javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Rabu, 09 Maret 2011

Tujuh Masalah Hambat Pembebasan Tanah untuk Proyek Infrastruktur


BY ARIF DWI CAHYONO
JAKARTA (IFT) – Kementerian Pekerjaan Umum mengidentifikasi sebanyak tujuh masalah yang menghadang proses penyediaan tanah bagi pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan waduk. Masalah tersebut membuat proyek infrastruktur diberbagai daerah terbengkalai.

Permasalahan utama adalah kesulitan mencapai kesepakatan harga ganti rugi atas tanah akibat perbedaan terhadap penilaian harga tanah yang berlaku, termasuk di dalamnya mencapai kesepakatan harga ganti rugi atas bangunan asset atau properti produktif di atas tanah.

“Kondisi ini tidak hanya menghambat proses pembangunan infrastruktur, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik horisontal antarwarga,” kata Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum, pada Rapat Kerja dengan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Rabu.




Masalah kedua menyangkut mekanisme alih fungsi status kepimilikan tanah wakaf yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mensyaratkan persetujuan Menteri Agama. Kasus ini terjadi pada kasus alih fungsi tanah wakaf untuk pembangunan jalan tol Semarang-Ungaran. Menurut Djoko, seharusnya pelepasan kepemilikan wakaf ini didelegasikan kepada Kantor Wilayah Agama setempat untuk batasan lahan tertentu.


Mekanisme alih fungsi status tanah hutan lindung dan proses pembayaran kewajiban dalam rangka pinjam pakai kawasan hutan menjadi masalah ketiga dalam pembebasan lahan. Permasalahan lainnya adalah kejelasan mekanisme pascapenetapan keputusan pengadilan terkait konsinyasi, terutama dalam hal pelaksanaan penguasaan lokasi di lapangan dan munculnya persepsi umum nilai ganti rugi tanah untuk pembangunan infrastruktur jalan tol lebih tinggi dibandingkan nilai ganti rugi tanah untuk pembangunan infrastruktur.

“Pembangunan jalan tol seringkali dipandang sebagai infrastruktur yang dibangun oleh investor dengan motif bisnis (profit oriented). Persepsi ini mendorong sekelompok orang untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dalam proses pengadaan lahan,” tutur Djoko.

Ia menambahkan, lemahnya dukungan pemerintah daerah untuk melaksanakan komitmen dalam penyediaan atau pengadaan tanah yang dalam pelaksanaanya melampaui batas kesepakatan tenggat waktu juga mengganggu keberhasilan proyek infrastruktur.

“Masalah terakhir adalah adanya perubahan rencana lokasi atau trase pembangunan infrastruktur sebagai akibat penolakan atau keberatan masyarakat . Kasus ini terjadi pada pembangunan Tol Cikopo – Palimanan dan pembangunan Waduk Nipah,” tutur Djoko.

Regulasi Utama

Untuk mendukung proses pembebasan lahan, kata ADjoko, dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang kini sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat perlu diantisipasi ketersediaan anggaran yang memadai pada lembaha pertanahan yang memiliki kewenangan pertama dalam melakukan pengalihan kepemilikan tanah pada lokasi pembangunan.

“Penting juga adanya kejelasan instansi yang memiliki kewenangan untuk mengeksekusi pengadaan tanah apabila terjadi keberatan, gugatan, atau tuntutan atas pelaksanaan pengadaan tanah,” kata Djoko.

Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan menjadi undang-undang utama dalam proses pengadaan lahan untuk kepentingan publik.

Saat ini terdapat sejumlah undang-undang yang mengatur tentang tanah seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Hutan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan undang-undang yang mengatur tentang transmigrasi.

“Akibat banyaknya undang-undang itu, proses pembebasannya memerlukan waktu lebih lama. Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah dapat menjadi pintu dan mengakomodasi semua undang-undang yang ada Sehingga pembangunan infrastruktur yang membutuhkan lahan yang melewati status tanah berbeda-beda menjadi lebih mudah dan tidak rumit,” papar Joyo.

Daryatmo Mardiyanto, Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan RUU, menegaskan permasalahan tanah sangat kompleks sehingga pembahasannya memerlukan tahapan pendalaman dengan berbagai instansi pemerintah, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum yang banyak memerlukan lahan untuk membangun infrastruktur.

“Melalui masukan yang diberikan, Panitia Khusus akan terus melengkapi berbagai hal yang masih fundamental,” katanya. Pembahasan regulasi ini diharapkan selesai pertengahan 2011.

Ramdani Basri, Direktur Utama PT Nusantara Infrastructure Tbk, mengatakan selama ini masalah lahan menjadi masalah klasik yang menghambat proses pembebasan lahan. “Masalah ini perlu segera diperbaiki, sehingga semua investasi, khususnya jalan tol yang sudah dilakukan dapat segera berjalan,” harapnya.

sumber :
http://www.indonesiafinancetoday.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar