JAKARTA, RIMANEWS - Homologasi atau pengesahan perdamaian PT Istaka Karya dengan para krediturnya terancam gagal. Ini lantaran adanya putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA) yang mengangkat status pailit Istaka, pada 13 Desember 2011 lalu.
Pasalnya, rencana perdamaian berupa penundaaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dilakukan atas dasar keputusan kasasi MA yang memailitkan Istaka. Namun, putusan PK MA tersebut mencabut kembali status pailit Istaka dan menyatakan utang perusahaan pelat merah tersebut terhadap PT Japan Asia Investment Company (JAIC) Indonesia belum terbukti.
Kuasa hukum Istaka, Taufik Hais, mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Kepailitan Nomor 17 ayat 5, dengan adanya putusan PK, maka seharusnya apa pun yang sudah dibentuk selama kepailitan, harusnya gugur demi hukum. Soalnya, Istaka tidak pailit lagi. Padahal, perdamaian dilakukan karena Istaka pailit.
Oleh karena itu, ia meminta hakim pengawas pailit Istaka, Eka Budi Prijatna, mempertimbangkan putusan PK dalam laporannya kepada hakim pemutus. Sebab, saat ini hakim pemutus belum mengesahkan homologasi restrukturisasi PKPU Istaka yang proposal perdamaiannya diterima mayoritas kreditur. "Tidak mungkin perdamaian mengesampingkan putusan PK," ujar Taufik akhir pekan ini.
Taufik menjelaskan, jika majelis pemutus tidak mempertimbangkan putusan PK, maka rencana perdamaian Istaka dengan para krediturnya bisa berantakan. Sebab berdasarkan UU kepailitan, jika Istaka tidak dapat melaksanakan isi proposal perdamaiannya, maka otomatis Istaka pailit. Sementara, status pailit Istaka sendiri sudah dicabut.
Namun, kurator Istaka, Andrey Sitanggang berpendapat berbeda. Menurutnya, roh dari UU Kepailitan adalah perdamaian. Maka jika perdamaian sudah tercapai, seharusnya dijalankan.
Namun, jika status pailit tersebut dicabut, maka yang rugi adalah debitur yakni Istaka. Sebab, selama perdamaian ada banyak hal yang sudah dilakukan dengan kreditur termasuk pemotongan bunga utang. Sementara kalau status pailitnya dicabut, maka kreditur bisa kembali memailitkan Istaka, dan hal itu bisa mempersulit Istaka.
Sementara itu kuasa hukum JAIC Indonesia, Tony Budidjaja mengaku belum mendengar soal putusan PK tersebut. Seandainya pun itu benar, putusan PK tidak ada artinya bagi JAIC lagi. Alasannya, sengketa JAIC dengan Istaka sudah berakhir karena perdamaian yang telah dibuat antara Istaka, PT Waskita Karya dan JAIC.
Sebelumnya, putusan MA menyatakan Istaka pailit. Atas putusan tersebut, Istaka menyodorkan proposal perdamaian dan berakhir dengan voting. Hasilnya proposal restruturisasi Istaka diterima oleh 80 persen kreditur.
Maka pada bulan Januari 2012, majelis hakim pemutus sudah harus mengesahkan proposal perdamaian tersebut. Namun beberapa waktu setelah voting perdamaian diterima kreditur, MA mengeluarkan putusan pada 13 Desember 2011 yang mengabulkan permohonan Istaka atas JAIC yang intinya, JAIC mengklaim tidak memiliki utang dengan JAIC.(yus/kcm)
Pasalnya, rencana perdamaian berupa penundaaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dilakukan atas dasar keputusan kasasi MA yang memailitkan Istaka. Namun, putusan PK MA tersebut mencabut kembali status pailit Istaka dan menyatakan utang perusahaan pelat merah tersebut terhadap PT Japan Asia Investment Company (JAIC) Indonesia belum terbukti.
Kuasa hukum Istaka, Taufik Hais, mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Kepailitan Nomor 17 ayat 5, dengan adanya putusan PK, maka seharusnya apa pun yang sudah dibentuk selama kepailitan, harusnya gugur demi hukum. Soalnya, Istaka tidak pailit lagi. Padahal, perdamaian dilakukan karena Istaka pailit.
Oleh karena itu, ia meminta hakim pengawas pailit Istaka, Eka Budi Prijatna, mempertimbangkan putusan PK dalam laporannya kepada hakim pemutus. Sebab, saat ini hakim pemutus belum mengesahkan homologasi restrukturisasi PKPU Istaka yang proposal perdamaiannya diterima mayoritas kreditur. "Tidak mungkin perdamaian mengesampingkan putusan PK," ujar Taufik akhir pekan ini.
Taufik menjelaskan, jika majelis pemutus tidak mempertimbangkan putusan PK, maka rencana perdamaian Istaka dengan para krediturnya bisa berantakan. Sebab berdasarkan UU kepailitan, jika Istaka tidak dapat melaksanakan isi proposal perdamaiannya, maka otomatis Istaka pailit. Sementara, status pailit Istaka sendiri sudah dicabut.
Namun, kurator Istaka, Andrey Sitanggang berpendapat berbeda. Menurutnya, roh dari UU Kepailitan adalah perdamaian. Maka jika perdamaian sudah tercapai, seharusnya dijalankan.
Namun, jika status pailit tersebut dicabut, maka yang rugi adalah debitur yakni Istaka. Sebab, selama perdamaian ada banyak hal yang sudah dilakukan dengan kreditur termasuk pemotongan bunga utang. Sementara kalau status pailitnya dicabut, maka kreditur bisa kembali memailitkan Istaka, dan hal itu bisa mempersulit Istaka.
Sementara itu kuasa hukum JAIC Indonesia, Tony Budidjaja mengaku belum mendengar soal putusan PK tersebut. Seandainya pun itu benar, putusan PK tidak ada artinya bagi JAIC lagi. Alasannya, sengketa JAIC dengan Istaka sudah berakhir karena perdamaian yang telah dibuat antara Istaka, PT Waskita Karya dan JAIC.
Sebelumnya, putusan MA menyatakan Istaka pailit. Atas putusan tersebut, Istaka menyodorkan proposal perdamaian dan berakhir dengan voting. Hasilnya proposal restruturisasi Istaka diterima oleh 80 persen kreditur.
Maka pada bulan Januari 2012, majelis hakim pemutus sudah harus mengesahkan proposal perdamaian tersebut. Namun beberapa waktu setelah voting perdamaian diterima kreditur, MA mengeluarkan putusan pada 13 Desember 2011 yang mengabulkan permohonan Istaka atas JAIC yang intinya, JAIC mengklaim tidak memiliki utang dengan JAIC.(yus/kcm)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar