ilustrasi (foto:soklin) |
Guna merealisasikan hal tersebut, saat ini dilakukan percepatan pengerjaan dengan penambahan alat berat. “Mulai 25 Juli, bisa diupayakan jalan ini dilewati,” ungkap pimpinan proyek tol Semarang-Solo Indriyono dalam tasyakuran selesainya pembangunan jembatan tol Lemahireng sepanjang 879 meter, kemarin.
Menurut dia, cuaca menjadi kendala dalam pembangunan jalan tol ini adalah cuaca. Hujan yang turun belakangan ini membuat pengerjaan tersendat. Sejauh ini, pengerjaan fisik tol Ungaran-Bawen sudah mencapai 89%. Alat-alat berat seperti pemecah batu, dump truck, dan ekskavator sudah ditambah agar lebih cepat selesai.
Gubernur Jateng Bibit Waluyo di sela-sela meninjau tol mengatakan, dari sisi waktu sebenarnya tidak ada masalah. Justru yang menjadi persoalan adalah cuaca karena hujan bisa turun sewaktu-waktu. “Ada sebidang tanah yang harus disingkirkan 1,5 kilometer, dengan ketebalan 50 meter, 30 meter, dan 15 meter, ini yang harus kerja keras,” kata Bibit.
Dengan dioperasikannya jalan tol Semarang-Bawen, diharapkan kemacetan yang biasa terjadi dari Srondol, Semarang hingga Bawen ini bisa terurai. Mantan Pangkostrad tersebut juga memperkirakan, akhir Juli separo dari pelebaran jalan bisa selesai, namun tidak bisa untuk dua lajur. “Sepenggal itu, kanan-kanan, dua lajur belum bisa,” jelasnya.
Pantauan KORAN SINDO di lapangan, lahan yang sebelumnya sempat menjadi sengketa di Lemahireng sama sekali belum dibeton. Kondisinya masih berupa tanah yang tidak rata, tapi sudah dikeruk untuk diratakan. Adapun di titik yang lain, rata-rata sudah dibeton. Di lokasi tersebut, terdapat sekitar lima backhoe pemecah batu yang beroperasi.
Adapun dump truck, lebih banyak yang diparkir akibat tanah di sepanjang lokasi yang berair, sehinga tidak bisa dilalui. Mulai dari Ungaran hingga PT Jati Kencana Beton (JKB), Klepu, sudah dua lajur. Setelah itu, ada yang satu lajur, dua lajur, bahkan ada yang masih bekas tanah yang sudah dikepras, tapi belum rata.
Sementara itu, konsultan jembatan Lemahireng, Edi Tri Handoko, dari PT Tata Guna Patria mengatakan, jembatan Lemahireng ini bisa bertahan dengan masa kerja 100 tahun. Pilar tertinggi jembatan tersebut 54 meter dan terendah 17 meter.
Terkait adanya lapisan tanah liat aluvial (clay soil valley) yang ada di kawasan Lemahireng, Edi menerangkan bahwa telah dilakukan pengecoran tanpa mengganggu lapisan tanah tersebut. “Jadi setelah dibor, langsung dicor. Jangan sampai kena air, kalau kena air tanah itu jadi ‘bubur’,” katanya.
Pimpinan proyek PT Adhi Karya Mahrus mengatakan, sejak awal yang dianggap krusial adalah jembatan Lemahireng. Namun pada akhirnya, jembatan ini bisa diselesaikan dan yang jadi persoalan sekarang adalah tanah. arif purniawan
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar