javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Minggu, 13 November 2011

Awal Terwujudnya Jalan Tol Terpanjang di Jateng

ANTARA - Setelah menjalani proses pembangunan, pengujian, hingga pengoperasian, impian masyarakat Jawa Tengah untuk melihat keberadaan jalan tol Semarang-Solo dengan panjang sekitar 75,8 kilometer mulai menampakkan secercah harapan.

Impian tersebut sedikit demi sedikit mulai terwujud dengan peresmian pengoperasian penggalan pertama jalan tol Semarang-Solo, rute Kota Semarang hingga Ungaran, Kabupaten Semarang, oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Gerbang Tol Banyumanik Semarang, Sabtu (12/11).

Butuh waktu hampir tiga tahun untuk pembangunan ruas tol ini, hingga Kementerian Pekerjaan Umum memutuskan untuk memberi izin operasional.

Pembangunan jalan bebas hambatan sepanjang 14 kilometer ini diawali dengan pencanangan oleh Gubernur Bibit Waluyo di Kelurahan Kramas, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, pada 31 Januari 2009.

Ruas tol Semarang-Solo akan menjadi jalan bebas hambatan terpanjang di Jawa Tengah, jika telah selesai pembangunannya.

Saat ini, panjang jalan tol yang ada di Jawa Tengah baru mencapai sekitar 25 kilometer, yang berada di Kota Semarang.

Berbagai permasalahan dan kendala menghadang proses pembangunan jalan tol yang memakan waktu hampir tiga tahun, hingga dapat dioperasikan penuh tersebut.

Beberapa permasalahan yang dihadapi di antaranya masalah pembebasan lahan, tantangan geologi, hingga penyelesaian hak sejumlah rekanan kontraktor proyek tol ini.

Proses pembebasan lahan di sejumlah titik, sempat mengalami kendala menyusul adanya keengganan sejumlah warga untuk menjual tanahnya.

Bahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terpaksa menempuh jalan konsinyasi atau menitipkan uang ganti rugi di Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan permasalahan itu.


Tantangan Geologi

Permasalahan lain yang tidak kalah penting juga dalam proses pembangunan jalan tol ini, yaitu munculnya retakan di salah satu lokasi, tepatnya di KM STA 5+500-5+700, di Gedawang, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Retakan sepanjang 200 meter tersebut terjadi hanya beberapa hari setelah pembangunan rute pertama konstruksi tol ini dinyatakan selesai.

Gubernur Bibit Waluyo mengakui, retak yang muncul di salah satu titik ruas tol ini gagal diantisipasi.

Ia menuturkan, perencanaan awal pada bagian ini kurang matang sehingga retakan yang terjadi ini gagal diantisipasi.

"Kalau perencanaan awal hanya 60 persen, maka risikonya seperti ini. Kalau mengerjakan rencana besar, tentu risikonya juga besar," katanya.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah, Teguh Dwi Paryono mengatakan, terjadinya retakan terhadap konstruksi tol semacam itu, bukan pertama kali terjadi di Indonesia.

Menurut dia, terdapat dua kondisi geologi di sekitar lokasi pembangunan tol Semarang-Solo.

Pertama, kata dia, terdapat struktur patahan yang sejajar dengan jalur tol di Kilometer 5. Keberadaan strutur patahan diperlihatkan dari kemunculan mata air di sekitar lokasi tol yang retak.

"Terdapat struktur patahan, namun sudah mati. Munculnya mata air tersebut menandakan adanya struktur patahan," katanya.

Kondisi kedua, lanjut dia, terdapat struktur tanah lempung di bagian dalam tanah.

Meski demikian, kata dia, longsor yang menyebabkan keretakan terhadap badan jalan tol ini bukan disebabkan oleh cekungan air tanah yang ada di bawah konstruksi.

Pendapat senada disampaikan salah satu anggota tim teknis proyek Tol Semarang-Solo, Imam A Sadisun. Konstruksi jalan tol ini berada di atas struktur patahan minor.

Selain itu, menurut dia, konstruksi jalan ini dibangun di atas tanah yang merupakan sisa longsoran lama atau "Paleo Landslinde".

Ia mengatakan, kemunculan mata air di sekitar konstruksi jalan tol inilah yang harus mendapat perhatian dan upaya penanganan.

Ia menjelaskan, setidaknya terdapat lima sendang atau mata air di sekitar kawasan itu.

"Masalah uatama dalam pembangtunan konstruksi ini yakni air. Air masuk dalam sela-sela timbunan tanah," kata Ketua Program Studi Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung ini.

Pendapat serupa disampaikan pakar hidrologi Universitas Diponegoro Semarang, Robert J Kodoatie. Konstruksi jalan tol ini berada di kawasan bukan cekungan air tanah.

Menurut dia, mata air tersebut berasal dari aliran antara, yang hanya muncul saat musim penghujan.

"Mata air ini hanya muncul saat musim penghujan. Saat kemarau, alirannya akan menghilang," kata Koordinator Presidium Lembaga Konsumen Jasa Konstruksi Jawa Tengah ini.

Oleh karena itu, lanjut dia, dalam penanganan konstruksi jalan tol ini harus menitikberatkan pada pembangunan sistem drainase yang baik.

"Masalah utamanya adalah air, oleh karena itu harus buat sistem drainase, terutama di sekitar timbunan tanah," tambahnya.

Permasalahan terhadap konstruksi tol ini diperparah oleh penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang dinilai tidak lazim.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jawa Tengah, Danang Atmodjo mengatakan, upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi dampak hambatan geologis tersebut telah dilakukan.

Selain mengubah konstruksi untuk mengurangi beban jalan, menurut dia, pelaksana proyek juga menanam "boredpile" di sejumlah tempat yang dinilai bermasalah.


Biaya

Pembangunan jalan tol Semarang-Solo, ruas Kota Semarang hingga Ungaran, Kabupaten Semarang, telah menelan dana hingga hampir Rp2 triliun dari berbagai sumber pendanaan.

"Sumber pendanaan mulai dari tahap perencanaan, pembebasan lahan, hingga pembangunan konstruksi," kata Gubernur Bibit Waluyo.

Menurut dia, tahap perencanaan pembangunan jalan tol ini dibiayai sebesar Rp3,8 miliar dari Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah 2004.

Selanjutnya, kata dia, tahap pembebasan lahan yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah terealisasi sebesar Rp547 miliar.

Ia menuturkan, untuk tahap pembangunan konstruksi yang dibiayai oleh PT Trans Marga Jawa Tengah, pembangunan jalan tol sepanjang 14 kilometer ini menelan dana hingga Rp1,374 triliun.

Untuk biaya rekayasa teknis, kata dia, merupakan tanggung jawab dari pihak kontraktor.

Ia menjelaskan, wewenang penyelesaian jalan tol yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan, dan pengawasan berada di bawah Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurut dia, pembangunan jalan tol Semarang-Solo yang meliputi perencanaan, pelaporan, desain teknis, serta studi kelayakan telah dilakukan sesuai prosedur.

"Berbagai kendala teknis yang muncul secara cepat ditangani sesuai kaidah teknis yang berlaku," katanya.

Operasional

Setelah pembangunan konstruksi dinyatakan selesai pada Februari 2011, ruas tol sepanjang 14 kilometer ini sempat dioperasikan sekitar 20 hari untuk melayani arus mudik dan balik Lebaran.

Jalan tol ini selanjutnya kembali ditutup untuk menjalani uji kelayakan, sebelum akhirnya resmi dioperasikan oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada Sabtu (12/11).

Peresmian tol Semarang-Ungaran tersebut ditandai dengan pembayaran perdana oleh Menteri Pekerjaan Umum di loket gerbang tol Banyumanik.

Pembayaran tersebut menandai pengoperasian jalan tol yang sudah tertunda selama beberapa waktu.

Usai membayar, Menteri Pekerjaan Umum yang didampingi gubernur Jawa Tengah, bersama para rombongan menyempatkan diri untuk menyusuri jalan tol tersebut, hingga pintu keluar di Ungaran.

Dalam kesempatan tersebut, tarif yang dikenakan untuk kendaraan yang melintasi jalan tol ini sebesar Rp5.500 per unit.

Meski telah resmi dibuka, pengoperasian jalan tol ini belum sepenuhnya sempurna mengingat keterbatasan akses keluar di wilayah Ungaran.

Ia mengakui akses keluar di wilayah Ungaran yang masih relatif sempit.

Menurut dia, untuk memperluas akses keluar tol ini relatif sulit, sehingga jalan keluar untuk pemecahannya yakni dengan mempercepat penyelesaian penggalan lanjutan, yakni Ungaran-Bawen.


Ungaran-Bawen

Impian masyarakat untuk merasakan jarak tempuh antara Semarang-Solo yang lebih singkat semakin mendekati kenyataan dengan pencanangan pembangunan penggalan kedua jalan tol Semarang-Solo, rute Ungaran hingga Bawen, Kabupaten Semarang, sepanjang 11,9 kilometer.

Menteri Pekerjaan Umum dalam pencanganan halaman Sekolah Dasar 01 Klepu, kabupaten Semarang, Sabtu (12/11), meminta pembangunan ruas tol penggalan kedua ini harus selesai dalam 18 bulan.

"Paling lambat 18 bulan harus selesai, sehingga pada pertengahan 2013 dapat dioperasikan," kata Djoko.

Menurut dia, keberadaan jalan tol ini akan menjadi penunjang pertumbuhan perekonomian di wilayah Jawa Tengah.

Ia mengungkapkan, terdapat sedikit kendala dalam mengupayakan percepatan penyelesaian ruas tol Semarang-Solo ini.

"Pembangunan ruas tol ini membutuhkan dukungan penuh pemerintah," katanya.

Ia menjelaskan, saat ini Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan Kementerian Keuangan sedang membahas mekanisme yang tepat agar ruas tol ini dapat segera terbangun.

"Dengan demikian, sebelum tahun 2015, tol Semarang-Solo sudah selesai," katanya.

Beberapa mekanisme yang memungkinkan untuk pembangunan ruas tol ini, lanjut dia, yakni pembiayaan yang dilakukan dahulu oleh pihak swasta, yang kemudian akan pengembalian dananya dilakukan oleh pemerintah setelah proyek selesai.

"Termasuk PT Jasa Marga siap membangun dahulu," tambahnya.

Hal lain yang tidak kalah penting, menurut dia, dukungan pemerintah dalam upaya pembebasan lahan.

Ia menilai, masih terdapat perbedaan persepsi di masyarakat tentang jalan tol, sehingga proses pengadaan lahan untuk jalan bebas hambatan ini cukup sulit.

Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Penyunting : M Hari Atmoko 
 
sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar