javascript:void(0)

your direction from here


View tol semarang ungaran in a larger map
happy chinese New Year 2021

cari di blog ini

Minggu, 19 Februari 2012

Orang Kaya Baru Berkat Tol Ungaran-Bawen

PROYEK jalan tol kerap menimbulkan masalah sosial baru, terutama dalam pembebasan lahan milik warga yang akan dibangun jalan bebas hambatan ini. Namun di balik itu, proyek tol juga memunculkan banyak orang kaya baru (OKB) setelah menerima ganti rugi lahan yang nilainya fantastis. Seperti sejumlah warga di Kabupaten Semarang yang dilewati proyek tol Ungaran-Bawen, mulai Kecamatan Ungaran Timur, Bergas, dan Bawen.

Berkat adanya proyek tol, kehidupan warga berubah drastis. Seperti warga Desa Kandangan, Kecamatan Bawen, yang sudah naik kelas secara ekonomi. Tidak jauh dari proyek tol yang membelah Desa Kandangan, sekarang bisa dilihat deretan rumah dengan gaya modern, tepatnya di Dusun Geneng. Sepintas kawasan tersebut adalah kompleks perumahan, karena rumah-rumahnya masih baru. Terlihat dari catnya yang belum memudar dan warna gentengnya yang masih terlihat merah, belum menghitam dimakan usia.


Tidak hanya rumah, sejumlah mebeler dan perbotan baru dengan kualitas super juga terpajang di rumah-rumah tersebut. Di depan rumah warga yang hanya bekerja sebagai buruh tani dan petani penggarap tersebut, terparkir sepeda motor dan mobil. Ya, bisa dikatakan mereka kaya mendadak. “Ini bukan perumahan, Mas. Banyak warga yang menerima ganti rugi tol pindahnya ke sini. Jadi, rumahnya baru semua. Alhamdulillah dulu gedek sekarang gedong, dulu engklek sekarang naik motor,” ujar Akhmadi (53), warga Dusun Geneng, dengan bahasa jawa yang kental.


Akhmadi sendiri menempati rumah gaya modern seluas sekitar 12x7 meter. Rumahnya itu juga dibangun dari uang ganti rugi tol. Menurutnya, ganti rugi tol yang diterima Akhmadi atas tanah miliknya yang berada di zona 1 sekitar Rp 350 juta. Uang tersebut selanjutnya digunakan Akhmadi untuk membangun 2 rumah bergaya modern serta membeli perobotan berkelas dan sebuah sepeda motor. “Cuma untuk beli tanah, membangun rumah serta beli perabotan dan sepeda motor. Uangnya sudah habis, paling sisa hanya seberapa,” imbuhnya saat ditemui di rumah barunya, Minggu (19/2) pagi kemarin.
 
Menurut Akhmadi, meski kini rumahnya relatif mewah, kehidupannya masih tetap seperti dulu, yakni sebagai petani. Hanya saja, rumah dan perobatan yang berubah menjadi modern dan berkelas. Akhmadi mengaku, penghasilannya kini justru menurun, karena sudah tidak bisa jualan bensin eceran lagi. Sebelum digusur, ia memang berjualan bensin di depan rumahnya yang berada di pinggir jalan raya Kandangan. Tetapi sekarang ia tak bisa jualan lagi, karena tinggal di tengah kampung. “Dulu ada penghasilan harian dari jualan bensin, sekarang cuma hasil dari tani,” ungkapnya.

Selain Akhmadi, tetangganya Sutikman (50), juga bernasib sama. Tanahnya yang berada di zona 1 mendapatkan ganti rugi relatif besar. Namun dia enggan menyebutkan jumlah pasti uang ganti rugi yang diterimanya. ”Di bawah lima ratus juta, Mas. Itu sudah dihitung total dengan ganti rugi tanah, bangunan dan pohon,” ujarnya.

Meski menerima uang hampir setengah miliar, Sutikman mengaku besarnya ganti rugi yang diterimanya itu masih merugikan dirinya. Sebab, tanah miliknya yang berada di zona 1 seharusnya seharga Rp200 ribu per meter. Namun oleh TPT, hanya mendapatkan ganti rugi sekitar Rp162 ribu per meter. Selain itu, soal listrik yang hanya diganti Rp1,7 juta itu. Padahal rumah dan toko milik Sutikman ada 20 titik instalasi. Bila diberi ganti rugi Rp1,7 juta saja, menurut Sutikman, sangat kurang karena itu hanya biaya pemasangan saja dengan 3 titik instalasi.“Katanya kalau tidak ada sertifikatnya hanya dibayar 90 persen saja. Kebetulan tanah saya hanya letter D, tentu saya rugi karena tidak dibayar 100 persen. Begitu juga soal listrik, saya juga dirugikan,” beber Sutikman.


Sutikman tidak menampik perolehan uang ganti ruginya tersebut bisa digunakan untuk membeli tanah lagi dan membangun ruko tiga lantai. Semula ruko miliknya yang digusur tol hanya 2 lantai dan ukurannya separo dari ruko miliknya saat ini. “Uangnya untuk beli tanah dan bangun ruko. Kalau untuk bangun (toko) sebesar ini tentu tidak cukup, jadi harus ditomboki uang sendiri,” kata Sutikman.

Keluarga Yanuar (60), juga bernasib sama. Selain bisa membeli tanah dan membangun rumah modern lengkap dengan perabotannya, petani Dusun Geneng ini juga bisa membeli mobil minibus jenis Suzuki Carry seharga Rp60 juta yang rencananya akan disewakan. “Saya dapatnya sekitar Rp250 juta. Uang itu untuk beli tanah lagi dan bangun rumah serta perabotannya. Kalau dulu rumah saya hanya terbuat dari papan, saat ini bisa lebih bagus. Terus beli mobil, kan bisa disewakan, sisanya ditabung,” ujar Arianto (27), anak pertama Yanuar. (tyo/aro/ce1)

sumber :

1 komentar: