Tanjung Emas Berbenah
Oleh Bambang Isti
SIAPA berani menghitung berapa usia jalan nasional di Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa? Jika jalan ini dirintis oleh Daendles pada tahun 1808, maka tinggal dikalkulasi saja, setua apakah jalan itu?
Jalur Pantura ini menghubungkan Merak dengan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi sepanjang 1.316 km. Jalur ini begitu panjangnya karena melintasi 5 provinsi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sejak pemerintahan Daendles, jalan Pantura ini menjadi jalur logistik seriring dengan mulainya denyut perokonomian kala itu. Tidak hanya aliran logistik terselamatkan oleh jalan ini, tapi dia juga menjadi begitu berperan ketika tiba musim Lebaran, dimana eksodus jutaan orang perantau dari Jakarta melakukan "ritual" pulang kampung ke Jawa.
Jalur Pantura ini melintasi sejumlah kota-kota besar, sedang dan kecil di Jawa, selain Jakarta, antara lain Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Cikampek, Subang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Rembang, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi.
Ya, jalan Daendles di Pantura Jawa sudah begitu renta. Jika sampai sekarang dia masih menjadi urat nadi perekonomian nasonal, karena tampaknya belum ada kemauan dari pemerintah untuk membaginya dengan jalur lain, misalnya jalur laut.
Optimalisasi angkutan laut sebagai solusi mengurangi beban jalan raya Pantura, menurut pengurus Masyarakat Transpotasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, sebetulnya merupakan wacana lama.
"Tapi tampaknya tidak mungkin terlaksana. Bukan tidak ada kemampuan, baik dana maupun pikiran, tapi karena tidak ada kemauan dari pemerintah saja," kata Djoko Setijowarno yang juga pakar transportasi publik ini menyayangkan. "Maka janganlah semua angkutan barang ditimpakan ke jalan raya yang sudah tua ini, karena masih tersedia jalur rel kereta api dan jalur laut," tegas Djoko Setijowarno.
Hal ini penting, jika menyinggung pada akhir tahun 2014 rel ganda pantura akan usai dikerjakan.
Sedangkan tiga pelabuhan utama di Jawa, yakni Tanjung Priok, Tanjung Emas dan Tanjung Perak sudah sajak lama siap dengan ketersediaan sarana untuk kegiatan bisnis kepelabuhanan. Maka sebaiknya pemerintah segera membuat aturan mewajibkan angkutan barang dengan ukuran tonase tertentu harus melalui jalur laut.
Masih kata Djoko Setijowarno, di sisi lain pemerintah harus melakukan pengawasan yang ketat supaya angkutan barang menggunakan truk maksimal hanya untuk perjalanan 400 km. Tidak boleh lebih.
"Sekarang ini yang terjadi adalah semua truk barang dari Jatim, Jateng, Jabar dan Banten serta DKI atau sebaliknya pasti bermuatan lebih, dan ini pasti akan membebani jalur Pantura," kata dia.
Jika pemerintah ogah-ogahan, sementara operator pelabuhan sangat siap, akhirnya memang menjadi kendala besar. Inilah sebenarnya tantangan yang harus dihadapi PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang bermarkas di Surabaya sekarang dan masa mendatang.
Pelabuhan strategis
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang adalah salah satu pelabuhan strategis di lingkungan PT Pelindo III (Persero) yang juga memiliki cabang pelabuhan di berbagai tempat di Jawa Tengah.
Dengan demikian pada konstelasi kepelabuhanan, status Pelindo bukan lagi sebagai regulator melainkan operator pelabuhan, yang secara otomatis, mengubah bisnis Pelindo dari Port Operator menjadi Terminal Operator.
Sejak jaman Kerajaan Mataram, pelabuhan yang dulu bernama Pelabuhan Semarang ini menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang yang datang dari berbagai daerah. Kali Semarang, misalnya, sungai yang bermuara di pelabuhan saat itu menjadi satu-satunya urat nadi perdagangan yang mengangkut barang-barang dari perahu kecil ke kapal-kapal besar di lepas pantai, atau sebaliknya.
Jadi dari kekuatan historis itulah yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Emas sampai kini menjadi sangat penting bagi persinggahan kapal baik domestik atau internasional, baik kapal barang, penumpang, atau wisata.
Saat ini, PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas telah melaksanakan revitaliasasi (moderinasi) pelabuhan. Dari pemekaran wilayah sampai pada investasi peralatan bongkar muat.
Revitalisasi itu menurut Ir Tri Suhardi MM, Kepala PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas, bahwa sejak awal 2013, pihaknya melakukan investasi berupa pengadaan alat bongkar muat jenis luffing crane dengan besaran investasi Rp 48 miliar. "Alat ini digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan handling curah cair maupun kayu log," kata Tri Suhardi.
Meski revitalisasi terus berlangsung, pihaknya dihadapkan pada persoalan klasik yang terkait dengan fenomena alam di sekitar pelabuhan, yakni naiknya permukaan air laut. Rob memang sempat membikin pusing karena mengepung hampir separuh wilayah pelabuhan.
Lantas menyerahkah Pelindo III Tanjung Emas pada kepungan rob? Tidak juga.
Terbukti pelabuhan ini memiliki sistem antisipasi air laut pasang dengan membangun polder. "Sistem polder ini membagi masing-masing wilayah ke dalam empat cluster. Setiap cluster nantinya akan dibangun kolam retensi yang dapat menampung air rob," kata Tri Suhardi.
Lebih furistik
Mari, sejenak kita melupakan ancaman rob. Dari segi transportasi angkutan penumpang kapal, Pelabuhan Tanjung Emas diprediksikan akan terus mengalami peningkatan mencolok jumlah penumpang kapal laut baik hari-hari biasa, atau selama musim musik dan balik lebaran.
Itu sebabnya PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas pun menggulirkan Rp 5 miliar untuk merombak wajah terminal penumpang yang selama ini terkesan ketingalan zaman, menjadi lebih baik dan futuristik.
Proyek pembenahan ini dimulai Oktober 2012 lalu. Sebuah niat mulia untuk meningkatkan kenyamanan dan pelayanan di terminal penumpang.
Ir Tri Suhardi MM, General Manager PT Pelindo III Tanjung Emas berkata, renovasi ini berupa penataan ruang dan menambah semua fasilitas agar penumpang benar-benar nyaman. Misalnya terminal diperpanjang 17 meter dan menambah berbagai fasilitas misalnya penyediaan ruang hotspot. Sehingga terminal penumpang dengan luas 4.500 m2, kini berkapastas penumpang sampai 4.000 orang pascarenovasi, setelah sebelumnya hanya sekitar 2.500 - 3.000 orang.
Jika melihat kinerja PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas selama ini, maka dari sinilah sebenarnya denyut logistik nasional itu bisa dikendalikan. Dia akan menjadi penyambung mata rantai perekonomian nasional atau internasional yang tak kunjung putus.
Maka akan menjadi sebuah "PR" (pekerjaan rumah) besar bagi pengelola, bagaimana optimalisasi aktivitas pelabuhan bisa tercipta. Yakni dimulai dengan memindah kegiatan penyaluran logistik antarprovinsi, antarpulau dan antarnegara melalui jalur laut demi mengurangi beban jalan darat.
Ini penting agar angkutan laut, khususnya yang berpusat di Pelabuhan Tanjung Emas bisa betul-betul menjadi penyelamat jalur Daendles yang historikal itu.
Pengelola Tanjung Emas harus lebih gigih, termasuk harus mau melakukan lobi-lobi politik pada pemerintah. Itulah "PR" besar itu.
DERMAGA: Rombongan wisatawan asing tak hentinya singgah di
Dermaga Tanjung Emas Semarang, sebagai bukti pelabuhan ini sangat
siap untuk menginternasional. (suaramerdeka.cm / Bambang Isti)
|
Oleh Bambang Isti
SIAPA berani menghitung berapa usia jalan nasional di Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa? Jika jalan ini dirintis oleh Daendles pada tahun 1808, maka tinggal dikalkulasi saja, setua apakah jalan itu?
Jalur Pantura ini menghubungkan Merak dengan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi sepanjang 1.316 km. Jalur ini begitu panjangnya karena melintasi 5 provinsi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sejak pemerintahan Daendles, jalan Pantura ini menjadi jalur logistik seriring dengan mulainya denyut perokonomian kala itu. Tidak hanya aliran logistik terselamatkan oleh jalan ini, tapi dia juga menjadi begitu berperan ketika tiba musim Lebaran, dimana eksodus jutaan orang perantau dari Jakarta melakukan "ritual" pulang kampung ke Jawa.
Jalur Pantura ini melintasi sejumlah kota-kota besar, sedang dan kecil di Jawa, selain Jakarta, antara lain Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Cikampek, Subang, Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Rembang, Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, dan Banyuwangi.
Ya, jalan Daendles di Pantura Jawa sudah begitu renta. Jika sampai sekarang dia masih menjadi urat nadi perekonomian nasonal, karena tampaknya belum ada kemauan dari pemerintah untuk membaginya dengan jalur lain, misalnya jalur laut.
Optimalisasi angkutan laut sebagai solusi mengurangi beban jalan raya Pantura, menurut pengurus Masyarakat Transpotasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, sebetulnya merupakan wacana lama.
"Tapi tampaknya tidak mungkin terlaksana. Bukan tidak ada kemampuan, baik dana maupun pikiran, tapi karena tidak ada kemauan dari pemerintah saja," kata Djoko Setijowarno yang juga pakar transportasi publik ini menyayangkan. "Maka janganlah semua angkutan barang ditimpakan ke jalan raya yang sudah tua ini, karena masih tersedia jalur rel kereta api dan jalur laut," tegas Djoko Setijowarno.
Hal ini penting, jika menyinggung pada akhir tahun 2014 rel ganda pantura akan usai dikerjakan.
Sedangkan tiga pelabuhan utama di Jawa, yakni Tanjung Priok, Tanjung Emas dan Tanjung Perak sudah sajak lama siap dengan ketersediaan sarana untuk kegiatan bisnis kepelabuhanan. Maka sebaiknya pemerintah segera membuat aturan mewajibkan angkutan barang dengan ukuran tonase tertentu harus melalui jalur laut.
Masih kata Djoko Setijowarno, di sisi lain pemerintah harus melakukan pengawasan yang ketat supaya angkutan barang menggunakan truk maksimal hanya untuk perjalanan 400 km. Tidak boleh lebih.
"Sekarang ini yang terjadi adalah semua truk barang dari Jatim, Jateng, Jabar dan Banten serta DKI atau sebaliknya pasti bermuatan lebih, dan ini pasti akan membebani jalur Pantura," kata dia.
Jika pemerintah ogah-ogahan, sementara operator pelabuhan sangat siap, akhirnya memang menjadi kendala besar. Inilah sebenarnya tantangan yang harus dihadapi PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang bermarkas di Surabaya sekarang dan masa mendatang.
Pelabuhan strategis
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang adalah salah satu pelabuhan strategis di lingkungan PT Pelindo III (Persero) yang juga memiliki cabang pelabuhan di berbagai tempat di Jawa Tengah.
Dengan demikian pada konstelasi kepelabuhanan, status Pelindo bukan lagi sebagai regulator melainkan operator pelabuhan, yang secara otomatis, mengubah bisnis Pelindo dari Port Operator menjadi Terminal Operator.
Sejak jaman Kerajaan Mataram, pelabuhan yang dulu bernama Pelabuhan Semarang ini menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang yang datang dari berbagai daerah. Kali Semarang, misalnya, sungai yang bermuara di pelabuhan saat itu menjadi satu-satunya urat nadi perdagangan yang mengangkut barang-barang dari perahu kecil ke kapal-kapal besar di lepas pantai, atau sebaliknya.
Jadi dari kekuatan historis itulah yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Emas sampai kini menjadi sangat penting bagi persinggahan kapal baik domestik atau internasional, baik kapal barang, penumpang, atau wisata.
Saat ini, PT Pelindo III (Persero) Cabang Tanjung Emas telah melaksanakan revitaliasasi (moderinasi) pelabuhan. Dari pemekaran wilayah sampai pada investasi peralatan bongkar muat.
Revitalisasi itu menurut Ir Tri Suhardi MM, Kepala PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas, bahwa sejak awal 2013, pihaknya melakukan investasi berupa pengadaan alat bongkar muat jenis luffing crane dengan besaran investasi Rp 48 miliar. "Alat ini digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan handling curah cair maupun kayu log," kata Tri Suhardi.
Meski revitalisasi terus berlangsung, pihaknya dihadapkan pada persoalan klasik yang terkait dengan fenomena alam di sekitar pelabuhan, yakni naiknya permukaan air laut. Rob memang sempat membikin pusing karena mengepung hampir separuh wilayah pelabuhan.
Lantas menyerahkah Pelindo III Tanjung Emas pada kepungan rob? Tidak juga.
Terbukti pelabuhan ini memiliki sistem antisipasi air laut pasang dengan membangun polder. "Sistem polder ini membagi masing-masing wilayah ke dalam empat cluster. Setiap cluster nantinya akan dibangun kolam retensi yang dapat menampung air rob," kata Tri Suhardi.
Lebih furistik
Mari, sejenak kita melupakan ancaman rob. Dari segi transportasi angkutan penumpang kapal, Pelabuhan Tanjung Emas diprediksikan akan terus mengalami peningkatan mencolok jumlah penumpang kapal laut baik hari-hari biasa, atau selama musim musik dan balik lebaran.
Itu sebabnya PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas pun menggulirkan Rp 5 miliar untuk merombak wajah terminal penumpang yang selama ini terkesan ketingalan zaman, menjadi lebih baik dan futuristik.
Proyek pembenahan ini dimulai Oktober 2012 lalu. Sebuah niat mulia untuk meningkatkan kenyamanan dan pelayanan di terminal penumpang.
Ir Tri Suhardi MM, General Manager PT Pelindo III Tanjung Emas berkata, renovasi ini berupa penataan ruang dan menambah semua fasilitas agar penumpang benar-benar nyaman. Misalnya terminal diperpanjang 17 meter dan menambah berbagai fasilitas misalnya penyediaan ruang hotspot. Sehingga terminal penumpang dengan luas 4.500 m2, kini berkapastas penumpang sampai 4.000 orang pascarenovasi, setelah sebelumnya hanya sekitar 2.500 - 3.000 orang.
Jika melihat kinerja PT Pelindo III Cabang Tanjung Emas selama ini, maka dari sinilah sebenarnya denyut logistik nasional itu bisa dikendalikan. Dia akan menjadi penyambung mata rantai perekonomian nasional atau internasional yang tak kunjung putus.
Maka akan menjadi sebuah "PR" (pekerjaan rumah) besar bagi pengelola, bagaimana optimalisasi aktivitas pelabuhan bisa tercipta. Yakni dimulai dengan memindah kegiatan penyaluran logistik antarprovinsi, antarpulau dan antarnegara melalui jalur laut demi mengurangi beban jalan darat.
Ini penting agar angkutan laut, khususnya yang berpusat di Pelabuhan Tanjung Emas bisa betul-betul menjadi penyelamat jalur Daendles yang historikal itu.
Pengelola Tanjung Emas harus lebih gigih, termasuk harus mau melakukan lobi-lobi politik pada pemerintah. Itulah "PR" besar itu.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar