatirunggo harus diklarifikasi dan dimintai tanggung jawab secara tuntas atas kerugian warga.
“Jadi tidak bisa uncal-uncalan (saling lempar). Semuanya harus bertanggung jawab dan diusut tuntas.”

TPT Jalan Tol Semarang-Solo, katanya, dari awal sudah mendengar ada broker, sehingga seharusnya melakukan penyelidikan lebih jauh terlebih dahulu.
Misalnya, memberitahu bahwa tanah seluas 27,8 ha kepunyaan 99 warga Desa Jatirunggo yang dibeli pemerintah, telah dibrokerkan. Dewan, kata dia, lebih jauh akan mendalami tugas pokok dan fungsi TPT dalam jual-beli tanah tersebut.

“Kalau jeli, negara sebetulnya dapat membeli Rp 20 ribu/m2, namun kenapa dinaik-naikkan menjadi Rp 50 ribu/m2. Tetapi TPT mengaku tidak mendalami masalah itu lebih jauh. Kalau ini sebuah keteledoran, itu merupakan pelanggaran hukum,” tandas dia.
Mata Rantai Terputus Ketua Komisi D DPRD Jateng Rukma Setia Budi mengatakan, pekan ini anggota Komisi akan terjun ke lapangan guna menghimpun data dan bahan keterangan lebih jauh terkait dengan kasus overbooking itu. Sebab, kalau mengharapkan keterangan TPT dan Bank Mandiri, tetap akan ada mata rantai yang terputus.

“Harapan kami, dengan menghimpun data dan bahan keterangan langsung dari warga, akan dapat mengungkap hal-hal yang belum jelas, seperti mereka disuruh apa, dan lebih penting lagi adalah siapa yang memerintahkan mereka. Sebab, tidak mungkin overbooking itu keinginan warga sendiri,” ucap politikus PDIP itu.

Rukma berpendapat, warga dan pendampingnya, baik kades maupun LSM, harus berani melapor ke polisi terkait dengan tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencucian uang.

“Kejati pun harus mengusut korupsinya. Kalau korupsi, jelas tanpa pengaduan pun jaksa bisa bergerak sendiri. Jadi dalam hal ini, Polres dan Kejati bisa sama-sama mengusut.”

Kajati Jateng Salman Maryadi mengatakan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut informasi yang berkembang belakangan. Ia enggan banyak berkomentar mengenai penyelidikan yang dilakukannya.

Menurutnya, masalah Jatirunggo tampak seperti akal-akalan, mengakali aturan hukum, untuk meraih keuntungan atas pembelian tanah warga desa. “Saya tidak boleh bicara terlalu jauh, kami akan dalami dulu. Tapi pengungkapan media soal saling lempar tanggung jawab itu bagus, menarik,” ujarnya.

Sementara itu, Polres Semarang mengaku kesulitan menyelidiki kasus itu. Warga dinilai tertutup kepada polisi. Kapolres Semarang AKBP Drs Hariyanta MSi melalui Kapospol Pringapus Iptu Parmin menjelaskan, dalam kasus ini polisi sudah berupaya mendampingi warga untuk menjelaskan duduk perkara.
“Sebagian warga keberatan dimintai data. Warga masih percaya pada LSM yang katanya menjamin 95 persen dana di Bank Mandiri bisa cair,” kata Iptu Parmin. Menurut dia, jika polisi akan melangkah lebih jauh juga kerepotan, karena tidak ada laporan dari warga.

“Memang tanpa laporan pun polisi bisa masuk. Tapi dasar kami kan harus kuat, sehingga bisa minta izin ke Bank Indonesia untuk memeriksa Bank Mandiri Undip,” imbuh Parmin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar