Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mau gegabah langsung menyetujui keinginan para BUMN seperti Hutama Karya dan Adhi Karya membangun monorel di Jakarta. Pemda berharap tujuan yang positif itu jangan hanya wacana namun harus dimatangkan secara detail.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) menyambut baik keinginan para BUMN tersebut. Namun berdasarkan pengalaman proyek monorel sebelumnya yang gagal mendapat pendanaan, maka semua keinginan itu harus dikaji secara rinci.
"Semua usulan itu bagus, cuma mari kita duduk dan kita bicarakan jangan hanya sekedar wacana terus dilempar. Pemda ini nggak responsif dan segala macem. Kita perlu mempelajarinya secara mendetail secara lebih rinci sehingga kita bisa memberikan tanggapan," kata Foke di JCC Jakarta, Kamis (30/8/2012)
Sebelumnya pihak Hutama Karya berencana mengembangkan monorel dari Slipi ke Bekasi. Sedangkan Adhi Karya berencana membangun monorel dengan rute Rasuna Said-Gatot Subroto-Sudirman-Senayan-Pejompongan. Sedangkan rute kedua menempuh jarak Kampung Melayu-Casablanca-Tanah Abang-Roxy.
Foke kembali menegaskan izin yang diberikan oleh Pemda kepada investor monorel terdahulu sudah hangus alias expired. Pada 19 September 2011 lalu, Foke secara resmi menghentikan masa perjanjian terhadap konsesi PT Jakarta Monorel sebagai pengembang dan investor monorel. Dampak penghentian perjanjian itu, pihak PT Jakarta Monorel meminta penggantian biaya investasi Rp 600 miliar.
"Dan itu sudah expired dan bukan berarti ijin itu bisa diperpanjang begitu saja. Itu sudah expired, berarti kalaupun akan ada izin itu izin baru," kata Foke.
Sehingga siapapun yang akan melanjutkan kembali proyek monorel maka harus mendapat izin dari pemerintah DKI Jakarta, tak terkecuali untuk Adhi Karya yang sebelumnya sempat bergabung pada proyek monorel terdahulu.
"Ya sudah jelas, bisa kita atur sedemikian rupa mungkin bagian dari yang lama bisa kita perhitungkan tapi bukan berarti terus izinnya begitu saja langsung kita perpanjang karena izinnya sudah expired lama. Saya kira yang berhak memberikan izin, yang mempunyai otoritas adalah pemerintah daerah," katanya.
Ia menegaskan untuk mengukur kelayakan sebuah proyek infrastruktur khususnya angkutan massal banyak pertimbangannya. Menurutnya proyek infrastruktur itu yang tidak mungkin dibiayai oleh swasta saja karena terkait return on investment (ROI).
"Pertama, cost of infrastructure terus cost of rolling stock, kedua yang perlu kita nilai adalah cost of money diamna dia pakai, kemudian yang ketiga adalah operating costnya kalau semuanya kita bisa nilai bersama dan hasilnya menunjukkan layak dan bisa bisa dikerjakan oleh pihak swasta ya why not tapi kalau semua itu menunjukkan output dan outcome tidak mungkin dibiayai oleh investasi swasta , ya juga tidak akan ragu-ragu untuk mengatakan ya nggak bisa oleh swasta," tegas Foke.
Baca Juga
Gerbong dan Sistem MRT Jakarta Bakal Diimpor dari Jepang
Jadi Terminal MRT, Stadion Lebak Bulus Digusur Oktober 2012
Tiru Singapura, MRT Jakarta Bakal Pakai Tiket Elektronik
Pengembang Janji Proyek MRT Jakarta Tak Gusur Rumah Warga
Angkut 412.000 Orang per Hari, MRT Jakarta Bisa Atasi Kemacetan
sumber :
detik
detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar