Semarang – Terus terjadinya kerusakan atau keretakan di jalan tol Semarang-Ungaran makin membuat kekhawatiran sejumlah masyarakat sebagai pengguna jalan. Terlebih oleh beberapa kalangan dan pakar, keretakan di jalan tol Semarang-Ungaran akan terus terjadi karena sejak awal pembangunan proyek tersebut mengabaikan kondisi alam, khususnya di daerah Susukan Kabupaten Semarang.
Keretakan di jalan tol Semarang-Ungaran di titik km.19+600 kembali menambah daftar peristiwa keretakan jalan di jalur ini. Sedikitnya, sejak tahun 2011 hingga saat ini sudah ada empat kali peristiwa keretakan jalan terjadi.
Keretakan ini sendiri selalu terjadi di daerah sekitar Penggaron dan Susukan, Kabupaten Semarang. Penyebabnya sendiri hanya satu, yakni faktor tanah gerak atau tanah labil di kawasan itu.
Menurut Pakar Hidrologi dari Universitas Diponegoro Semarang, Ir.Robert Kodoatie, kondisi tanah labil yang ada di daerah Penggaron dan Susukan disebabkan karena adanya aliran air atau sungai di bawah tanah. Jika tidak digarap dengan benar, aliran air bawah tanah ini akan terus menggerakkan dan menggerus lapisan tanah di atasnya yang akhirnya memicu pengeseran atau pergerakan pada bangunan di atasnya. Terbukti, di tahun 70-an, beberapa warga desa yang bermukim di sekitar Penggaron dan Susukan tepat dimana lokasi tol dibuat, pernah dipindahkan seluruhnya karena rawan longsor.
Sayangnya, kondisi geologi tanah yang labil ini sejak awal terkesan tak dihiraukan oleh pihak pengelola proyek, sehingga konstruksi jalan dan jembatan tol Semarang-Ungaran yang sudah jadi sekarang ini kurang cocok dengan kondisi geologi tanah yang ada.
“Karena bangunan jalan dan jembatan tolnya sudah jadi ya mau gimana lagi. Setiap ada keretakan, mau tidak mau, pengelola proyek ya harus memperbaiki . Padahal, keretakan di daerah Susukan akan terus terjadi”, tegas Robert Kodoatie.
Proyek jalan tol Semarang-Ungaran yang nilai pekerjaannya mencapai 1 trilyun rupiah ini merupakan tahap pertama dari mega proyek Jalan Tol Semarang-Solo yang nilai pekerjaannya mencapai 7 trilyun rupiah.
Tol Semarang-Ungaran secara resmi dibuka oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, pada 20 Agustus 2011 lalu ini sempat menjadi tanda tanya oleh sejumlah masyarakat. Pasalnya, sejak dibuka resmi hingga hari ini, jalan tol Semarang-Ungaran tidak diperkenankan untuk dilewati kendaraan berat jenis bus maupun truk. Padahal, konsep awal tujuan pembangunan tol Semarang-Ungaran adalah untuk memecah kemacetan di daerah Banyumanik Semarang yang didominasi oleh kendaraan berat jenis bus dan truk. (jak)
robert kodoatie |
Keretakan di jalan tol Semarang-Ungaran di titik km.19+600 kembali menambah daftar peristiwa keretakan jalan di jalur ini. Sedikitnya, sejak tahun 2011 hingga saat ini sudah ada empat kali peristiwa keretakan jalan terjadi.
Keretakan ini sendiri selalu terjadi di daerah sekitar Penggaron dan Susukan, Kabupaten Semarang. Penyebabnya sendiri hanya satu, yakni faktor tanah gerak atau tanah labil di kawasan itu.
Menurut Pakar Hidrologi dari Universitas Diponegoro Semarang, Ir.Robert Kodoatie, kondisi tanah labil yang ada di daerah Penggaron dan Susukan disebabkan karena adanya aliran air atau sungai di bawah tanah. Jika tidak digarap dengan benar, aliran air bawah tanah ini akan terus menggerakkan dan menggerus lapisan tanah di atasnya yang akhirnya memicu pengeseran atau pergerakan pada bangunan di atasnya. Terbukti, di tahun 70-an, beberapa warga desa yang bermukim di sekitar Penggaron dan Susukan tepat dimana lokasi tol dibuat, pernah dipindahkan seluruhnya karena rawan longsor.
Sayangnya, kondisi geologi tanah yang labil ini sejak awal terkesan tak dihiraukan oleh pihak pengelola proyek, sehingga konstruksi jalan dan jembatan tol Semarang-Ungaran yang sudah jadi sekarang ini kurang cocok dengan kondisi geologi tanah yang ada.
“Karena bangunan jalan dan jembatan tolnya sudah jadi ya mau gimana lagi. Setiap ada keretakan, mau tidak mau, pengelola proyek ya harus memperbaiki . Padahal, keretakan di daerah Susukan akan terus terjadi”, tegas Robert Kodoatie.
Proyek jalan tol Semarang-Ungaran yang nilai pekerjaannya mencapai 1 trilyun rupiah ini merupakan tahap pertama dari mega proyek Jalan Tol Semarang-Solo yang nilai pekerjaannya mencapai 7 trilyun rupiah.
Tol Semarang-Ungaran secara resmi dibuka oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, pada 20 Agustus 2011 lalu ini sempat menjadi tanda tanya oleh sejumlah masyarakat. Pasalnya, sejak dibuka resmi hingga hari ini, jalan tol Semarang-Ungaran tidak diperkenankan untuk dilewati kendaraan berat jenis bus maupun truk. Padahal, konsep awal tujuan pembangunan tol Semarang-Ungaran adalah untuk memecah kemacetan di daerah Banyumanik Semarang yang didominasi oleh kendaraan berat jenis bus dan truk. (jak)
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar