javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Kamis, 19 Juli 2012

Tolak Ganti Rugi Tol, Warga Dirikan "Tenda Keprihatinan"

Tol Ungaran Bawen

KOMPAS.Com/ Syahrul Munir
Warga Lemah Ireng, Bawen, Kabupaten Semarang mendirikan tenda 

keprihatinan sebagai simbol penolakan terhadap harga ganti rugi lahan 
yang terkena jalan tol yang ditetapkan pemerintah.

UNGARAN, KOMPAS.com — Warga Desa Lemahireng, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, yang menghadapi ancaman konsinyasi atas ganti rugi lahan terkena tol oleh pemerintah, Rabu, mendirikan "gubuk keprihatinan" di atas lahan mereka.

Bangunan berkontruksi bambu dan atap dari daun kelapa itu sebagai simbol keprihatinan 53 warga Lemahireng yang hingga kini belum sepakat atas nilai ganti rugi yang ditetapkan pemerintah.

"Kami berharap dengan pendirian 'tenda keprihatinan' ini, keputusan harga ganti rugi yang telah ditetapkan dapat di-review kembali karena harga yang ditetapkan saat ini merupakan hasil musyawarah tahun 2008 lalu," kata Koordinator Warga Lemahireng, Sukarlan (41), Rabu (18/7/2012).

Selain mendirikan "tenda keprihatinan", pihaknya juga akan melayangkan surat terbuka kepada Presiden SBY, Menteri Pekerjaan Umum dan Gubernur Jawa Tengah.

Sehari sebelumnya, kata Sukarlan, empat perwakilan warga didampingi kuasa hukum sempat mengklarifikasi terkait surat terbuka yang dilayangkan warga kepada Gubernur. Warga diterima oleh Asisten I Bidang Pembangunan, Siswo Laksono.

"Kami hanya diklarifikasi terkait surat keberatan yang kami ajukan beberapa waktu lalu. Katanya surat itu akan segera disampaikan ke Gubernur," ujar Sukarlan.

Menurutnya, tuntutan warga terhadap ganti rugi lahan—sebesar Rp 400.000 per meter persegi untuk klasifikasi I, Rp 350.000 per meter persegi untuk klasifikasi II, Rp 300.000 per meter persegi untuk klasifikasi III, dan Rp 250.000 per meter persegi untuk klasifikasi IV—sesungguhnya sangat logis dengan perkembangan harga saat ini.

Sementara itu, harga yang ditetapkan pemerintah dinilai terlalu rendah. "Pemerintah menawar per meter mulai Rp 65.000 hingga Rp 190.000. Kalau kami terima harga itu, maka kami akan kehilangan tanah yang selama ini menjadi tumpuan hidup keluarga karena kami tak bisa membeli tanah lagi dengan uang Rp 65.000," ungkapnya lagi.

Keprihatinan warga terhadap proses negosiasi harga yang panjang dan belum membuahkan hasil yang menggembirakan sesuai harapan mereka tergambar dalam pesan yang mereka tulis di dalam "tenda keprihatinan" tersebut, yakni pada kalimat "Tumpuane wong cilik ojo diplirit" yang artinya lebih kurang "Tumpuannya rakyat kecil jangan dipersulit".

Sukarlan menegaskan, "tenda keprihatinan" tersebut akan dipertahankan hingga ada realisasi pembayaran ganti rugi sesuai tuntutan warga.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan surat penetapan harga mendukung Surat Keputusan Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) No 590/0052/VI/2012."Tidak akan ada perubahan harga. Kalau warga tidak setuju dengan harga yang sudah ditetapkan, terpaksa dikonsinyasi," ungkap Gubernur. 

sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar