javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Kamis, 21 Juli 2011

Kas Tersisa Rp 1 Miliar

Fly Over Imammundandar, Pekanbaru

flyover.jpg

 
PEKANBARU, TRIBUN - Pengerjaan proyek jalan layang (fly over) di persimpangan Jalan Sudirman-Jalan Imam Munandar, Pekanbaru, sudah terhenti lebih dari dua minggu. Sampai kemarin belum ada tanda-tanda pengerjaan proyek dilanjutkan. Kontraktor kesulitan keuangan, sedangkan permintaan pembayaran belum dipenuhi.

Berlarut-larutnya pengerjaan proyek ini merugikan masyarakat karena kemacetan dan tentunya merugikan secara ekonomi. Selain itu, bisa mengancam persiapan menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 di Riau.

Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau sudah mengusulkan pembayaran termin proyek pembangunan jalan layang tersebut di APBD Perubahan tahun 2011.

"Saat ini kas dinas hanya tinggal Rp 1 miliar. PT Istaka memang berhak meminta pembayaran sampai Rp 6 miliar lagi, karena sesuai dengan progress pekerjaan mereka, tapi kas hanya segitu," kata Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Riau Ahmad Ismail kepada Tribun di Pekanbaru, Rabu (20/7).

Meski demikian, Dinas PU Riau tetap meminta Direktur Utama PT Istaka Karya menjelaskan alasan penghentian pekerjaan. Senin (18/7) lalu, kepala proyek sudah dipanggil, tapi Dinas PU menilai keterangannya tidak memadai.

"Ada penjelasan yang tidak dapat ia berikan, makanya kami minta hadirkan Dirut (Direktur Utama) PT Istaka," kata Ahmad.

PT Istaka Karya merupakan kontraktor pemenang tender pembangunan jalan layang di persimpangan Jalan  Sudirman-Jalan Imam Munandar. Kepala proyek, Djoni Budi mengatakan pengerjaan proyek di lapangan terhenti sejak dua pekan lalu.

"Ada perubahan sistem penggunaan anggaran di kantor pusat kami. Jadi ini urusan internal saja," kata Djoni mengenai alasan pengerjaan proyek terhenti.

Dia berharap pengajuan pembayaran termin sebesar Rp 6,5 miliar segera dipenuhi Pemprov Riau. Tanpa uang itu, kontraktor sulit mendapat material pembangunan seperti semen curah. Pasalnya, pemasok meminta pembayaran tunai.

"Permintaan itu yang belum bisa kita penuhi, sehingga mereka menghentikan pasokan material," kata dia, seperti dikutip dari riauterkini.com.

Meski membenarkan tidak ada lagi aktivitas pekerja di lokasi proyek, namun Djoni mengaku  perusahaannya tetap bekerja membuat balok girder. Cuma pekerjaan itu dilakukan di Jakarta. Dia masih optimistis proyek selesai sesuai kontrak, yakni Juni 2012, mengingat waktu tersedia masih cukup panjang.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas PU Riau Ahmad Ismail mengatakan, kontraktor menghentikan pengerjaan proyek karena kesulitan keuangan.

"Masalah internal perusahaan itu memang," kata Ahmad. Walau begitu Ahmad Ismail membantah Dinas PU Riau salah pilih kontraktor. "Tendernya kan pada  November 2010 lalu, saat itu tidak ada persoalan perusahaan itu, dokumennya oke," kata Ahmad Ismail.

Kontrak pembangunan jalan layang oleh PT Istaka ini, bernilai mencapai Rp 70 miliar. Proyek ini disepakati harus selesai pada Juni 2012. "Kami sebenarnya pernah minta selesai lebih cepat, kalau bisa Desember 2011 ini sudah selesai, tapi kalau begini, nggak mungkin kayaknya," kata Ahmad Ismail.
Untuk proyek pembangunan jalan layang di perempatan Sudirman-Imam Munandar, Dinas PU Riau sudah membayarkan 15 persen dari nilai proyek. Pembayaran itu sebagai uang muka. Pembayaran dilakukan di awal tahun anggaran.

"Karena ini perusahaan besar, kami sebenarnya berharap perusahaan itu bisa menalangi dulu biaya pembangunan," kata Ahmad Ismail.

Dinas PU Riau juga menangani pembangunan jalan layang di persimpangan Jalan Sudirman-Jalan Tuanku Tambusai. Proyek ini bernilai hampir Rp 90 miliar. Pekerjaan dilakukan PT Adhi Karya. "Memang progress yang di Harapan Raya (Jalan Imam Munandar) masih di bawah proyek yang di Sudirman. Sekarang Adhi Karya kan masih lanjut kerja," kata Ahmad Ismail.
Mengenai tudingan ada indikasi kongkalingkong kontraktor dengan Dinas PU dalam memenangkan proyek, Ahmad Ismail hanya tertawa. "Nggak lah, nggak sampai ke situlah," kata Ahmad sambil tertawa.

Daftar hitam
Manajer Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Riau, Mardianto Manan berpendapat kecil kemungkinan terhentinya pengerjaan proyek jalan layang di persimpangan Jalan Sudirman-Jalan Imam Munandar akibat kesalahan pengguna jasa. Pasalnya, pengguna jasa tentu telah menilai profil perusahaan layak dijadikan pemenang tender.

Dia menjelaskan, pengguna jasa atau pimpinan proyek tentunya sudah melihat kemampuan dasar perusahaan yang akan mengerjakan sebuah proyek. Termasuk juga menilai pengalaman kerjanya seperti apa. "Khususnya pengalaman membangun fly over," ujarnya.

Perusahaan yang mengikuti proses tender melampirkan data keuangan yang dipaparkan dengan neraca-neraca secara rinci. Sehingga, jika memang bagus maka layak dimenangkan.

Jika di tengah jalan muncul kasus perusahaan itu dinyatakan pailit tentu ini perkara lain. Karena bisa jadi berbagai data dan laporan yang disampaikan perusahaan di saat proses tender asal-asalan demi meyakinkan panitia.

Menurut Mardianto, solusi yang paling tepat mengatasi masalah ini adalah meminta pertanggungjawaban kontraktor. Selaku pemenang tender, kontraktor harus bertanggungjawab dengan segala risiko untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Jika tidak, maka perusahaan itu bisa dikenakan penalti. Disamping itu, pengguna jasa berhak mengambil dana jaminan yang sebelumnya telah diserahkan perusahaan untuk disimpan di bank.

Sanksi berikutnya, perusahaan tersebut akan masuk daftar hitam (blacklist) oleh LPJK nasional. Nomor registrasi dihilangkan dan nama perusahaan tidak ditayangkan secara online. "Jika sudah begini, perusahaan tersebut otomatis tidak bisa mengambil proyek manapun," kata dia. Karena, syarat perusahaan bisa mengambil pekerjaan harus terdaftar dan namanya tayang di internet.
Dana siluman

Sementara itu, banyak kontraktor mengeluhkan 'dana siluman' dalam menggarap proyek pembangunan di Riau. Setorannya macam-macam, tak hanya untuk pejabat dinas bersangkutan, selama pengerjaan proyek kontraktor juga dipusingkan pungutan oknum BPK, Kejaksaan hingga LSM.

Seorang kontraktor lokal yang minta namanya dirahasiakan, bercerita kepada Tribun perihal  prosedur pemenangan tender sampai dana-dana yang harus ditanggung kontraktor untuk sebuah proyek di Riau. Dia mengatakan, setoran-setoran itu sulit dibuktikan karena pembayarannya tunai (cash and carry).

Awal proses tender saja, kepala dinas sudah meminta uang untuk keperluan ini dan itu dengan iming-iming menang proyek. Selanjutnya, dalam proses tender, kepala dinas menginstruksikan panitia untuk memenangkan perusahaan  tertentu. "Biasanya perusahaan tersebut sudah meberikan setoran awal,"  kata dia.

Kalau sudah begitu, dia tak mau menawar rendah karena ada beban setoran untuk kepala dinas dan panitia. "Makanya, paling saya menawar 2-3 persen di bawah pagu," ujarnya

Selanjutnya tugas panitia untuk menggugurkan penawar yang berada di bawahnya. Kemudian dikondisikanlah semua penawaran dirasakan tidak sempurna, biasanya mengunci dengan segudang syarat.

Bisa juga dimainkan dengan mencari-cari kesalahan penawar di bawahnya. " Jika ada yang tak digugurkan, barulah  saya disuruh panitia menghubungi perusahaan tersebut dengan menawarkan sejumlah dana," ujar si kontraktor

Setelah semua sesuai dengan skenario, maka panitia langsung menunjuk pemenang dengan meminta sejumlah dana yang berkisar 2 hingga 4 persen dari nilai proyek. Setelah lewat masa sanggah, dilanjutkan dengan kontrak yang didahului dengan SPMK.

"Nah ini ada lagi uang kontrak dengan Pengguna Anggaran. Uang kontrak ini bisa dinegosiasikan. Tergantung besaran beban sebelumnya," ucapnya.
Setoran berlanjut pada masa pengerjaan proyek. Saat mengajukan pembayaran uang muka, disyaratkan pakai jaminan uang muka dari bank umum. Kalau kontraktor tidak mampu, maka bisa negosiasi dengan dinas, tentu dengan sejumlah uang pelicin.

Belum lagi biaya-biaya seperti honor plus uang transportasi untuk pengawas dinas dan konsultan pengawas setiap bulannya. "Kalau tak diberi bulanan, kesalahan kontraktor akan  dicari-cari  dengan sejuta alasan," kata dia.
Jika setoran lancar, kontraktor bisa leluasa. "Kan kepalanya sudah kita pegang. Nah setelah proses tersebut selesai, saya bebas deh mengurangi spek dan ngakalin sana sini," tuturnya.

"Selama pekerjaan, kami juga menyiapkan dana untuk oknum BPK, oknum Kejaksan sampai  LSM  yang suka datang seolah siap menerkam," kata dia. (hnk/hes/brt)

Editor : junaidi
 
sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar