Catatan Akhir Tahun Jateng
SELAMA 2011, sejumlah persoalan dihadapi Jateng. Bencana alam, khususnya banjir lahar dingin Merapi, kelanjutan pembangunan jalan tol Ungaran-Solo, dan masalah korupsi mengemuka. Meski demikian, kabar menggembirakan juga terjadi, terutama terkait dengan banyaknya penghargaan dan prestasi yang diraih di tingkat nasional.
****
Kabar tak mengenakan itu datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Berdasarkan survei indeks kebencanaan yang dilakukan lembaga tersebut, Jateng dinyatakan sebagai provinsi paling rawan bencana. Di penghujung 2011 saja, sejumlah bencana alam dengan menelan korban jiwa dan benda, bermunculan.
Banjir bandang di Pati dan Kudus awal bulan ini, telah menewaskan tiga warga serta puluhan rumah roboh. Musibah serupa di Desa Tieng, Wonosobo, 11 orang meninggal. Di luar itu, bencana yang sama susul-menyusul seolah tak berkesudahan, meski dalam skala lebih kecil.
Dari sejumlah bencana tersebut, yang bisa diprediksi adalah datangnya lahar dingin Merapi pada 2012. Kekhawatiran terhadap bencana ini tak lepas dari prediksi adanya curah hujan tinggi bakal terjadi di awal tahun.
Terlebih lagi, hingga Desember jumlah material erupsi yang berada di puncak dan lereng gunung diprediksi masih berkisar 90 juta meter kubik. Jumlah itu baru sepertiga dari jumlah material yang sudah larut ke wilayah bawah.
Diperkirakan, dampak dari ancaman banjir lahar tersebut juga tidak main-main. Di Kabupaten Magelang misalnya, jumlah warga yang rawan terkena dampak langsung dari bencana tersebut 91.993 jiwa, dan Klaten sekitar 17 ribu jiwa.
Ancaman terbesar diperkirakan akan terjadi di sebelah selatan lereng gunung itu, karena sekitar 50 persen material diperhitungkan mengalir ke Kali Woro, Kali Gendol, Kali Opak, dan Kali Boyong.
Sisanya, 50 persen berada di sisi barat akan mengalir lewat Kali Krasak, Lamat, Bebeng, Batang, Putih, Blongkeng, Senowo, Tringsing, Apu, dan Pabelan.
Penduduk di Kawasan Rawan Bencana 3 (KRB 3) atau radius 300 meter dari sungai juga terancam. Dampak dari bencana tersebut juga sudah dirasakan dalam setahun terakhir. Kabupaten Magelang, paling merasakan
dampaknya. Memasuki musim hujan kali ini saja (dua bulan terakhir, Red), banjir telah menghanyutkan empat unit rumah, empat rumah rusak berat, 11 rumah terancam rusak, enam jembatan sesek hanyut, tujuh cekdam darurat hanyut, satu ruas jalan longsor dan satu jembatan permanen runtuh.
Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi bencana sudah dilakukan. Hanya saja, realisasinya masih jauh panggang dari api. Di Kabupaten Magelang, untuk tahap rencana aksi sebenarnya butuh Rp 370 miliar.
Namun pemerintah melalui BNPB, baru mengalokasikan Rp 96 miliar. Dana tersebut, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Drs Eko Triyono, belum lama ini, akan dipakai untuk pembangunan permukiman permanen, sarana dan prasarana lain.
Korupsi
Sementara itu penanganan masalah korupsi diperkirakan masih menjadi persoalan serius di tahun 2012.
Selain kinerja Pengadilan Tipikor di daerah yang dinilai belum kinclong, sejumlah persoalan yang terkait dengan penyalahgunaan uang negara itu terus saja bermunculan dan cukup menonjol selama setahun terakhir.
Tak hanya penangkapan Sekda Kota Semarang Akhmad Zaenuri yang tertangkap tangan oleh KPK, karena dugaan suap pengesahan RAPBD 2012 terhadap dua anggota DPRD Kota Agung Purno Sardjono dan Sumartono, namun juga penetapan Kota Semarang sebagai kota dengan Indeks Integritas kelima terbawah versi KPK.
Soal korupsi, Pemkot Semarang memang tak sendiri. Dari catatan Polda Jateng, hingga November 2011 kasus penilepan uang negara yang ditangani institusi tersebut tercatat 78 kasus dengan 86 tersangka.
Dari kasus ini, Polda mengeklaim berhasil menyelamatkan kerugian negara Rp 34.612.637.000. Jumlah tersebut naik sekitar 143 persen dari tahun 2010 dengan 32 kasus, melibatkan 31 tersangka dan kerugian Rp 23.693.274.000.
Bertabur Penghargaan
Di luar persoalan yang berbau minir, provinsi yang dipimpin Gubernur Bibit Waluyo ini juga bertabur penghargaan di tingkat nasional, khususnya bidang pemberdayaan masyarakat pedesaan. Ini memang sesuai dengan slogan Bibit, yakni ”Bali Ndesa Mbangun Desa”.
Sedikitnya ada sembilan penghargaan prestisius yang diterima Jateng selama tahun 2011.
Prestasi itu adalah Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (Juara Umum Kontes Ternak Tingkat Nasional), Penghargaan Wana Lestari (Juara Umum Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam), Caping Emas Award sebagai Penggiat Pertanian, pemenang Lomba Penanaman Satu Miliar Pohon, Juara Umum Lomba Penghijauan Lingkungan dan Konservasi Wana Lestari, International Criminal Investigative training Assistance Program (ICITAP) atas Penggunaan Standar Sistem Manajemen Keadaan Darurat penanggulangan Letusan Gunung Merapi, Bintang Maha Putera Utama dari Presiden SBY, Penghargaan Pembangunan Perkebunan Terbaik Tingkat Nasional, dan Penghargaan Terbaik Penyelenggara Program Pendidikan Pengembangan Anak Usia Dini.
Semangat Gubernur Bibit Waluyo dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Jateng tidak berhenti sampai di situ.
Sejumlah program pembangunan tengah digenjot. Di antaranya proyek tol Semarang-Solo. Bahkan program ini menjadi prioritas Jateng, selain revitalisasi Bandara A Yani yang ditarget rampung pada 2013.
Hanya saja, untuk kelanjutan pembangunan jalan tol Ungaran-Solo juga akan memakan ekstra energi. Selain jarak tempuh yang mencapai hampir delapan kali lipat dari Semarang-Ungaran, hingga kini pembebasan lahan ternyata belum sepenuhnya rampung.
Di tol Ungaran ñ Bawen yang sekarang tengah dikerjakan, misalnya, masih ada sekitar 25 hektare atau 21 persen lahan yang belum dibebaskan.
Dari persentase tersebut, 7,5 % lahan PTPN, 6 % milik desa dan kelurahan, serta 7,5 persen milik warga. Lahan itu terdapat di Desa Lemah Ireng.
Meski target penyelesaian akan tuntas pada triwulan pertama, namun masalah ini harus disikapi secara serius. Apalagi pada pembangunan tahap sebelumnya, menyisakan sejumlah persoalan. Kasus ganti rugi tukar guling lahan Perhutani di Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, hingga kini belum kelar.
Masalah ini bermula dari terjadinya pemindahbukuan uang dari 98 rekening warga desa tersebut ke beberapa rekening lain. Jumlahnya mencapai Rp 13,2 miliar.
Sejumlah tersangka juga telah ditetapkan, termasuk mantan Kepala Bank Mandiri Cabang Pembantu (Capem) Tembalang Any Utaminingsih dan Kades Jatirunggo, Indra Wahyudi. Sayangnya, mereka kabur.
Repotnya lagi, pihak Bank Mandiri memandang bahwa kasus yang melibatkan Any merupakan urusan pribadi, sehingga bank itu menolak mengembalikan uang kepada warga.
Pembayaran pembangunan fisik tol yang terkatung-katung kepada sejumlah subkontraktor, juga menjadi catatan untuk kelanjutan tahap berikutnya, karena terkait dengan kepercayaan.
Di luar sejumlah persoalan tersebut, masalah sarana dan prasarana transportasi, khususnya di jalur pantura, masih memprihatinkan.
Sebagaimana diketahui, dibanding Jatim dan Jabar, kondisi sarana transportasi di Jateng belum bisa disejajarkan. Indikasinya antara lain kondisi infrastruktur jalan banyak yang rusak. (Muhammad Saronji, Edy Muspriyanto-80)
SELAMA 2011, sejumlah persoalan dihadapi Jateng. Bencana alam, khususnya banjir lahar dingin Merapi, kelanjutan pembangunan jalan tol Ungaran-Solo, dan masalah korupsi mengemuka. Meski demikian, kabar menggembirakan juga terjadi, terutama terkait dengan banyaknya penghargaan dan prestasi yang diraih di tingkat nasional.
****
Kabar tak mengenakan itu datang dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Berdasarkan survei indeks kebencanaan yang dilakukan lembaga tersebut, Jateng dinyatakan sebagai provinsi paling rawan bencana. Di penghujung 2011 saja, sejumlah bencana alam dengan menelan korban jiwa dan benda, bermunculan.
Banjir bandang di Pati dan Kudus awal bulan ini, telah menewaskan tiga warga serta puluhan rumah roboh. Musibah serupa di Desa Tieng, Wonosobo, 11 orang meninggal. Di luar itu, bencana yang sama susul-menyusul seolah tak berkesudahan, meski dalam skala lebih kecil.
Dari sejumlah bencana tersebut, yang bisa diprediksi adalah datangnya lahar dingin Merapi pada 2012. Kekhawatiran terhadap bencana ini tak lepas dari prediksi adanya curah hujan tinggi bakal terjadi di awal tahun.
Terlebih lagi, hingga Desember jumlah material erupsi yang berada di puncak dan lereng gunung diprediksi masih berkisar 90 juta meter kubik. Jumlah itu baru sepertiga dari jumlah material yang sudah larut ke wilayah bawah.
Diperkirakan, dampak dari ancaman banjir lahar tersebut juga tidak main-main. Di Kabupaten Magelang misalnya, jumlah warga yang rawan terkena dampak langsung dari bencana tersebut 91.993 jiwa, dan Klaten sekitar 17 ribu jiwa.
Ancaman terbesar diperkirakan akan terjadi di sebelah selatan lereng gunung itu, karena sekitar 50 persen material diperhitungkan mengalir ke Kali Woro, Kali Gendol, Kali Opak, dan Kali Boyong.
Sisanya, 50 persen berada di sisi barat akan mengalir lewat Kali Krasak, Lamat, Bebeng, Batang, Putih, Blongkeng, Senowo, Tringsing, Apu, dan Pabelan.
Penduduk di Kawasan Rawan Bencana 3 (KRB 3) atau radius 300 meter dari sungai juga terancam. Dampak dari bencana tersebut juga sudah dirasakan dalam setahun terakhir. Kabupaten Magelang, paling merasakan
dampaknya. Memasuki musim hujan kali ini saja (dua bulan terakhir, Red), banjir telah menghanyutkan empat unit rumah, empat rumah rusak berat, 11 rumah terancam rusak, enam jembatan sesek hanyut, tujuh cekdam darurat hanyut, satu ruas jalan longsor dan satu jembatan permanen runtuh.
Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi bencana sudah dilakukan. Hanya saja, realisasinya masih jauh panggang dari api. Di Kabupaten Magelang, untuk tahap rencana aksi sebenarnya butuh Rp 370 miliar.
Namun pemerintah melalui BNPB, baru mengalokasikan Rp 96 miliar. Dana tersebut, kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Drs Eko Triyono, belum lama ini, akan dipakai untuk pembangunan permukiman permanen, sarana dan prasarana lain.
Korupsi
Sementara itu penanganan masalah korupsi diperkirakan masih menjadi persoalan serius di tahun 2012.
Selain kinerja Pengadilan Tipikor di daerah yang dinilai belum kinclong, sejumlah persoalan yang terkait dengan penyalahgunaan uang negara itu terus saja bermunculan dan cukup menonjol selama setahun terakhir.
Tak hanya penangkapan Sekda Kota Semarang Akhmad Zaenuri yang tertangkap tangan oleh KPK, karena dugaan suap pengesahan RAPBD 2012 terhadap dua anggota DPRD Kota Agung Purno Sardjono dan Sumartono, namun juga penetapan Kota Semarang sebagai kota dengan Indeks Integritas kelima terbawah versi KPK.
Soal korupsi, Pemkot Semarang memang tak sendiri. Dari catatan Polda Jateng, hingga November 2011 kasus penilepan uang negara yang ditangani institusi tersebut tercatat 78 kasus dengan 86 tersangka.
Dari kasus ini, Polda mengeklaim berhasil menyelamatkan kerugian negara Rp 34.612.637.000. Jumlah tersebut naik sekitar 143 persen dari tahun 2010 dengan 32 kasus, melibatkan 31 tersangka dan kerugian Rp 23.693.274.000.
Bertabur Penghargaan
Di luar persoalan yang berbau minir, provinsi yang dipimpin Gubernur Bibit Waluyo ini juga bertabur penghargaan di tingkat nasional, khususnya bidang pemberdayaan masyarakat pedesaan. Ini memang sesuai dengan slogan Bibit, yakni ”Bali Ndesa Mbangun Desa”.
Sedikitnya ada sembilan penghargaan prestisius yang diterima Jateng selama tahun 2011.
Prestasi itu adalah Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (Juara Umum Kontes Ternak Tingkat Nasional), Penghargaan Wana Lestari (Juara Umum Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam), Caping Emas Award sebagai Penggiat Pertanian, pemenang Lomba Penanaman Satu Miliar Pohon, Juara Umum Lomba Penghijauan Lingkungan dan Konservasi Wana Lestari, International Criminal Investigative training Assistance Program (ICITAP) atas Penggunaan Standar Sistem Manajemen Keadaan Darurat penanggulangan Letusan Gunung Merapi, Bintang Maha Putera Utama dari Presiden SBY, Penghargaan Pembangunan Perkebunan Terbaik Tingkat Nasional, dan Penghargaan Terbaik Penyelenggara Program Pendidikan Pengembangan Anak Usia Dini.
Semangat Gubernur Bibit Waluyo dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Jateng tidak berhenti sampai di situ.
Sejumlah program pembangunan tengah digenjot. Di antaranya proyek tol Semarang-Solo. Bahkan program ini menjadi prioritas Jateng, selain revitalisasi Bandara A Yani yang ditarget rampung pada 2013.
Hanya saja, untuk kelanjutan pembangunan jalan tol Ungaran-Solo juga akan memakan ekstra energi. Selain jarak tempuh yang mencapai hampir delapan kali lipat dari Semarang-Ungaran, hingga kini pembebasan lahan ternyata belum sepenuhnya rampung.
Di tol Ungaran ñ Bawen yang sekarang tengah dikerjakan, misalnya, masih ada sekitar 25 hektare atau 21 persen lahan yang belum dibebaskan.
Dari persentase tersebut, 7,5 % lahan PTPN, 6 % milik desa dan kelurahan, serta 7,5 persen milik warga. Lahan itu terdapat di Desa Lemah Ireng.
Meski target penyelesaian akan tuntas pada triwulan pertama, namun masalah ini harus disikapi secara serius. Apalagi pada pembangunan tahap sebelumnya, menyisakan sejumlah persoalan. Kasus ganti rugi tukar guling lahan Perhutani di Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, hingga kini belum kelar.
Masalah ini bermula dari terjadinya pemindahbukuan uang dari 98 rekening warga desa tersebut ke beberapa rekening lain. Jumlahnya mencapai Rp 13,2 miliar.
Sejumlah tersangka juga telah ditetapkan, termasuk mantan Kepala Bank Mandiri Cabang Pembantu (Capem) Tembalang Any Utaminingsih dan Kades Jatirunggo, Indra Wahyudi. Sayangnya, mereka kabur.
Repotnya lagi, pihak Bank Mandiri memandang bahwa kasus yang melibatkan Any merupakan urusan pribadi, sehingga bank itu menolak mengembalikan uang kepada warga.
Pembayaran pembangunan fisik tol yang terkatung-katung kepada sejumlah subkontraktor, juga menjadi catatan untuk kelanjutan tahap berikutnya, karena terkait dengan kepercayaan.
Di luar sejumlah persoalan tersebut, masalah sarana dan prasarana transportasi, khususnya di jalur pantura, masih memprihatinkan.
Sebagaimana diketahui, dibanding Jatim dan Jabar, kondisi sarana transportasi di Jateng belum bisa disejajarkan. Indikasinya antara lain kondisi infrastruktur jalan banyak yang rusak. (Muhammad Saronji, Edy Muspriyanto-80)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar