TEMPO/Seto Watrdhana |
TEMPO Interaktif, Jakarta - Jumlah aset yang dimiliki PT Istaka Karya (Persero) rupanya tidak sebanding dengan besaran utang yang dimiliki BUMN jasa konstruksi tersebut. "Nilai bukunya saat ini sekitar Rp 120 miliar. Namun masih kami lakukan penghitungan lebih lanjut karena bisa saja ada piutang-piutang yang belum tercatat," kata kurator Istaka Karya, Jimmy Simanjuntak, Kamis, 22 September 2011, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara jumlah krediturnya saat ini sekitar 290 kreditur, dengan nilai utang perusahaan terhadap para krediturnya diperkirakan mencapai Rp 1,19 triliun. "Karena itu para kreditur meminta pemerintah ikut membantu dalam hal pembiayaan, sehingga hak tagih para kreditur bisa dibayarkan secara penuh," kata Jimmy.
Seperti diketahui Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan pailit Istaka Karya yang diajukan oleh salah satu kreditornya, PT Japan Asia Investment Company (JAIC) Indonesia, berdasarkan Nomor 124 K/Pdt.Sus/2011 tertanggal 22 Maret 2011.
Istaka Karya sendiri diajukan pailit karena dianggap belum membayar utang sebesar US$ 7,5 juta kepada JAIC. Commercial paper tersebut dikeluarkan pada Desember 1998, yang terdiri dari tujuh lembar senilai US$ 7 juta dan selembar senilai US$ 500 ribu. Dalam hal ini pemegang pertama surat tersebut adalah Indover Bank. Sementara, JAIC mengklaim sebagai pemegang keempat surat tersebut.
Dalam perkembangannya Istaka Karya akhirnya mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditur melalui hakim pengawas. Menurut Direktur Utama Istaka Karya Kasman Muhammad, beberapa waktu lalu, dalam rencana perdamaian tersebut perusahaan menawarkan skema pembayaran awal utang dalam persentase tertentu, tidak seluruhnya.
Selain itu perusahaan juga menawarkan kemungkinan adanya haircut (pemotongan) utang. Besaran yang ditawarkan akan berbeda-beda karena persentasenya disesuaikan dengan besaran utang masing-masing kreditur. Pasalnya itu juga terkait dengan terbatasnya arus kas yang dimiliki perusahaan saat ini, apalagi setelah dinyatakan pailit.
Jika minimal 70 persen kreditur setuju dengan penawaran tersebut, perdamaian bisa dilakukan dan kepailitan perusahaan juga bisa dicabut. "Kami sebagai kurator bertugas menjaga harta pailit, dan kalau bisa meningkatkannya melalui penerusan proyek yang sedang berjalan. Nantinya keuntungan yang dihasilkan dari proyek tersebut akan digunakan untuk menambah harta pailit," kata kurator Istaka Karya, Andrey Sitanggang.
Sementara kuasa hukum Istaka Karya, Taufik Hais, mengatakan kliennya berharap ada pendanaan dari pemerintah untuk membantu pelunasan utang yang dimiliki perusahaan. Sejumlah karyawan Istaka Karya juga sudah menuntut pembayaran gaji yang sudah tertunggak hampir enam bulan lamanya. Namun hingga saat ini belum ada titik temu terkait usulan tersebut.
"Saat ini Istaka Karya seakan-akan dilepas sendiri, sementara masih ada 19 proyek yang sedang berjalan," kata Taufik.
EVANA DEWI
Sementara jumlah krediturnya saat ini sekitar 290 kreditur, dengan nilai utang perusahaan terhadap para krediturnya diperkirakan mencapai Rp 1,19 triliun. "Karena itu para kreditur meminta pemerintah ikut membantu dalam hal pembiayaan, sehingga hak tagih para kreditur bisa dibayarkan secara penuh," kata Jimmy.
Seperti diketahui Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan pailit Istaka Karya yang diajukan oleh salah satu kreditornya, PT Japan Asia Investment Company (JAIC) Indonesia, berdasarkan Nomor 124 K/Pdt.Sus/2011 tertanggal 22 Maret 2011.
Istaka Karya sendiri diajukan pailit karena dianggap belum membayar utang sebesar US$ 7,5 juta kepada JAIC. Commercial paper tersebut dikeluarkan pada Desember 1998, yang terdiri dari tujuh lembar senilai US$ 7 juta dan selembar senilai US$ 500 ribu. Dalam hal ini pemegang pertama surat tersebut adalah Indover Bank. Sementara, JAIC mengklaim sebagai pemegang keempat surat tersebut.
Dalam perkembangannya Istaka Karya akhirnya mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditur melalui hakim pengawas. Menurut Direktur Utama Istaka Karya Kasman Muhammad, beberapa waktu lalu, dalam rencana perdamaian tersebut perusahaan menawarkan skema pembayaran awal utang dalam persentase tertentu, tidak seluruhnya.
Selain itu perusahaan juga menawarkan kemungkinan adanya haircut (pemotongan) utang. Besaran yang ditawarkan akan berbeda-beda karena persentasenya disesuaikan dengan besaran utang masing-masing kreditur. Pasalnya itu juga terkait dengan terbatasnya arus kas yang dimiliki perusahaan saat ini, apalagi setelah dinyatakan pailit.
Jika minimal 70 persen kreditur setuju dengan penawaran tersebut, perdamaian bisa dilakukan dan kepailitan perusahaan juga bisa dicabut. "Kami sebagai kurator bertugas menjaga harta pailit, dan kalau bisa meningkatkannya melalui penerusan proyek yang sedang berjalan. Nantinya keuntungan yang dihasilkan dari proyek tersebut akan digunakan untuk menambah harta pailit," kata kurator Istaka Karya, Andrey Sitanggang.
Sementara kuasa hukum Istaka Karya, Taufik Hais, mengatakan kliennya berharap ada pendanaan dari pemerintah untuk membantu pelunasan utang yang dimiliki perusahaan. Sejumlah karyawan Istaka Karya juga sudah menuntut pembayaran gaji yang sudah tertunggak hampir enam bulan lamanya. Namun hingga saat ini belum ada titik temu terkait usulan tersebut.
"Saat ini Istaka Karya seakan-akan dilepas sendiri, sementara masih ada 19 proyek yang sedang berjalan," kata Taufik.
EVANA DEWI
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar