Perusahaan Pelat Merah Gemuk tapi Kinerjanya tak Optimal
RMOL.Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ditantang untuk ‘menyuntik mati’ BUMN yang terus merugi. Berani nggak ya?
Berdasarkan data BUMN Watch, saat ini sedikitnya ada 21 BUMN yang mengalami kerugian seperti PT Indah Karya, PT Pelayaran Nusantara Indonesia (Pelni), PT Pengerukan Indonesia (Rukindo), PT Perkebunan Nusantara XIV, PT Kertas Leces dan PT Pradnya Paramita.
BUMN lainnya yang juga mengalami kerugian yakni PT Perikanan Nusantara, Perum Prasarana Perikanan Samudera, PT Boma Bisma Indra, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Survei Udara Penas, Perum PPD, PT MNA, PT KKA, PT Balai Pustaka, PT IGLAS, PT INSAN, PT Primissima, PT Industri Kapal Indonesia dan Perum PFN.
Ketua BUMN Watch Naldy Nazar Haroen mengatakan, nilai kerugian dari BUMN yang sakit tersebut pada 2008 sekitar Rp 13,95 triliun. Total kerugian dari BUMN ini mencapai Rp 3,06 triliun pada 2006 dan melonjak hampir dua kali lipat pada 2007 sebesar Rp 7,01 triliun. Dua tahun kemudian, kerugian menurun. Tahun 2009 mencapai Rp 1,69 triliun dan tahun 2010 diperkirakan Rp 700 miliar.
Naldy menilai, jumlah BUMN yang ada saat ini sebanyak 141 BUMN. Jumlah ini terlalu banyak sehingga tidak langsung tidak optimal dalam menggerakkan perekonomian nasional. Bahkan ada pula peran BUMN yang tumpang tindih satu sama lain.
“Jika mengacu pada roadmap BUMN, tahun 2014 cukup 78 BUMN dan 25 BUMN pada tahun 2025. Perampingan BUMN ini dilakukan melalui merger, privatisasi, sektoral holding maupun likuidasi,” katanya.
Karena itu, kata Naldy, salah satu tugas berat Menteri BUMN yang baru yakni ‘membumihanguskan’ jabatan politis di lingkungan BUMN. Seluruh jabatan yang ada di lingkungan BUMN harus diisi orang-orang profesional, memiliki visi bisnis global dan dipilih berdasarkan kompetensi dengan pengalaman sedikitnya lima tahun dalam menangani unit usaha BUMN.
Anggota Komisi VI DPR Iskandar D Syaichu menyambut baik penutupan BUMN yang sudah tidak strategis dan merugi. Namun, penutupan itu tidak bisa dipukul rata. “Yang tidak mampu bersaing ya mungkin harus diselesaikan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah selalu menunda penyelesaian BUMN yang lebih banyak merugi. Ia mencontohkan, belum selesainya kasus pailit yang menimpa PT Istaka Karya. Namun, politisi PPP ini mengingatkan agar penutupan BUMN itu tergantung sektornya karena tidak semua yang merugi bisa ditutup.
Ia mencontohkan, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang lebih banyak merugi. Tapi, jika PLN ditutup akan membuat ekonomi mati. “Ada kriteria apakah BUMN secara ekonomi berpengaruh atau tidak,” tambahnya.
Untuk merestrukturisasi atau menutup BUMN, menurut Syaichu, pemerintah akan mengusulkan terlebih dahulu. Pemerintah juga memiliki PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang bisa melakukan restrukturisasi jika BUMN masih bisa diselamatkan. Jika tidak, langkah pemisahan bisnis (spin off) bisa ditempuh, dilepas ke pihak ketiga atau likuidasi sebagai jalan terakhir.
Sebelumnya, Deputi bidang Infrastruktur Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin mengatakan, pemerintah akan membiarkan dan menutup BUMN yang merugi bertahun-tahun dan tidak memberi kontribusi bagi negara.
Menurutnya, pembiaran itu akan dilakukan sebagai pembelajaran bagi BUMN yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia mencontohkan PT Istaka Karya yang saat ini sudah pailit. Berdasarkan data Kementerian BUMN, jumlah BUMN rugi terus berkurang. Pada 2008, tercatat masih ada 30 BUMN dengan akumulasi kerugian Rp 14,31 triliun. Pada 2009, jumlah BUMN rugi turun menjadi 24 dengan akumulasi rugi Rp 1,69 triliun. Sedangkan pada 2010, ada 18 BUMN dengan akumulasi kerugian Rp 1,29 triliun. Adapun untuk 2011, datanya tengah dikonsolidasi. [rm]
RMOL.Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ditantang untuk ‘menyuntik mati’ BUMN yang terus merugi. Berani nggak ya?
Berdasarkan data BUMN Watch, saat ini sedikitnya ada 21 BUMN yang mengalami kerugian seperti PT Indah Karya, PT Pelayaran Nusantara Indonesia (Pelni), PT Pengerukan Indonesia (Rukindo), PT Perkebunan Nusantara XIV, PT Kertas Leces dan PT Pradnya Paramita.
BUMN lainnya yang juga mengalami kerugian yakni PT Perikanan Nusantara, Perum Prasarana Perikanan Samudera, PT Boma Bisma Indra, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, PT Survei Udara Penas, Perum PPD, PT MNA, PT KKA, PT Balai Pustaka, PT IGLAS, PT INSAN, PT Primissima, PT Industri Kapal Indonesia dan Perum PFN.
Ketua BUMN Watch Naldy Nazar Haroen mengatakan, nilai kerugian dari BUMN yang sakit tersebut pada 2008 sekitar Rp 13,95 triliun. Total kerugian dari BUMN ini mencapai Rp 3,06 triliun pada 2006 dan melonjak hampir dua kali lipat pada 2007 sebesar Rp 7,01 triliun. Dua tahun kemudian, kerugian menurun. Tahun 2009 mencapai Rp 1,69 triliun dan tahun 2010 diperkirakan Rp 700 miliar.
Naldy menilai, jumlah BUMN yang ada saat ini sebanyak 141 BUMN. Jumlah ini terlalu banyak sehingga tidak langsung tidak optimal dalam menggerakkan perekonomian nasional. Bahkan ada pula peran BUMN yang tumpang tindih satu sama lain.
“Jika mengacu pada roadmap BUMN, tahun 2014 cukup 78 BUMN dan 25 BUMN pada tahun 2025. Perampingan BUMN ini dilakukan melalui merger, privatisasi, sektoral holding maupun likuidasi,” katanya.
Karena itu, kata Naldy, salah satu tugas berat Menteri BUMN yang baru yakni ‘membumihanguskan’ jabatan politis di lingkungan BUMN. Seluruh jabatan yang ada di lingkungan BUMN harus diisi orang-orang profesional, memiliki visi bisnis global dan dipilih berdasarkan kompetensi dengan pengalaman sedikitnya lima tahun dalam menangani unit usaha BUMN.
Anggota Komisi VI DPR Iskandar D Syaichu menyambut baik penutupan BUMN yang sudah tidak strategis dan merugi. Namun, penutupan itu tidak bisa dipukul rata. “Yang tidak mampu bersaing ya mungkin harus diselesaikan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas,” ujarnya.
Menurut dia, pemerintah selalu menunda penyelesaian BUMN yang lebih banyak merugi. Ia mencontohkan, belum selesainya kasus pailit yang menimpa PT Istaka Karya. Namun, politisi PPP ini mengingatkan agar penutupan BUMN itu tergantung sektornya karena tidak semua yang merugi bisa ditutup.
Ia mencontohkan, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang lebih banyak merugi. Tapi, jika PLN ditutup akan membuat ekonomi mati. “Ada kriteria apakah BUMN secara ekonomi berpengaruh atau tidak,” tambahnya.
Untuk merestrukturisasi atau menutup BUMN, menurut Syaichu, pemerintah akan mengusulkan terlebih dahulu. Pemerintah juga memiliki PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang bisa melakukan restrukturisasi jika BUMN masih bisa diselamatkan. Jika tidak, langkah pemisahan bisnis (spin off) bisa ditempuh, dilepas ke pihak ketiga atau likuidasi sebagai jalan terakhir.
Sebelumnya, Deputi bidang Infrastruktur Kementerian BUMN Sumaryanto Widayatin mengatakan, pemerintah akan membiarkan dan menutup BUMN yang merugi bertahun-tahun dan tidak memberi kontribusi bagi negara.
Menurutnya, pembiaran itu akan dilakukan sebagai pembelajaran bagi BUMN yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Ia mencontohkan PT Istaka Karya yang saat ini sudah pailit. Berdasarkan data Kementerian BUMN, jumlah BUMN rugi terus berkurang. Pada 2008, tercatat masih ada 30 BUMN dengan akumulasi kerugian Rp 14,31 triliun. Pada 2009, jumlah BUMN rugi turun menjadi 24 dengan akumulasi rugi Rp 1,69 triliun. Sedangkan pada 2010, ada 18 BUMN dengan akumulasi kerugian Rp 1,29 triliun. Adapun untuk 2011, datanya tengah dikonsolidasi. [rm]
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar