SEMARANG, KOMPAS.com — Pengembangan infrastruktur, terutama jalan, tidak berpihak kepada kepentingan rakyat kecil. Pemerintah, termasuk kepala daerah, lebih memilih pembuatan jalan tol yang hanya untuk kepentingan orang-orang yang punya modal kapital besar.
Sedangkan rakyat kecil dibiarkan merana, tidak terakomodasi sarana transportasi, dan banyak yang mati sia-sia akibat kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Kondisi ini akan terus berlangsung dari tahun ke tahun.
Penilaian itu disampaikan pengamat transportasi pada Laboratorium Penelitian Transportasi Universitas Katolik Soegiyapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menanggapi laporan data kecelakaan lalu lintas sepanjang 2011 oleh Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Irjen Didiek S Triwidodo.
Dalam laporannya awal 2012, Didiek mengatakan, sepanjang 2011 terdapat 19.839 kejadian kecelakaan lalu lintas atau naik dibandingkan tahun 2010, sebanyak 4.482 orang meninggal, 2.587 orang luka berat, dan 25.172 orang luka ringan.
Laporan itu juga menunjukkan, korban meninggal dunia adalah pekerja atau usia produktif, yakni karyawan/wiraswasta sebanyak 20.758, mahasiswa/pelajar 5.252 orang, serta profesi lain-lain sebanyak 1.625 orang.
Kendaraan yang paling banyak terlibat kecelakaan adalah sepeda motor 23.216, mobil barang 3.491 unit, serta mobil penumpang 2.495 unit.
Djoko Setijowarno mengatakan, kunci pengembangan infrastruktur, baik di perkotaan maupun pedesaan, adalah penyediaan sarana transportasi massal yang murah serta pengembangan jalan yang memadai dan bagus seimbang dengan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor.
Selama ini yang terjadi pemerintah melakukan pembiaran atas kesulitan rakyat kecil atas moda transportasi yang setiap hari dibutuhkan untuk mengantarkan mereka dari rumah ke tempat aktivitas, seperti kerja, belanja, dan sekolah. Karena transportasinya jelek, akhirnya rakyat memilih menggunakan sepeda motor sebagai transportasi mandiri yang lebih murah dan cepat.
Pada posisi demikian, lalu lintas makin semrawut karena pengembangan sarana jalan pun stagnan. Pemerintah tidak fokus dalam memperlebar jalan, memberi jalur khusus untuk pengendara sepeda motor yang ujungnya kecelakaan banyak menimpa pengendara motor.
Pemerintah lebih memilih pengembangan jalan tol. Di Jateng, misalnya, proyek jalan Trans Jawa mulai dari Brebes-Batang-Semarang menjadi proyek ambisius demi kepentingan pemodal. Begitu pula dengan proyek jalan tol Semarang-Bawen-Solo yang tidak akan pernah bisa dinikmati rakyat kecil yang hanya mampu mengendarai sepeda motor.”Kalau di Malaysia, sudah ada jalan tol atau jalan arteri yang punya jalur khusus sepeda motor. Kita tidak pernah memikirkan hal itu karena rakyat kecil tidak bisa memberi komisi dalam bentuk apa pun untuk kontribusi para pejabat publik yang tidak berpihak kepada rakyat,” ujar Djoko.
Sedangkan rakyat kecil dibiarkan merana, tidak terakomodasi sarana transportasi, dan banyak yang mati sia-sia akibat kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Kondisi ini akan terus berlangsung dari tahun ke tahun.
Penilaian itu disampaikan pengamat transportasi pada Laboratorium Penelitian Transportasi Universitas Katolik Soegiyapranata Semarang, Djoko Setijowarno, menanggapi laporan data kecelakaan lalu lintas sepanjang 2011 oleh Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Irjen Didiek S Triwidodo.
Dalam laporannya awal 2012, Didiek mengatakan, sepanjang 2011 terdapat 19.839 kejadian kecelakaan lalu lintas atau naik dibandingkan tahun 2010, sebanyak 4.482 orang meninggal, 2.587 orang luka berat, dan 25.172 orang luka ringan.
Laporan itu juga menunjukkan, korban meninggal dunia adalah pekerja atau usia produktif, yakni karyawan/wiraswasta sebanyak 20.758, mahasiswa/pelajar 5.252 orang, serta profesi lain-lain sebanyak 1.625 orang.
Kendaraan yang paling banyak terlibat kecelakaan adalah sepeda motor 23.216, mobil barang 3.491 unit, serta mobil penumpang 2.495 unit.
Djoko Setijowarno mengatakan, kunci pengembangan infrastruktur, baik di perkotaan maupun pedesaan, adalah penyediaan sarana transportasi massal yang murah serta pengembangan jalan yang memadai dan bagus seimbang dengan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor.
Selama ini yang terjadi pemerintah melakukan pembiaran atas kesulitan rakyat kecil atas moda transportasi yang setiap hari dibutuhkan untuk mengantarkan mereka dari rumah ke tempat aktivitas, seperti kerja, belanja, dan sekolah. Karena transportasinya jelek, akhirnya rakyat memilih menggunakan sepeda motor sebagai transportasi mandiri yang lebih murah dan cepat.
Pada posisi demikian, lalu lintas makin semrawut karena pengembangan sarana jalan pun stagnan. Pemerintah tidak fokus dalam memperlebar jalan, memberi jalur khusus untuk pengendara sepeda motor yang ujungnya kecelakaan banyak menimpa pengendara motor.
Pemerintah lebih memilih pengembangan jalan tol. Di Jateng, misalnya, proyek jalan Trans Jawa mulai dari Brebes-Batang-Semarang menjadi proyek ambisius demi kepentingan pemodal. Begitu pula dengan proyek jalan tol Semarang-Bawen-Solo yang tidak akan pernah bisa dinikmati rakyat kecil yang hanya mampu mengendarai sepeda motor.”Kalau di Malaysia, sudah ada jalan tol atau jalan arteri yang punya jalur khusus sepeda motor. Kita tidak pernah memikirkan hal itu karena rakyat kecil tidak bisa memberi komisi dalam bentuk apa pun untuk kontribusi para pejabat publik yang tidak berpihak kepada rakyat,” ujar Djoko.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar