ilustrasi |
SEMARANG, suaramerdeka.com - Perencanaan pembangunan jalan tol Semarang-Solo tak memperhatikan faktor hidrologi. Akibatnya, terjadi keretakan di tiga tiang penyangga jembatan Penggaron, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang.
Ketua Komisi D DPRD Jateng, Rukma Setiabudi mengatakan, pada awal perencaan telah ada peringatan dari pakar hidrologi bahwa terdapat cekungan air di kawasan Penggaron. Namun peringatan itu diabaikan sehingga Bina Marga Jateng kini kelimpungan saat terjadi keretakan konstruksi jembatan akibat pergeseran tanah oleh air bawah tanah.
"Air bawah tanah di kawasan itu sangat besar, sangat mempengaruhi konstruksi jembatan tol," katanya dalam diskusi "Anomali Jalan Tol Semarang - Ungaran" di Citrus Hotel Novotel, Senin (8/10).
Jembatan Tol Penggaron, mengalami keretakan di tiga pilar akibat adanya pergerakan tanah pada Maret 2011. Pilar yang retak itu adalah pilar empat, lima dan enam. Tak hanya itu, pergerakan tanah juga menjadikan jalan tol mengalami keretakan, tepatnya di posisi 50 meter sebelah selatan jembatan Penggaron.
Rukma melanjutkan, jalan tol Semarang-Solo memang akan mengangkat ekonomi masyarakat Jateng. Waktu tempuh Semarang-Solo yang sekitar 3,5 jam mampu dipersingkat menjadi hanya dua jam. Namun harus ada jaminan jalan tol khususnya di jembatan Penggaron, aman dilewati. "Jangan sampai terjadi peristiwa seperti di tol Cipularang yang ambruk, dan memakan korban," ujar Rukma.
Ahli Hidrologi Robert J Kodoatie mengatakan sejak pembangunan kontruksi jembatan di Penggaron adalah tindakan melawan alam. Kawasan itu tidak tidak layak dibangun konstruksi lantaran terdapat cekungan air tanah yang sangat besar. Air tersebut menggerus lapisan tanah pada pondasi jembatan sehingga konstruksi terancam bergeser.
"Melawan alam memang mahal. Pemprov harus sediakan dana tak sedikit untuk atasi pergeseran tanah. Belum bisa diketahui kapan kondisi tanah di kawasan itu akan stabil," ujarnya.
Robert menunjukkan sampel lapisan tanah yang diambil di sekitar jembatan pancang tol penggaron. Tanah yang terlihat keras dengan warna abu-abu seperti batu itu lalu disiram dengan air mineral. Tak lama tanah itu hancur. "Kelihatannya keras, tapi air dapat melarutkannya. Inilah yang dihadapi Pemprov Jateng," ujarnya.
Ketua Komisi D DPRD Jateng, Rukma Setiabudi mengatakan, pada awal perencaan telah ada peringatan dari pakar hidrologi bahwa terdapat cekungan air di kawasan Penggaron. Namun peringatan itu diabaikan sehingga Bina Marga Jateng kini kelimpungan saat terjadi keretakan konstruksi jembatan akibat pergeseran tanah oleh air bawah tanah.
"Air bawah tanah di kawasan itu sangat besar, sangat mempengaruhi konstruksi jembatan tol," katanya dalam diskusi "Anomali Jalan Tol Semarang - Ungaran" di Citrus Hotel Novotel, Senin (8/10).
Jembatan Tol Penggaron, mengalami keretakan di tiga pilar akibat adanya pergerakan tanah pada Maret 2011. Pilar yang retak itu adalah pilar empat, lima dan enam. Tak hanya itu, pergerakan tanah juga menjadikan jalan tol mengalami keretakan, tepatnya di posisi 50 meter sebelah selatan jembatan Penggaron.
Rukma melanjutkan, jalan tol Semarang-Solo memang akan mengangkat ekonomi masyarakat Jateng. Waktu tempuh Semarang-Solo yang sekitar 3,5 jam mampu dipersingkat menjadi hanya dua jam. Namun harus ada jaminan jalan tol khususnya di jembatan Penggaron, aman dilewati. "Jangan sampai terjadi peristiwa seperti di tol Cipularang yang ambruk, dan memakan korban," ujar Rukma.
Ahli Hidrologi Robert J Kodoatie mengatakan sejak pembangunan kontruksi jembatan di Penggaron adalah tindakan melawan alam. Kawasan itu tidak tidak layak dibangun konstruksi lantaran terdapat cekungan air tanah yang sangat besar. Air tersebut menggerus lapisan tanah pada pondasi jembatan sehingga konstruksi terancam bergeser.
"Melawan alam memang mahal. Pemprov harus sediakan dana tak sedikit untuk atasi pergeseran tanah. Belum bisa diketahui kapan kondisi tanah di kawasan itu akan stabil," ujarnya.
Robert menunjukkan sampel lapisan tanah yang diambil di sekitar jembatan pancang tol penggaron. Tanah yang terlihat keras dengan warna abu-abu seperti batu itu lalu disiram dengan air mineral. Tak lama tanah itu hancur. "Kelihatannya keras, tapi air dapat melarutkannya. Inilah yang dihadapi Pemprov Jateng," ujarnya.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar