SEMARANG- PT Armindo Caturpratama selaku subkontraktor jalan tol Semarang-Ungaran bakal melakukan upaya lain setelah rapat pembahasan penyelesaian persoalan proyek pembangunan jalur bebas hambatan yang digelar Senin (26/9) tidak membuahkan solusi.
Perusahaan ini menyatakan akan berjuang sendiri untuk bertemu dengan berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan tagihan pembayaran atas pekerjaan yang sudah diselesaikannya.
Manajer Operasional PT Armindo, Rahmul, menerangkan bakal menemui pejabat Kantor Kementerian BUMN serta kurator Jimmy Simanjuntak dan Andre Sitanggang untuk memperjuangkan hak-hak perusahaannya.
Meski terkesan sulit, dia akan akan terus berupaya menyelesaikan masalah tersebut.
Dengan berdomisili di Jakarta, Rahmul menyebut hal itu bakal lebih memudahkan dalam mengurus penyelesaian hak.
Dia menilai persoalan proyek pembangunan jalan tol sepanjang 14 kilometer itu sebagai bentuk persekongkolan.
Pasalnya, kontraktor PT Istaka Karya yang sudah dinyatakan pailit pada 2008 ternyata bisa memenangi tender untuk membangun sejumlah proyek pada 2009.
Bila sebelumnya tahu kontraktornya “busuk”, perusahaannya tidak akan pernah bekerja.
Menanggung Risiko
Dalam pengerjaan proyek tol Semarang-Ungaran, Istaka pun terlihat tak mau menanggung risiko. Terbukti, proyek tol dibagi-bagi menjadi beberapa sub.
“Kebetulan saya tinggal di Jakarta. Saya akan berusaha keras bertemu kurator dan pihak terkait untuk menanyakan hak kami,” tegas Rahmul.
Di sisi lain, PT Armindo tetap berharap PT Trans Marga Jateng (TMJ) bisa segera membayarkan utang atas pekerjaan proyek tol itu. Terlebih dana sebesar Rp 52 miliar masih digenggam TMJ.
Adapun dana yang harus dibayarkan untuk subkontraktor Rp 40 miliar.
Panitera Muda Perdata PN Semarang, Ali Nuryahya, mengungkapkan, sebelum dinyatakan pailit oleh PN Jakarta Pusat tertanggal 16 Desember 2010 dan diperkuat putusan MA pada 22 Maret 2011, ternyata Istaka telah pernah mengalami hal serupa.
Perusahaan konstruksi itu sempat diputuskan pailit pada 2008 oleh tiga pengadilan sekaligus, yakni PN Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan MA.
Keputusan kepailitan itu dicabut dengan alasan Istaka merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut hakim yang menanganinya, BUMN tak dapat dipailitkan kecuali atas permintaan Kementerian BUMN.
Dalam rapat pembahasan penyelesaian jalan tol Semarang-Ungaran, Senin lalu, Gubernur Bibit Waluyo sempat naik pitam saat diminta wakil subkontraktor untuk menjamin langkah konkret dari pemerintah provinsi.
Karena merasa tidak nyaman, rapat pembahasan yang belum diketahui solusinya itu ditutup oleh Bibit tanpa membuahkan solusi. (J17,J14-65)
Perusahaan ini menyatakan akan berjuang sendiri untuk bertemu dengan berbagai pihak terkait untuk menyelesaikan tagihan pembayaran atas pekerjaan yang sudah diselesaikannya.
Manajer Operasional PT Armindo, Rahmul, menerangkan bakal menemui pejabat Kantor Kementerian BUMN serta kurator Jimmy Simanjuntak dan Andre Sitanggang untuk memperjuangkan hak-hak perusahaannya.
Meski terkesan sulit, dia akan akan terus berupaya menyelesaikan masalah tersebut.
Dengan berdomisili di Jakarta, Rahmul menyebut hal itu bakal lebih memudahkan dalam mengurus penyelesaian hak.
Dia menilai persoalan proyek pembangunan jalan tol sepanjang 14 kilometer itu sebagai bentuk persekongkolan.
Pasalnya, kontraktor PT Istaka Karya yang sudah dinyatakan pailit pada 2008 ternyata bisa memenangi tender untuk membangun sejumlah proyek pada 2009.
Bila sebelumnya tahu kontraktornya “busuk”, perusahaannya tidak akan pernah bekerja.
Menanggung Risiko
Dalam pengerjaan proyek tol Semarang-Ungaran, Istaka pun terlihat tak mau menanggung risiko. Terbukti, proyek tol dibagi-bagi menjadi beberapa sub.
“Kebetulan saya tinggal di Jakarta. Saya akan berusaha keras bertemu kurator dan pihak terkait untuk menanyakan hak kami,” tegas Rahmul.
Di sisi lain, PT Armindo tetap berharap PT Trans Marga Jateng (TMJ) bisa segera membayarkan utang atas pekerjaan proyek tol itu. Terlebih dana sebesar Rp 52 miliar masih digenggam TMJ.
Adapun dana yang harus dibayarkan untuk subkontraktor Rp 40 miliar.
Panitera Muda Perdata PN Semarang, Ali Nuryahya, mengungkapkan, sebelum dinyatakan pailit oleh PN Jakarta Pusat tertanggal 16 Desember 2010 dan diperkuat putusan MA pada 22 Maret 2011, ternyata Istaka telah pernah mengalami hal serupa.
Perusahaan konstruksi itu sempat diputuskan pailit pada 2008 oleh tiga pengadilan sekaligus, yakni PN Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan MA.
Keputusan kepailitan itu dicabut dengan alasan Istaka merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut hakim yang menanganinya, BUMN tak dapat dipailitkan kecuali atas permintaan Kementerian BUMN.
Dalam rapat pembahasan penyelesaian jalan tol Semarang-Ungaran, Senin lalu, Gubernur Bibit Waluyo sempat naik pitam saat diminta wakil subkontraktor untuk menjamin langkah konkret dari pemerintah provinsi.
Karena merasa tidak nyaman, rapat pembahasan yang belum diketahui solusinya itu ditutup oleh Bibit tanpa membuahkan solusi. (J17,J14-65)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar