Oleh Dewi Andriani
JAKARTA: Banyaknya mafia atau spekulan yang memainkan harga lahan hingga berkali lipat menjadi salah satu penyebab lambannya proses pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. "Biasanya mereka [spekulan] akan mengumpulkan masyarakat. Mereka membeli dari masyarakat lalu menjualnya 40% lebih tinggi," ujarnya akhir pekan lalu ketika mengambil contoh kasus proyek tol Semarang-Solo.
Menurut dia, hal ini tentu saja sangat merugikan pemerintah karena dana pembebasan lahan yang seharusnya dapat menuntaskan 10 desa hanya cukup untuk 6 desa.
Selain itu, sambungnya, gap atau jeda waktu antara proses sosialisasi pembelian lahan dan waktu pembayaran kepada masyarakat pemilik tanah memakan waktu 4 hingga 5 bulan. Tentu saja hal ini menyebabkan masyarakat memiliki ketidakpastian harga jual akibatnya mereka enggan membebaskan lahan tersebut.
"Harga tanah bila saat ini dibebaskan, tentu 4 atau 5 bulan lagi harganya akan naik. makanya masyarakat enggan membebaskan lahannya."
Oleh karena itulah, katanya, diperlukan ketegasan pemerintah untuk segera menyelesaikan UU pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Serta sosialisasi, transparansi sesuai dengan UU.
Dia juga meminta agar pemerintah mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan ekologis ketika membebaskan tanah perhutani.
"Dampak ekologis ini perlu diperhatikan demi keberlangsungan ekosistem di Indonesia." (tw)
sumber :
http://www.bisnis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar