JAKARTA: Majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak mengesahkan proposal perdamaian yang dibuat PT Istaka Karya dengan JAIC dan para kreditur lainnya karena belum ada persetujuan tertulis dari Menteri BUMN.
"Dalam penjelasannya memang dikatakan ada persetujuan lisan tentang perdamaian dari Menteri BUMN yang membawahi perusahaan BUMN. Namun majelis belum melihat adanya persetujuan tertulis dari Menteri BUMN berkaitan dengan kesepakatan perdamaian tersebut," ungkap majelis hakim diketuai Lidya Sasando Parapak dalam putusan Homologasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, hari ini.
Putusan majelis hakim ini merupakan jawaban atas kesepakatan perdamaian yang dilakukan antara debitur PT Istaka Karya dengan dengan para kreditur konkuren dan kreditur separatis yang membuat proposal perdamaian dalam sengketa utang dengan perusahaan BUMN tersebut.
Sebelumnya dalam sengketa bisnis ini disepakati proposal perdamaian pada 9 Desember 2011 yang menyebutkan nilai total kewajiban Istaka Karya mencapai Rp 866,01 miliar dengan rincian kreditur separatis senilai Rp 301,71 miliar yaitu perbankan, Kreditur preference sebesar Rp 85,51 miliar yang merupakan pihak yang harus dibayar paling duluan jika perusahaan pailit, dan kreditur konkuren sebesar Rp 478,78 miliar atau pihak pemasok dan mitra investasi.
Majelis dalam putusannya memang sempat menyebutkan adanya putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang meninjau ulang adanya putusan pailit yang diputuskan pada tingkat Kasasi.
Namun majelis hakim tidak menjadikan putusan PK yang membatalkan pailit itu dijadikan pertimbangan dalam penolakan usulan perdamaian yang disampaikan para kreditur dengan debitur dalam sengketa bisnis antara PT Istaka Karya yang berhadapan dengan Japan Asia Investment Company (JAIC) sebagai Pemohon Pailit.
Dalam sidang kepailitan di Pengadilan Niaga PT Istaka Karya telah dinyatakan pailit dan diperkuat putusan Mahkamah Agung pada 12 Maret 2011. Namun, Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali-nya mengabulkan permohonan PT Istaka Karya yang membatalkan putusan pailit terhadap perusahaan BUMN tersebut pada 13 Desember 2011.(sut)
"Dalam penjelasannya memang dikatakan ada persetujuan lisan tentang perdamaian dari Menteri BUMN yang membawahi perusahaan BUMN. Namun majelis belum melihat adanya persetujuan tertulis dari Menteri BUMN berkaitan dengan kesepakatan perdamaian tersebut," ungkap majelis hakim diketuai Lidya Sasando Parapak dalam putusan Homologasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, hari ini.
Putusan majelis hakim ini merupakan jawaban atas kesepakatan perdamaian yang dilakukan antara debitur PT Istaka Karya dengan dengan para kreditur konkuren dan kreditur separatis yang membuat proposal perdamaian dalam sengketa utang dengan perusahaan BUMN tersebut.
Sebelumnya dalam sengketa bisnis ini disepakati proposal perdamaian pada 9 Desember 2011 yang menyebutkan nilai total kewajiban Istaka Karya mencapai Rp 866,01 miliar dengan rincian kreditur separatis senilai Rp 301,71 miliar yaitu perbankan, Kreditur preference sebesar Rp 85,51 miliar yang merupakan pihak yang harus dibayar paling duluan jika perusahaan pailit, dan kreditur konkuren sebesar Rp 478,78 miliar atau pihak pemasok dan mitra investasi.
Majelis dalam putusannya memang sempat menyebutkan adanya putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang meninjau ulang adanya putusan pailit yang diputuskan pada tingkat Kasasi.
Namun majelis hakim tidak menjadikan putusan PK yang membatalkan pailit itu dijadikan pertimbangan dalam penolakan usulan perdamaian yang disampaikan para kreditur dengan debitur dalam sengketa bisnis antara PT Istaka Karya yang berhadapan dengan Japan Asia Investment Company (JAIC) sebagai Pemohon Pailit.
Dalam sidang kepailitan di Pengadilan Niaga PT Istaka Karya telah dinyatakan pailit dan diperkuat putusan Mahkamah Agung pada 12 Maret 2011. Namun, Mahkamah Agung melalui putusan Peninjauan Kembali-nya mengabulkan permohonan PT Istaka Karya yang membatalkan putusan pailit terhadap perusahaan BUMN tersebut pada 13 Desember 2011.(sut)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar