JAKARTA: Kurator dalam perkara pailit Istaka Karya mulai melakukan rapat kreditur dan memberi kesempatan kepada para pihak yang memiliki tagihan pada perusahaan BUMN itu untuk mendaftarkan tagihannya.
“Rapat kreditur akan menentukan berapa besar kewajiban hutang yang harus dibayar perusahaan yang dipailitkan tersebut. Sekarang ini, masih dalam periode pendaftaran tagihan kepada kurator yang ditunjuk,”kata Andre Sitanggang, salah seorang dari dua kurator pailit PT JAIC Indonesia (JAIC) melawan PT Istaka Karya, hari ini.
Dalam rapat kreditur itu, katanya, kurator berupaya mencocokan beberapa daftar yang berisi status tagihan yang telah diajukan para pemohon. “Sampai sekarang belum bisa dijelaskan berapa banyak surat tagihan yang telah disampaikan dalam perkara tersebut,”katanya.
Dia mengatakan masih terlalu dini untuk menyampaikan berapa besar jumlah tagihannya. “Kurator masih memberi kesempatan hingga September 2011 bagi pihak yang memiliki tagihan terhadap PT Istaka.”
Menurutnya, kurator berkewajiban untuk memberikan laporan berkala mengenai keadaan harta pailit, yang sedapat mungkin mencerminkan keadaan terkini dari harta pailit. “Surat pemberitaan rapat pencocokan utang beserta laporan kurator tersebut harus diletakkan di register pengadilan untuk diakses oleh masyarakat.”
Dia mengatakan Pengadilan Niaga telah menunjuk Hakim Pengawas Eka Budi Prijanto yang akan mengawasi pelaksanaan pembayaran tagihan yang nantinya akan dituangkan pada suatu surat pemberitaan rapat kreditur.
Permasalahan antara PT Istaka Karya dengan JAIC, maupun telah berjalan cukup lama. Perkara ini berawal ketika PT Istaka menerbitkan enam negotiable promissory notes-bearer yang nilainya US$5,5 juta.
Surat berharga, menurut JAIC, diterbitkan pada 9 Desember 1998 dan jatuh tempo pada 8 Januari 1999. Namun jatuh tempo, PT Istaka tidak memenuhi kewajibannya. Oleh karenanya, JAIC selaku pihak yang memegang surat berharga melayangkan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2006.
Tanggung jawab PT Istaka, bukan hanya kepada JAIC, melainkan juga PT Saeti Concretindo Wahana , PT Istaka memiliki perjanjian membangun tiga proyek. Antara lain proyek penambahan lajur pada jalan tol Sedyatmo, proyek pembangunan Fly Over Cut Meutia, dan proyek Rusunawa Kodam Jaya dan Mabes TNI. Dari ketiga proyek yang diperjanjikan, Istaka belum melunasi pembayarannya hingga saat ini.
Sebagaimana diketahui dalam perkara ini, PT JAIC juga melibatkan beberapa kreditur lainnya, PT Saeti Concretindo Wahana, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Bukopin Tbk, dan PT Bank International Indonesia Tbk. (Erwin Tambunan/Bsi)
“Rapat kreditur akan menentukan berapa besar kewajiban hutang yang harus dibayar perusahaan yang dipailitkan tersebut. Sekarang ini, masih dalam periode pendaftaran tagihan kepada kurator yang ditunjuk,”kata Andre Sitanggang, salah seorang dari dua kurator pailit PT JAIC Indonesia (JAIC) melawan PT Istaka Karya, hari ini.
Dalam rapat kreditur itu, katanya, kurator berupaya mencocokan beberapa daftar yang berisi status tagihan yang telah diajukan para pemohon. “Sampai sekarang belum bisa dijelaskan berapa banyak surat tagihan yang telah disampaikan dalam perkara tersebut,”katanya.
Dia mengatakan masih terlalu dini untuk menyampaikan berapa besar jumlah tagihannya. “Kurator masih memberi kesempatan hingga September 2011 bagi pihak yang memiliki tagihan terhadap PT Istaka.”
Menurutnya, kurator berkewajiban untuk memberikan laporan berkala mengenai keadaan harta pailit, yang sedapat mungkin mencerminkan keadaan terkini dari harta pailit. “Surat pemberitaan rapat pencocokan utang beserta laporan kurator tersebut harus diletakkan di register pengadilan untuk diakses oleh masyarakat.”
Dia mengatakan Pengadilan Niaga telah menunjuk Hakim Pengawas Eka Budi Prijanto yang akan mengawasi pelaksanaan pembayaran tagihan yang nantinya akan dituangkan pada suatu surat pemberitaan rapat kreditur.
Permasalahan antara PT Istaka Karya dengan JAIC, maupun telah berjalan cukup lama. Perkara ini berawal ketika PT Istaka menerbitkan enam negotiable promissory notes-bearer yang nilainya US$5,5 juta.
Surat berharga, menurut JAIC, diterbitkan pada 9 Desember 1998 dan jatuh tempo pada 8 Januari 1999. Namun jatuh tempo, PT Istaka tidak memenuhi kewajibannya. Oleh karenanya, JAIC selaku pihak yang memegang surat berharga melayangkan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2006.
Tanggung jawab PT Istaka, bukan hanya kepada JAIC, melainkan juga PT Saeti Concretindo Wahana , PT Istaka memiliki perjanjian membangun tiga proyek. Antara lain proyek penambahan lajur pada jalan tol Sedyatmo, proyek pembangunan Fly Over Cut Meutia, dan proyek Rusunawa Kodam Jaya dan Mabes TNI. Dari ketiga proyek yang diperjanjikan, Istaka belum melunasi pembayarannya hingga saat ini.
Sebagaimana diketahui dalam perkara ini, PT JAIC juga melibatkan beberapa kreditur lainnya, PT Saeti Concretindo Wahana, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Bukopin Tbk, dan PT Bank International Indonesia Tbk. (Erwin Tambunan/Bsi)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar