SM/Maulana M Fahmi BONEKA POCONG: Sejumlah subkontraktor kembali menggelar aksi protes dengan menggantung boneka pocong bertuliskan TMJ di gerbang tol Ungaran, Jumat (30/9).(30) |
UNGARAN- Dua kali pertemuan antara subkontraktor penggarap tol Semarang-Ungaran dan PT Trans Marga Jateng (TMJ), beberapa waktu lalu, tidak menghasilkan solusi atas masalah pembayaran hak rekanan tersebut.
Jumat (30/9), puluhan subkontraktor menambah blokade berupa timbunan tanah di sisi barat dan timur gerbang tol Ungaran. Mereka juga menggelar aksi teaterikal dengan menggantung boneka pocong bertuliskan ”TMJ”.
Massa kemudian mengarak pocong dari halaman kantor TMJ Ungaran menuju gerbang tol di sisi utara. Mereka berjalan sambil berorasi, menuntut pembayaran segera direalisasi. Pocong lantas digantung dengan tali pada langit-langit gerbang tol.
Koordinator aksi, Agung Nugroho, mengatakan, aksi tersebut mencerminkan pembayaran dari TMJ yang masih menggantung, tak ada kejelasan, serta simbol ketidakpedulian TMJ terhadap rekanan. Aksi tersebut dilakukan, menyusul unjuk rasa selama 16 hari (hingga kemarin) plus dua kali pertemuan pada Jumat (23/9) di Ungaran dan Senin (26/9) di Semarang yang berujung buntu. Senin pekan depan (3/10), subkontraktor berencana melayangkan somasi ke TMJ.
”Tidak ada hasil menggembirakan, kami malah disudutkan. Pekan depan kami genapi dengan surat tuntutan ketiga, berikut somasi,” ungkap Manajer Proyek PT Bumi Sentosa Dwi gung (BSDA) Tundo Karyono.
Somasi kepada TMJ, menurutnya, menyangkut surat tanggal 11 Agustus 2011 dari TMJ kepada rekanan. Isi surat itu, TMJ akan membayar jika Istaka belum merealisasikan pembayaran. Kenyataannya, hak 30 subkontraktor yang berunjuk rasa bersama PT BSDA senilai Rp 40 miliar tetap belum terbayar. Sementara, pembayaran sekitar 25 subkontraktor lain justru diberikan sesuai surat itu pada 23 Agustus 2011.
Direktur Utama PT Trans Marga Jateng Agus Suharyanto belum bisa dimintai tanggapannya atas aksi unjuk rasa subkontraktor. Beberapa kali dihubungi via ponselnya, yang bersangkutan tak merespons.
Seenaknya Sendiri
Hingga kemarin, TMJ masih memegang dana Rp 52 miliar untuk penyelesaian pengerjaan oleh subkontraktor. Dari jumlah itu, dana yang harus dibayarkan ke subkontraktor Rp 40 miliar.
TMJ tidak bisa membayar subkontraktor secara langsung. Sebab, kontraktor PT Istaka Karya yang menghimpun para subkontraktor dinyatakan pailit, sehingga kewenangan pembayaran dilakukan oleh kurator Jimmy Simanjuntak dan Andre Sitanggang. Kurator itu ditunjuk Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Istaka Karya.
Gubenur Bibit Waluyo mengatakan, kekurangan pembayaran subkontraktor menjadi kewajiban pemerintah pusat, yaitu Kementerian BUMN selaku pengendali investor. PT Istaka Karya merupakan perusahaan BUMN.
”Bila ada masalah, mestinya Kementerian BUMN bisa mengambil alih (perusahaan itu). Kami harap, persoalan ini diselesaikan tanpa mengorbankan subkontraktor yang sudah bekerja,” jelasnya, kemarin.
Menurut dia, kepailitan merupakan persoalan antara Istaka Karya dan Kementerian BUMN, sehingga subkontraktor hendaknya tidak dikorbankan.
Karena Kementerian BUMN berani mendatangkan kontraktor untuk membangun tol, berarti perusahaan tersebut (Istaka Karya) telah dinyatakan tidak bermasalah. Namun, bila akhirnya pailit, maka Kementerian BUMN harus bertanggung jawab.
”BUMN tidak bisa sakpenake dhewe (seenaknya sendiri),” tegasnya.
Seperti diberitakan, Jumat (30/9), Kementerian BUMN tidak bersedia menyuntik modal untuk menyelamatkan Istaka Karya dari kepailitan. Deputi Menteri BUMN Bidang Infrastruktur dan Logistik Sumaryanto menegaskan, jika pemerintah menyuntikan modal kepada kontraktor jalan tol Semarang-Ungaran tersebut, maka keuntungan baru bisa dirasakan sekitar 15-20 tahun mendatang. Itu justru akan semakin membebani anggaran negara. (K33,J17,J14-59)
Jumat (30/9), puluhan subkontraktor menambah blokade berupa timbunan tanah di sisi barat dan timur gerbang tol Ungaran. Mereka juga menggelar aksi teaterikal dengan menggantung boneka pocong bertuliskan ”TMJ”.
Massa kemudian mengarak pocong dari halaman kantor TMJ Ungaran menuju gerbang tol di sisi utara. Mereka berjalan sambil berorasi, menuntut pembayaran segera direalisasi. Pocong lantas digantung dengan tali pada langit-langit gerbang tol.
Koordinator aksi, Agung Nugroho, mengatakan, aksi tersebut mencerminkan pembayaran dari TMJ yang masih menggantung, tak ada kejelasan, serta simbol ketidakpedulian TMJ terhadap rekanan. Aksi tersebut dilakukan, menyusul unjuk rasa selama 16 hari (hingga kemarin) plus dua kali pertemuan pada Jumat (23/9) di Ungaran dan Senin (26/9) di Semarang yang berujung buntu. Senin pekan depan (3/10), subkontraktor berencana melayangkan somasi ke TMJ.
”Tidak ada hasil menggembirakan, kami malah disudutkan. Pekan depan kami genapi dengan surat tuntutan ketiga, berikut somasi,” ungkap Manajer Proyek PT Bumi Sentosa Dwi gung (BSDA) Tundo Karyono.
Somasi kepada TMJ, menurutnya, menyangkut surat tanggal 11 Agustus 2011 dari TMJ kepada rekanan. Isi surat itu, TMJ akan membayar jika Istaka belum merealisasikan pembayaran. Kenyataannya, hak 30 subkontraktor yang berunjuk rasa bersama PT BSDA senilai Rp 40 miliar tetap belum terbayar. Sementara, pembayaran sekitar 25 subkontraktor lain justru diberikan sesuai surat itu pada 23 Agustus 2011.
Direktur Utama PT Trans Marga Jateng Agus Suharyanto belum bisa dimintai tanggapannya atas aksi unjuk rasa subkontraktor. Beberapa kali dihubungi via ponselnya, yang bersangkutan tak merespons.
Seenaknya Sendiri
Hingga kemarin, TMJ masih memegang dana Rp 52 miliar untuk penyelesaian pengerjaan oleh subkontraktor. Dari jumlah itu, dana yang harus dibayarkan ke subkontraktor Rp 40 miliar.
TMJ tidak bisa membayar subkontraktor secara langsung. Sebab, kontraktor PT Istaka Karya yang menghimpun para subkontraktor dinyatakan pailit, sehingga kewenangan pembayaran dilakukan oleh kurator Jimmy Simanjuntak dan Andre Sitanggang. Kurator itu ditunjuk Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Istaka Karya.
Gubenur Bibit Waluyo mengatakan, kekurangan pembayaran subkontraktor menjadi kewajiban pemerintah pusat, yaitu Kementerian BUMN selaku pengendali investor. PT Istaka Karya merupakan perusahaan BUMN.
”Bila ada masalah, mestinya Kementerian BUMN bisa mengambil alih (perusahaan itu). Kami harap, persoalan ini diselesaikan tanpa mengorbankan subkontraktor yang sudah bekerja,” jelasnya, kemarin.
Menurut dia, kepailitan merupakan persoalan antara Istaka Karya dan Kementerian BUMN, sehingga subkontraktor hendaknya tidak dikorbankan.
Karena Kementerian BUMN berani mendatangkan kontraktor untuk membangun tol, berarti perusahaan tersebut (Istaka Karya) telah dinyatakan tidak bermasalah. Namun, bila akhirnya pailit, maka Kementerian BUMN harus bertanggung jawab.
”BUMN tidak bisa sakpenake dhewe (seenaknya sendiri),” tegasnya.
Seperti diberitakan, Jumat (30/9), Kementerian BUMN tidak bersedia menyuntik modal untuk menyelamatkan Istaka Karya dari kepailitan. Deputi Menteri BUMN Bidang Infrastruktur dan Logistik Sumaryanto menegaskan, jika pemerintah menyuntikan modal kepada kontraktor jalan tol Semarang-Ungaran tersebut, maka keuntungan baru bisa dirasakan sekitar 15-20 tahun mendatang. Itu justru akan semakin membebani anggaran negara. (K33,J17,J14-59)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar