ilustrasi : peta tol semarang-solo |
Boyolali — Warga Desa Ngampon, Kecamatan Ampel meminta kompensasi lahan untuk proyek tol Semarang- Solo senilai Rp 2,5 juta/ m2. Mereka berkilah, harga tersebut disebabkan harga tanah terus membubung. Nilai ganti rugi yang diajukan warga agar bisa digunakan mmebeli lahan lain.
Salah satu warga, Atmo Pawiro (70) warga RT 01 RW01 Desa Ngampon Ampel, mengatakan, harga kompensasi tanah yang diminta Rp 2,5 juta per meter persegi dan tidak bisa ditawar lagi. Harga tanah yang diminta cukup relevan. Hal itu bertujuan agar ganti rugi uang bisa digunakan lagi untuk membeli lahan pengganti. Apalagi, selama ini, kegiatan perekonomian warga setempat mengandalkan lahan pekarangan.
“Kalau kurang dari Rp 2,5 juta, nanti kita tidak akan membeli lahan lain,” ungkap Atmo ditemui di rumahnya, Selasa (29/10).
Atmo menggakui, proses pembebasan lahan proyek tol cukup merepotkan. Sebab, areal lahan pekarangan rumahnya merupakan peninggalan atau warisan leluhurnya. Sehingga, ada anggapan keluarga kalau lahan tak boleh dijual kepada siapapun. Bahkan, lahan yang terkena relokasi proyek tersebut terlanjur dibagikan untuk seluruh anaknya. Ada empat anak saya yang seharusnya dapat jatah lahan warisan tersebut. Ternyata, lahan warisan malah terkena proyek tol Semarang-Solo.
“Jadi, saya harus membeli lahan lagi sebelum dibagikan kepada anak- anak,” jelasnya.
Senada, Iskandar (40),seorang warga Ngampon lainnya, mengungkapkan, adanya proses pembebasan lahan diatas cukup berimbas negatif bagi keluarganya. Pasalnya, bangunan rumah beserta pekarangannya dalam waktu dekat tergusur untuk proyek Tol Semarang-Solo. Selain memiliki nilai historis, ongkos pendirian rumahnya juga tergolong tidak sedikit.
“Padahal, rumah kami baru dibangun tiga tahun lalu,” tandas Iskandar.
Terpisah, Sekda Boyolali, Sri Ardiningsih menjelaskan, penetapan harga ditentukan tim aprasial. Sekda berdalih, pihaknya tidak bisa menentukan harga sendiri.
“Tim yang menentukan, baru kemudian dimusyawarahkan dengan pemilik lahan,’ ungkap Ardiningsih.
Salah satu warga, Atmo Pawiro (70) warga RT 01 RW01 Desa Ngampon Ampel, mengatakan, harga kompensasi tanah yang diminta Rp 2,5 juta per meter persegi dan tidak bisa ditawar lagi. Harga tanah yang diminta cukup relevan. Hal itu bertujuan agar ganti rugi uang bisa digunakan lagi untuk membeli lahan pengganti. Apalagi, selama ini, kegiatan perekonomian warga setempat mengandalkan lahan pekarangan.
“Kalau kurang dari Rp 2,5 juta, nanti kita tidak akan membeli lahan lain,” ungkap Atmo ditemui di rumahnya, Selasa (29/10).
Atmo menggakui, proses pembebasan lahan proyek tol cukup merepotkan. Sebab, areal lahan pekarangan rumahnya merupakan peninggalan atau warisan leluhurnya. Sehingga, ada anggapan keluarga kalau lahan tak boleh dijual kepada siapapun. Bahkan, lahan yang terkena relokasi proyek tersebut terlanjur dibagikan untuk seluruh anaknya. Ada empat anak saya yang seharusnya dapat jatah lahan warisan tersebut. Ternyata, lahan warisan malah terkena proyek tol Semarang-Solo.
“Jadi, saya harus membeli lahan lagi sebelum dibagikan kepada anak- anak,” jelasnya.
Senada, Iskandar (40),seorang warga Ngampon lainnya, mengungkapkan, adanya proses pembebasan lahan diatas cukup berimbas negatif bagi keluarganya. Pasalnya, bangunan rumah beserta pekarangannya dalam waktu dekat tergusur untuk proyek Tol Semarang-Solo. Selain memiliki nilai historis, ongkos pendirian rumahnya juga tergolong tidak sedikit.
“Padahal, rumah kami baru dibangun tiga tahun lalu,” tandas Iskandar.
Terpisah, Sekda Boyolali, Sri Ardiningsih menjelaskan, penetapan harga ditentukan tim aprasial. Sekda berdalih, pihaknya tidak bisa menentukan harga sendiri.
“Tim yang menentukan, baru kemudian dimusyawarahkan dengan pemilik lahan,’ ungkap Ardiningsih.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar