IMQ, Jakarta — PT Istaka Karya Persero telah merumahkan seluruh pegawainya, baik karyawan tetap maupun karyawan kontrak per April 2012 menyusul adanya masalah hukum dan penyehatan yang tengah dilakukan oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Persero.
Menurut Kepala Divisi Teknis dan Pengembangan Istaka Karya Widiono Rianto, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan. Sementara untuk karyawan kontrak, PHK dilakukan walau masih menunggu pembayaran gaji karyawan.
Istaka memiliki 140 karyawan tetap dan 330 karyawan kontrak yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Jadi sekarang tinggal 23 orang yang aktif, termasuk tiga direksi Istaka Karya," tutur Widiono kepada IMQ di Jakarta, Senin (6/8).
Widiono mengakui ia termasuk salah satu karyawan yang dipanggil kembali untuk membantu penyehatan Istaka Karya. Padahal, pada Januari 2012 dirinya ia sudah pensiun.
Ia menceritakan setelah Istaka Karya mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam perkara pilit melawan PT Japan Asia Investment Company (JAIC) dan dinyatakan batal pailit oleh Mahkamah Agung, maka kewenangan kembali ke jajaran direksi.
Ia menambahkan walau sudah dinyatakan batal pailit, salah satu kreditur Istaka Karya, yakni Chandra Atang, mengajukan tuntutan dikarenakan verifikasi utang belum jelas. Oleh sebab itu, jalan perdamaian dengan kreditur belum dapat dilakukan.
"Kemudian, direksi meminta dilakukannya restrukturisasi ke Kementerian BUMN. Waktu itu, Kementerian BUMN sebelum April 2012 meminta PPA melakukan financial due dilligence," tuturnya.
Selanjutnya, PPA menugaskan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit atas Istaka Karya. BPKP telah menyerahkan hasil laporan audit tersebut kepada PPA. Adapun PPA sudah menyerahkan laporan tersebut kepada Kementerian BUMN.
"PPA ditugaskan oleh Pak Menteri BUMN untuk melakukan kajian soal Istaka Karya. Setelah diperoleh laporan dari BPKP, PPA nanti buat laporan hasilnya kepada Menteri BUMN," ungkapnya.
Ia mengharapkan restrukturisasi yang dilakukan oleh PPA menjadi solusi bagi perdamaian perseroan dengan para kreditur.
Menurut Kepala Divisi Teknis dan Pengembangan Istaka Karya Widiono Rianto, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan. Sementara untuk karyawan kontrak, PHK dilakukan walau masih menunggu pembayaran gaji karyawan.
Istaka memiliki 140 karyawan tetap dan 330 karyawan kontrak yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Jadi sekarang tinggal 23 orang yang aktif, termasuk tiga direksi Istaka Karya," tutur Widiono kepada IMQ di Jakarta, Senin (6/8).
Widiono mengakui ia termasuk salah satu karyawan yang dipanggil kembali untuk membantu penyehatan Istaka Karya. Padahal, pada Januari 2012 dirinya ia sudah pensiun.
Ia menceritakan setelah Istaka Karya mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam perkara pilit melawan PT Japan Asia Investment Company (JAIC) dan dinyatakan batal pailit oleh Mahkamah Agung, maka kewenangan kembali ke jajaran direksi.
Ia menambahkan walau sudah dinyatakan batal pailit, salah satu kreditur Istaka Karya, yakni Chandra Atang, mengajukan tuntutan dikarenakan verifikasi utang belum jelas. Oleh sebab itu, jalan perdamaian dengan kreditur belum dapat dilakukan.
"Kemudian, direksi meminta dilakukannya restrukturisasi ke Kementerian BUMN. Waktu itu, Kementerian BUMN sebelum April 2012 meminta PPA melakukan financial due dilligence," tuturnya.
Selanjutnya, PPA menugaskan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit atas Istaka Karya. BPKP telah menyerahkan hasil laporan audit tersebut kepada PPA. Adapun PPA sudah menyerahkan laporan tersebut kepada Kementerian BUMN.
"PPA ditugaskan oleh Pak Menteri BUMN untuk melakukan kajian soal Istaka Karya. Setelah diperoleh laporan dari BPKP, PPA nanti buat laporan hasilnya kepada Menteri BUMN," ungkapnya.
Ia mengharapkan restrukturisasi yang dilakukan oleh PPA menjadi solusi bagi perdamaian perseroan dengan para kreditur.
Author: Susan Silaban
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar